Pasar Antisipasi Rilis Indeks PCE, Inflasi, dan Neraca Dagang

Tren Pasar Global dan Kondisi Bursa Saham Indonesia
Bursa saham global menunjukkan tren positif, terutama setelah sejumlah kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan beberapa negara mitranya. Meskipun demikian, pelaku pasar tetap memantau data ekonomi yang dirilis dalam pekan ini.
Kesepakatan dagang AS dengan Jepang, Filipina, dan Indonesia menjadi katalis positif bagi pergerakan bursa saham. Selain itu, emiten di bursa Wall Street juga mencatatkan laba yang lebih baik dari perkiraan. Hal ini memberikan optimisme terhadap kinerja pasar keuangan secara keseluruhan.
Fokus pasar akan berpindah pada laporan keuangan raksasa teknologi AS, yaitu Magnificent Seven. Kinerja perusahaan-perusahaan teknologi ini diyakini akan menjadi penggerak utama indeks saham global, termasuk di Asia. Selain itu, pasar juga akan mengamati serangkaian data ekonomi penting AS seperti:
- Data lowongan pekerjaan Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS)
- Perubahan tenaga kerja non pertanian Automatic Data Processing (ADP)
- Rata-rata pendapatan per jam
- Data ketenagakerjaan non pertanian
- Tingkat pengangguran
- Pengumuman personal consumption expenditures (PCE) sebagai indikator inflasi acuan The Federal Reserve (The Fed)
Selain itu, perkembangan politik dan kebijakan moneter juga menjadi perhatian. Salah satunya adalah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kantor The Fed. Di sana, Trump terlihat beradu argumen dengan Gubernur The Fed Jerome Powell. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai independensi bank sentral.
Meski begitu, Powell tetap menjaga kredibilitasnya sebagai seorang banker. Ia tidak reaktif terhadap tekanan politik, meskipun ada kemungkinan dipecat atau diganti lebih cepat. Diperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga dan baru akan mulai melakukan pemotongan pada pertemuan September 2025. Peluang pemotongan dua kali atau 50 basis point (bps) hingga akhir 2025.
Di Asia, bursa saham negara-negara emerging market mengalami penguatan, termasuk Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat 3,17% secara mingguan ke level 7.543,503 pada perdagangan Jumat (25/7). Penguatan ini didorong oleh optimisme terhadap kesepakatan dagang AS dan valuasi emiten big cap yang masih murah.
Pelaku pasar di dalam negeri akan menanti rilis data inflasi dan neraca perdagangan sebagai penentu arah kebijakan ekonomi ke depan. IHSG berpeluang menguat dengan support di level 7.450 sampai 7.344 dan resistance di 7.568 hingga 7.600.
Meskipun pasar regional mengalami pelemahan, IHSG justru mencatatkan penguatan. Hal ini didorong oleh penguatan saham-saham di sektor keuangan dan infrastruktur. Namun, investor asing masih melakukan aksi jual bersih.
Beberapa saham unggulan yang mencatat kenaikan tertinggi antara lain:
- PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) naik 19,95% ke 22.700
- PT Barito Pacific Tbk (BRPT) tumbuh 11,71% ke 2.480
- PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) meningkat 9,90% ke 1.665
Sementara itu, tekanan terlihat pada saham-saham perbankan besar seperti:
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) minus 1,77% menjadi 3.880
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terkontraksi 2,29% ke 4.690
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) turun 3,08% ke 4.090
Dari sisi transaksi, nilai perdagangan saham mencapai Rp 12,2 triliun. Rata-rata nilai transaksi harian 2025 sebesar Rp 13,5 triliun. Investor asing mencatatkan penjualan bersih Rp 233,4 miliar. Data tersebut memperpanjang tren net sell menjadi Rp 6,1 triliun sepanjang Juli 2025. Sedangkan sepanjang tahun berjalan sebanyak Rp 59,6 triliun.
Secara mingguan, penjualan bersih asing mencapai Rp 134,8 miliar. Broker paling aktif berdasarkan nilai transaksi adalah:
- Mandiri Sekuritas dengan Rp 1,78 triliun
- Mirae Asset Sekuritas dengan Rp 1,75 triliun
- Maybank Sekuritas dengan Rp 1,73 triliun