Program MBG di Tangsel Jadi Perhatian, Sekolah Diduga Beri Makanan Busuk dan Tahu Berlendir

Program MBG di Tangsel Jadi Perhatian, Sekolah Diduga Beri Makanan Busuk dan Tahu Berlendir

Masalah Kualitas Makanan dalam Program MBG di Kota Tangerang Selatan

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diberikan kepada siswa SDN Rawabuntu 03 di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini menjadi perhatian masyarakat. Beberapa orang tua murid mengeluhkan adanya makanan yang diduga tidak layak konsumsi, termasuk makanan berlendir dan berbau tidak sedap.

Salah satu orang tua, Shofi, menjelaskan bahwa anaknya mendapat tahu isi daging olahan yang disajikan dalam program tersebut. Namun, saat dilihat, makanan tersebut menunjukkan tanda-tanda ketidaklayakan. “Tahu itu tidak dimakan oleh anak saya di sekolah. Dia membawanya pulang ke rumah,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa bau asam dan tekstur lembek membuat makanan tersebut tidak cocok untuk dikonsumsi.

Kejadian ini terjadi pada hari Kamis, 17 Juli 2025, dan hingga kini distribusi MBG tampaknya sudah dihentikan. “Terakhir Kamis itu, setelahnya nggak ada lagi. Kayaknya distop,” tambah Shofi. Menurutnya, anaknya biasanya menerima makanan dari program tersebut, tetapi kali ini tidak ada lagi.

Shofi juga menjelaskan bahwa makanan yang diterima memiliki isian yang tidak jelas. Meski dari luar tampak biasa, bagian dalamnya ternyata berlendir dan beraroma asam. “Dalemnya lembek, kayak ada daging atau ayam gitu. Pas saya cium, agak asem. Kalau dilihat luarnya biasa aja, tapi isinya aneh,” katanya. Ia mencoba mencicipi sedikit makanan tersebut karena tidak ingin membuang-buang makanan, namun rasanya sangat aneh.

Anak Shofi sendiri tidak menyadari ada yang salah dengan makanannya. Ia hanya berkata, “Mamah, baso-nya nggak dimakan.” Setelah dicek di rumah, Shofi menemukan kondisi makanan yang tidak layak. Kejadian ini terjadi sejak hari Senin, namun baru terjadi pada hari Kamis.

Selain Shofi, Aisyah juga mengungkapkan pengalamannya dengan makanan MBG. Menurutnya, program ini pernah berjalan sebelumnya, saat anaknya duduk di kelas satu. Namun, setelah liburan sekolah, program tersebut kembali aktif selama masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).

Aisyah menjelaskan bahwa makanan yang diterima anaknya saat MPLS juga tidak layak konsumsi. “Waktu itu dikasih tahu isi, tapi dalamnya berlendir, aromanya juga asam,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa kualitas makanan yang kurang baik bukan hanya terjadi sekali. “Kemarin juga sempat dikasih bubur kacang hijau, warnanya aneh, rasanya hambar dan basi,” tambahnya.

Sebagai orang tua dari kalangan masyarakat biasa, Aisyah menyarankan agar distribusi MBG lebih melibatkan pelaku UMKM yang bisa menyediakan makanan segar dan layak konsumsi. “Kalau memang nggak bisa tangani untuk ratusan anak, lebih baik dikasih ke UMKM aja. Banyak kok katering kecil yang bisa dipercaya,” ujarnya. Ia berharap program MBG benar-benar memenuhi prinsip gizi seimbang, terutama karena sasarannya adalah anak-anak usia sekolah dasar.

Aisyah juga menyampaikan harapan agar variasi makanan dalam program tersebut lebih bervariasi. “Buahnya juga jangan cuma pisang terus. Bisa diganti anggur, jeruk mandarin, atau buah lain yang lebih bervariasi. Tomat juga anak-anak banyak yang nggak doyan, takutnya malah dibuang,” tambahnya.

Sementara itu, kepala sekolah enggan memberikan pernyataan terkait masalah ini. Ia hanya menyebut bahwa permasalahan tersebut telah dianggap selesai. “Oh, sudah selesai. Sudah koordinasi juga. Maaf ya,” ujar Amir Mahmud. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci hasil dari koordinasi tersebut.