Thailand dan Kamboja Berunding Mediasi Konflik di Malaysia, Senin 28 Juli

Featured Image

Perundingan Mediasi antara Thailand dan Kamboja untuk Menyelesaikan Konflik Perbatasan

Pemimpin dari Thailand dan Kamboja akan menghadiri sebuah perundingan mediasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik perbatasan yang terjadi di Malaysia. Perundingan ini dilakukan meskipun kedua negara saling menyalahkan atas serangan artileri baru di wilayah yang menjadi sengketa.

Perundingan ini direncanakan berlangsung pada hari Senin, dengan jam tayang dimulai pukul 15.00 waktu setempat (07.00 GMT). Tim negosiasi Thailand akan dipimpin oleh penjabat Perdana Menteri Phumtham Wechayachai. Sementara itu, Malaysia, yang memimpin forum kerja sama regional ASEAN, telah menyampaikan bahwa Perdana Menteri Kamboja Hun Manet juga akan hadir dalam pertemuan tersebut.

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat sejak seorang tentara Kamboja tewas dalam pertempuran singkat di perbatasan pada akhir Mei lalu. Pasukan perbatasan dari kedua negara diperkuat karena krisis diplomatik yang semakin memburuk, yang berdampak pada pemerintahan koalisi Thailand yang sedang rapuh.

Permusuhan kembali muncul pada hari Kamis dan dalam empat hari berikutnya, situasi memburuk hingga menjadi pertempuran terburuk antara dua negara tetangga tersebut dalam lebih dari satu dekade. Jumlah korban tewas mencapai lebih dari 30 orang, termasuk 13 warga sipil di Thailand dan delapan di Kamboja. Lebih dari 200.000 orang telah dievakuasi dari daerah perbatasan.

Sebelum perundingan ini, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pekan lalu mengusulkan gencatan senjata, sementara Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa kedua pemimpin telah sepakat untuk mencari solusi damai.

Perselisihan antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama beberapa dekade, terutama terkait titik-titik yang tidak jelas batasnya di sepanjang perbatasan darat mereka yang panjangnya 817 km. Kepemilikan kuil Hindu kuno Ta Moan Thom dan Preah Vihear abad ke-11 menjadi inti perselisihan. Preah Vihear diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962, namun situasi memburuk pada tahun 2008 ketika Kamboja berupaya mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Pertempuran yang terjadi selama beberapa tahun mengakibatkan belasan kematian.

Pada bulan Juni, Kamboja mengajukan permohonan ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan perselisihan dengan Thailand. Bangkok, di sisi lain, tidak pernah mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut dan lebih memilih pendekatan bilateral.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta menyampaikan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan bersenjata antara Thailand dan Kamboja akibat sengketa wilayah di sekitar kuil suci Preah Vihear. Dia berharap konflik tidak terus memburuk dan segera menemui titik damai demi menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.

Menurut Sukamta, baik Thailand maupun Kamboja tidak menginginkan konflik berkepanjangan yang dapat memperparah kerugian ekonomi dan menambah korban jiwa. Meski Indonesia tidak memiliki batas langsung dengan kedua negara, potensi dampak konflik bisa muncul dalam bentuk arus pengungsi atau perdagangan senjata melalui negara ketiga jika konflik membesar.

Lebih lanjut, Sukamta menyoroti pentingnya stabilitas kawasan Asean secara keseluruhan. Dalam situasi global yang penuh tekanan dan konflik, kekompakan antar negara Asia Tenggara sangat penting. Ia mendorong pemerintah Indonesia untuk tidak tinggal diam dan memainkan peran sebagai jembatan perdamaian antara Thailand dan Kamboja.

Hubungan baik Indonesia dengan kedua negara dapat dimanfaatkan untuk mendorong proses damai. Jika diperlukan, Indonesia juga dapat mendorong diadakannya pertemuan tingkat Asean untuk membahas secara khusus konflik ini.