Pembongkaran Usaha di Pantai Bingin Bali: Konflik Izin dan Pekerjaan

Pembongkaran Usaha di Pantai Bingin Bali: Konflik Izin dan Pekerjaan

Pembongkaran Bangunan di Pantai Bingin, Uluwatu

Lebih dari 40 bangunan vila dan restoran di kawasan Pantai Bingin, Uluwatu, dibongkar paksa karena dianggap "ilegal" oleh pemerintah Bali. Proses ini dilakukan dengan bantuan para pekerja dan polisi, yang mulai menghancurkan meja dan pintu karena tidak dapat membawa alat berat akibat lokasi yang berada di sisi tebing yang curam.

Selama proses pembongkaran berlangsung, warga setempat terlihat menjerit dengan histeris untuk melindungi usaha mereka. Gubernur Bali, I Wayan Koster, bersama sejumlah pejabat setempat, menyatakan bahwa rencana pembongkaran mencakup sekitar 50 usaha dan bangunan di kawasan tersebut.

"Bangunan untuk bisnis pariwisata di sini ilegal, itu saja," ujarnya. "Kita tidak boleh membiarkan praktik ini berlanjut. Jika kita biarkan ini terus berlanjut, Bali akan rusak."

Proses pembongkaran juga disaksikan oleh karyawan, pemilik bisnis, warga lokal, dan turis. Banyak dari mereka terlihat menjerit dan menangis. Salah satu warga mengeluh, "Beginilah cara birokrat bekerja. Mereka telah menghancurkan mata pencaharian kami."

Tidak Ada Izin yang Sah

Pembongkaran ini menarik perhatian banyak pihak, terutama saat Bali menghadapi lonjakan jumlah turis, maraknya pembangunan, tetapi juga kekhawatiran soal bagaimana menjaga keindahan alamnya. Saat ini, jumlah turis ke Bali sudah pulih ke tingkat sebelum pandemi, dengan proyeksi jumlah turis asing mencapai 6,3 juta pada tahun 2025.

Uluwatu menjadi salah satu tujuan populer di kalangan turis selama beberapa tahun terakhir, dikenal dengan ombaknya yang cocok untuk peselancar, pasir putih, serta pemandangan dari puncak tebing. Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan ini mengalami transformasi pesat dengan munculnya vila, restoran, dan kafe di tebingnya. Berbagai bisnis, baik yang dimiliki warga Indonesia maupun asing, telah meraup keuntungan.

Namun dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah daerah Bali mengumumkan sejumlah usaha dan vila di Pantai Bingin yang dibangun secara ilegal. Seorang pimpinan pemerintah daerah menyatakan bahwa bangunan-bangunan tersebut "merusak filosofi arsitektur Bali yang mengutamakan keselarasan dengan alam, budaya, dan spiritualitas."

Persoalan Legalitas dan Kehidupan Warga

Hal ini memicu perselisihan mengenai legalitas sehingga pemerintah daerah mengeluarkan perintah pembongkaran dalam beberapa pekan terakhir. Para pemilik bisnis mengatakan kepada ABC bahwa ada enam warga negara Australia yang merupakan mitra bisnis dari beberapa vila, bar, dan restoran yang diperintahkan untuk dibongkar.

Jika para pemilik usaha tidak mau membongkarnya, maka pejabat Bali turun tangan, seperti yang dilakukan Senin (21/07) kemarin. Gubernur Koster mengatakan, "Telah terjadi pelanggaran rencana induk tata ruang perdesaan, kawasan ini seharusnya menjadi bagian dari sabuk hijau." "Bangunan-bangunan di sini, tidak satu pun yang memiliki izin."

Kekhawatiran tentang Lapangan Kerja

Melihat restoran Morabito Art Cliff Villa diratakan, manajernya, Komang Agus, mengatakan pembongkaran tersebut tidak menunjukkan empati. "Seribu orang di Pantai Bingin kehilangan pekerjaan saat ini," katanya. "Tidak ada keadilan bagi kami. Proyek pembangunan terus berlanjut di luar sana … mengapa kami menjadi sasaran?"

Para pelaku bisnis khawatir soal lapangan kerja. Beberapa warga lokal merasa pembongkaran dan penggusuran tersebut dilakukan karena akan dibuka untuk pengembang. Sebelum pembongkaran, para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan: "Selamatkan Bingin, hentikan pembongkaran. Bingin adalah rumah kami, tidak untuk dijual!"

Periode Konsultasi yang Kurang

Para pemilik bisnis mengatakan kepada ABC bahwa mereka merasa seharusnya ada periode konsultasi yang lebih lama sebelum pembongkaran dilakukan, karena beberapa usaha dan bisnis sudah berjalan selama puluhan tahun. I Wayan Salam Oka Suadnyana, pemilik salah satu bisnis yang dihancurkan, mengatakan ibunya memulai usaha kiosnya pada tahun 80-an.

"Saya punya foto lama dia dan kiosnya, dia memulainya saat saya berumur lima tahun," katanya. "Kami tahu tanah ini milik pemerintah daerah, kami tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah … tetapi kami telah berkontribusi dalam mengembangkan industri pariwisata di sini."

Tindakan Hukum dan Perspektif Pemerintah

Para pemilik usaha telah mengambil tindakan hukum dalam upaya untuk melindungi properti mereka. Namun Gubernur Bali mengatakan dampaknya bahkan bisa lebih luas lagi. "Kantor [kami] sedang mempersiapkan tim audit untuk menyelidiki semua izin pariwisata di seluruh Bali," kata I Wayan Koster kepada media. "Jika ditemukan pelanggaran, kami akan memperbaikinya dengan tegas dan keras. Tentu saja, melalui proses hukum terlebih dahulu."