Profesor Muda Diduga Peleceh Mahasiswi

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Unsoed: Aksi Mahasiswa dan Proses Penanganan yang Diawasi
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto kembali menjadi perhatian setelah seorang profesor muda dilaporkan terlibat dalam dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kejadian ini memicu respons dari kalangan mahasiswa, yang menuntut tindakan tegas dan adil dari pihak kampus.
Aksi protes berupa unjuk rasa digelar oleh para mahasiswa di depan Gedung Rektorat pada Rabu, 23 Juli 2025. Mereka membentangkan spanduk dengan tulisan yang mencolok, seperti "Unsoed Darurat Kekerasan Seksual dan Lindungi Korban Bukan Pelaku". Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed Purwokerto, M Hafizd Baihaqi, menyatakan bahwa aksi ini adalah inisiatif murni dari mahasiswa yang peduli terhadap isu kekerasan seksual.
“Kami menyuarakan keprihatinan. Kami ingin kampus menjalankan prosedur secara transparan dan menindak pelaku seadil-adilnya,” ujar Hafizd kepada media lokal.
Laporan mengenai kasus ini telah masuk ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unsoed Purwokerto. Setelah melakukan penyelidikan, Satgas PPKS telah menyerahkan hasil serta rekomendasi sanksi kepada tim Rektorat. Hasil tersebut juga akan dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).
Pihak Rektorat Unsoed memberikan respons atas aksi mahasiswa. Wakil Rektor III, Norman Prayogo, menemui langsung peserta aksi dan membenarkan bahwa pihak kampus sedang memproses kasus ini secara internal. Saat ini, Rektorat sedang menggelar rapat untuk membahas rekomendasi sanksi dari Satgas PPKS.
Namun, pernyataan yang lebih hati-hati datang dari Juru Bicara Unsoed, Prof. Mite Setiansah. Ia mengaku masih terus mengumpulkan informasi yang lebih lengkap sebelum membuat pengumuman resmi.
Kini, seluruh civitas akademika dan masyarakat luas menantikan hasil dari rapat Rektorat Unsoed. Publik berharap ada keputusan yang adil dan berpihak pada korban. Kasus yang diduga melibatkan seorang guru besar dan mahasiswi ini menjadi ujian berat bagi Unsoed, yang dituntut untuk membuktikan komitmennya dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual.
Rekam Jejak dan Cara Unsoed Menangani Korban Pelecehan
Kasus dugaan kekerasan seksual oleh oknum guru besar kini menempatkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unsoed di bawah sorotan publik. Banyak pihak bertanya, bagaimana sebenarnya cara Satgas PPKS Unsoed dalam menangani laporan dari korban kekerasan seksual?
Untuk menjawabnya, bisa berkaca dari kasus besar yang pernah mereka tangani pada tahun 2024 lalu. Kasus tersebut menunjukkan bahwa Satgas PPKS Unsoed memiliki prosedur yang jelas dan berpihak pada korban.
Pada tahun 2024, Satgas PPKS Unsoed dihadapkan pada kasus yang menimpa empat mahasiswi sekaligus. Mereka menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria berinisial MD. Pelaku MD bukanlah bagian dari civitas akademika Unsoed, melainkan predator dari luar.
Modusnya adalah dengan menawarkan pekerjaan sebagai model iklan kepada para mahasiswi. Ketua Satgas PPKS Unsoed, Tri Wuryaningsih, menjelaskan langkah-langkah mereka saat menerima laporan. Langkah pertama tidak langsung mendorong ke ranah hukum, tetapi fokus pada kondisi mental para korban.
Mereka memastikan para korban mendapatkan pendampingan psikologis yang intensif. “Ada pendampingan psikolog korban terlebih dulu sebelum laporan ke pihak berwenang,” kata Tri Wuryaningsih. Tujuannya adalah untuk memulihkan dan menguatkan kembali mental para korban yang terguncang.
Setelah memastikan para korban siap secara mental, barulah Satgas PPKS Unsoed memfasilitasi proses pelaporan ke polisi. Selain itu, Satgas PPKS juga proaktif berkomunikasi dengan pihak keluarga. Pihak kampus mendatangi langsung rumah orang tua korban dan memberikan penjelasan yang utuh mengenai kasus yang menimpa anak-anak mereka.
Langkah-langkah inilah yang menjadi standar operasional Satgas PPKS Unsoed dalam menangani korban kekerasan seksual. Kini, dengan berkaca dari kasus 2024 tersebut, publik bisa melihat bahwa Unsoed sebenarnya memiliki mekanisme yang sudah teruji.
Namun, kasus oknum guru besar yang terjadi saat ini memiliki tantangan yang berbeda dan lebih kompleks. Jika pada kasus 2024 pelakunya adalah orang luar, kini terduga pelakunya adalah orang dalam dengan posisi kuasa yang sangat tinggi.
Mahasiswa pun telah menggelar aksi menuntut agar pihak Rektorat tidak melindungi pelaku. Rekomendasi sanksi dari Satgas PPKS kini sudah berada di tangan Rektorat. Publik menantikan, apakah prosedur yang sama, yang mengutamakan dan melindungi korban, akan diterapkan dengan tegas dalam kasus internal yang sensitif ini.