Pemilik Tambang dan Anaknya Rugikan Negara Rp 500 Miliar dengan Perdagangan Fiktif dan Kerusakan Lingkungan

Featured Image

Penetapan Lima Tersangka dalam Kasus Korupsi Pertambangan Bengkulu

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu telah menetapkan lima tersangka yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi pertambangan yang merugikan negara sebesar lebih dari Rp 500 miliar. Dalam kasus ini, dua tersangka merupakan ayah dan anak, yaitu BH, komisaris PT Inti Bara Perdana (PT IBP), dan SH, General Manager PT IBP. Mereka ditahan bersama tiga tersangka lainnya, yakni JS, Direktur Utama PT Tunas Bara Jaya (TBR); AG, Marketing PT TBR; dan SU, Direktur PT TBR.

Kasus ini diduga melibatkan modus jual beli batubara fiktif yang terjadi pada tahun 2022 hingga 2023. Selain itu, para tersangka juga disebut melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin (di luar Izin Usaha Produksi atau IUP) yang berdampak pada kerusakan kawasan hutan.

Pelanggaran Hukum yang Dilakukan

Berdasarkan hasil penyidikan, kelima tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenai Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Asisten Pengawas Kejati Bengkulu, Andri Kurniawan, melalui Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, dan Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum. Menurut Danang, kelima tersangka memiliki peran masing-masing dalam perkara ini, terkait dengan jual beli batubara fiktif.

Penyidikan dan Penggeledahan

Penyidikan Kejati Bengkulu dimulai setelah ditemukan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PT Ratu Samban Mining (PT RMS) dan PT TBR, yang berada di bawah kendali BH. Pelanggaran tersebut termasuk operasi pertambangan di luar Izin Usaha Produksi (IUP) dan kemungkinan memasuki kawasan hutan.

Dalam rangka penyidikan, kejaksaan telah menggeledah kantor perusahaan dan menyita dokumen terkait. Selain itu, penyidik juga menemukan kejanggalan dalam penjualan batubara fiktif, yang memicu penggeledahan di kantor Sucofindo dan Pelindo Regional II Bengkulu, serta di rumah pribadi BH. Penggeledahan dilakukan untuk menemukan bukti, dokumen cetak, tertulis, dan elektronik berkaitan dengan perkara yang ditangani.

Penyidik juga menyita ponsel dan laptop pejabat di lingkungan PT Pelindo Regional II Bengkulu.

Dampak Kerugian Negara dan Lingkungan

Kerugian negara dari kasus ini mencapai lebih dari Rp 500 miliar. Namun, dampak lainnya tidak hanya berupa kerugian finansial, tetapi juga kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan ilegal. Angka kerugian negara bisa terus bertambah seiring pengembangan penyidikan.

Kejati Bengkulu juga membuka kemungkinan adanya tersangka tambahan. Sejauh ini, penyidik masih mendalami peran-peran lain yang belum terungkap. “Kita dalami terus. Ada potensi pihak lain yang akan menyusul,” tambah Danang.

Sebelumnya, tim kejaksaan telah melakukan penggeledahan dan penyitaan di sejumlah lokasi, termasuk kantor pertambangan dan rumah pribadi para tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa penyidikan terhadap kasus korupsi pertambangan ini terus berlangsung dengan intensitas tinggi.