Penyebab Fenomena Rojali dan Rohana yang Viral di Seluruh Mal Indonesia

Fenomena Rojali dan Rohana: Tren Konsumsi yang Mengubah Pola Belanja di Mal
Di tengah situasi perekonomian yang sedang mengalami tekanan, muncul istilah baru yang menjadi perbincangan hangat di media sosial. Istilah tersebut adalah Rojali dan Rohana. Kedua istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan perilaku pengunjung mal yang ramai tetapi tidak banyak melakukan transaksi belanja.
Rojali merupakan singkatan dari "rombongan jarang beli", sementara Rohana berasal dari "rombongan hanya nanya". Kedua istilah ini mencerminkan situasi di mana pusat perbelanjaan terlihat penuh dengan pengunjung, namun aktivitas pembelian sangat minim. Banyak orang datang ke mal hanya untuk melihat atau berjalan-jalan tanpa niat membeli barang.
Perubahan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat. Menurut Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi di The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), kinerja ritel pada kuartal I-2025 masih dibayangi tekanan daya beli yang belum membaik. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih selektif dalam berbelanja dan cenderung mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyatakan bahwa fenomena Rojali dan Rohana bukanlah hal baru. Situasi ini terjadi karena uang yang dimiliki masyarakat kelas menengah bawah semakin berkurang, sehingga mereka lebih memilih membeli barang dengan harga rendah. Meski demikian, pusat perbelanjaan tetap ramai dikunjungi karena perannya telah berkembang menjadi tempat multifungsi, seperti hiburan, edukasi, dan pertemuan keluarga.
Alphonzus juga menegaskan bahwa kondisi ini tidak akan berlangsung selamanya. Ketika daya beli masyarakat kembali pulih, tren belanja juga akan membaik. Oleh karena itu, pusat perbelanjaan harus lebih kreatif dan fokus pada program promo belanja yang dapat menopang daya beli sekaligus menarik minat konsumen.
Dampak pada Sektor Ritel Makanan dan Minuman
Meskipun fenomena Rojali dan Rohana terlihat sebagai tantangan bagi sektor ritel, ternyata ada sisi positifnya. Menurut Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, fenomena ini justru menguntungkan sektor ritel makanan dan minuman (F&B).
Konsumen sering berkumpul di tempat-tempat seperti J.Co atau Starbucks, sehingga meskipun tidak semua membeli, omzet toko F&B meningkat antara 5 hingga 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengunjung tidak banyak membeli barang, mereka tetap menghabiskan waktu dan uang di area makanan dan minuman.
Perlu Adaptasi dan Inovasi
Fenomena Rojali dan Rohana bukan sekadar tren, tetapi juga menjadi sinyal penting bagi pelaku industri ritel untuk beradaptasi dengan pola konsumsi baru. Pusat perbelanjaan perlu lebih inovatif dalam merancang program-program yang dapat menarik minat konsumen, baik melalui promosi, acara, maupun fasilitas tambahan.
Dengan adanya perubahan perilaku konsumen, sektor ritel harus siap menghadapi tantangan ini dengan strategi yang tepat. Mereka perlu memahami kebutuhan dan preferensi masyarakat agar bisa tetap bertahan dan bahkan berkembang di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu.