Potensi Keuntungan Besar Emiten Tambang dari Proyek Hilirisasi Rp 618 T: ANTM hingga MDKA

Featured Image

Proyek Hilirisasi: Peluang bagi Emiten Tambang dan Mineral

Pemerintah Indonesia sedang mempercepat implementasi proyek strategis hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam. Dalam rangka mendukung agenda ini, Danantara, sebuah perusahaan investasi pemerintah, telah menerima pra-studi kelayakan 18 proyek strategis dengan total investasi sebesar Rp 618,13 triliun. Proyek-proyek ini diharapkan menjadi tulang punggung transisi energi nasional serta memperkuat rantai pasok industri dalam negeri.

Dari 18 proyek tersebut, 12 di antaranya berfokus pada sektor energi dan pertambangan. Beberapa contohnya adalah pembangunan smelter nikel dan bauksit, pengolahan batubara menjadi dimethyl ether (DME), fasilitas modul surya terintegrasi, serta pengembangan katoda tembaga. Proyek-proyek ini diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Emitter BUMN dan Swasta Berpeluang Meraup Keuntungan

Beberapa emiten BUMN seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), dan Inalum (smelter aluminium) diprediksi akan menjadi kandidat utama yang mendapat manfaat langsung dari proyek-proyek ini. Menurut Liza Camelia, Head of Research Kiwoom Sekuritas, jika proyek-proyek ini terealisasi, maka akan mengurangi ketergantungan pada ekspor mentah dan meningkatkan margin karena menjual produk bernilai tinggi.

ANTM akan memperkuat hilirisasi nikel dan bauksit, sedangkan PTBA kemungkinan terlibat dalam proyek coal-to-liquid berupa konversi batubara menjadi gas sintetis dan DME. PGEO dan Inalum disebut-sebut mendapat prioritas dalam pengembangan proyek energi dan aluminium.

Di sisi lain, emiten swasta juga memiliki peluang untuk ikut serta dalam proyek-proyek ini. Emiten seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), hingga PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) diperkirakan akan turut terlibat, terutama jika mereka mampu membangun fasilitas dan bermitra dengan BUMN atau investor asing.

Potensi dan Risiko yang Perlu Diperhatikan

Menurut Liza, jika proyek-proyek ini berjalan sesuai rencana, emiten-emiten ini akan berpotensi mencetak lonjakan pendapatan dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Namun, potensi ini tergantung pada realisasi capex, efisiensi operasional, dan skala produksi perusahaan.

Terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yang terlibat dalam proyek hilirisasi. Pertama, pembengkakan biaya modal usaha, terutama untuk proyek smelter, DME, refinery, dan proyek solar terintegrasi yang membutuhkan investasi miliaran dolar. Kedua, emiten perlu berkolaborasi dengan pihak asing untuk membuka akses teknologi dan pendanaan. Ketiga, risiko oversupply produk seperti katoda, aluminium, atau slab bisa menekan harga jual. Keempat, proyek skala besar umumnya menghadapi tantangan sosial, lingkungan, dan regulasi yang kompleks.

Saran untuk Investor

Liza menyarankan kepada investor untuk mencermati laporan belanja modal (capex), kemajuan studi kelayakan, serta struktur kemitraan para emiten publik. BUMN cenderung lebih terlindungi karena posisi strategis dan dukungan regulasi. Namun, emiten swasta yang menggandeng mitra teknologi dan menjalankan manajemen profesional juga menjanjikan.

Investor disarankan untuk memantau laporan capex, progres studi kelayakan, dan struktur kemitraan dengan Danantara. Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi peluang dan tantangan dari proyek hilirisasi yang sedang berkembang.