Agen Rahasia AS Kembali Kehilangan, Istri Anggota Ikut Rombongan Trump

Insiden yang Menggemparkan: Agen Secret Service Coba Bawa Istri Naik Pesawat Pendukung
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengonfirmasi adanya insiden di mana seorang agen Dinas Rahasia atau Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) mencoba membawa istrinya naik ke pesawat pendukung Air Force One saat ia melakukan perjalanan ke Skotlandia pekan lalu. Insiden ini menambah daftar masalah yang tengah menghiasi lembaga pengamanan elite tersebut.
“Menurut Anda, apakah itu bukan tindakan yang agak berbahaya?” tanya Trump saat berbicara kepada wartawan dalam penerbangan kembali ke Washington, setelah lima hari melakukan kunjungan ke Eropa. Ia menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalah hal yang aneh dan membenarkan telah menerima laporan soal peristiwa tersebut. Trump juga menyatakan keyakinannya bahwa Direktur Dinas Rahasia saat ini, Sean M Curran, akan menangani masalah ini.
Insiden ini pertama kali dilaporkan oleh surat kabar The Herald dari Glasgow. Media tersebut melaporkan bahwa seorang agen yang berbasis di Dallas membawa istrinya, yang merupakan anggota Angkatan Udara AS, ke Maryland. Di sana, sang istri mengikuti pengarahan resmi kemudian ikut bus menuju Pangkalan Gabungan Andrews, tempat keberangkatan Trump ke Skotlandia. Namun, upaya tersebut akhirnya digagalkan.
Juru bicara Dinas Rahasia, Anthony Guglielmi, dalam pernyataan resminya mengatakan, "Secret Service sedang melakukan investigasi terhadap pegawai yang mencoba membawa istrinya—anggota Angkatan Udara AS—naik pesawat pendukung misi." Menurutnya, pegawai tersebut sebelumnya telah diperingatkan oleh atasannya bahwa tindakan itu tidak diizinkan. Istrinya pun dicegah untuk ikut naik ke pesawat. Tidak ada petugas pengamanan Dinas Rahasia di dalam pesawat tersebut, dan tidak ada dampak terhadap operasi perlindungan kami di luar negeri.
Dalam setiap lawatan presiden AS, Air Force One biasanya didampingi oleh beberapa pesawat lain yang membawa personel pengamanan, logistik, serta staf pendukung. Namun, insiden ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam sistem pengamanan yang seharusnya menjadi yang terbaik.
Rentetan Kegagalan Dinas Rahasia AS
Kasus ini menambah sorotan terhadap Secret Service, yang tengah menghadapi berbagai kritik karena kegagalan dalam mencegah dua upaya pembunuhan terhadap Trump selama kampanye pemilihan presiden 2024. Pada 13 Juli lalu, seorang pria bernama Thomas Matthew Crooks menembak Trump dan mengenai bagian telinga kanannya saat sedang berkampanye di Butler, Pennsylvania.
Dalam situasi darurat itu, agen Dinas Rahasia segera melindungi Trump, sedangkan penembak jitu menembak mati Crooks yang baru berusia 18 tahun. Investigasi Senat menunjukkan bahwa terdapat sejumlah kelalaian dari Secret Service. Sepuluh permintaan tambahan pengamanan, termasuk sistem anti-drone, tidak dipenuhi. Bahkan, atap gedung tempat Crooks melepaskan tembakan tidak diamankan.
Laporan itu juga menyoroti kelalaian agen utama yang bertugas menjalin komunikasi dengan aparat lokal. Agen tersebut tidak diberi sanksi, meskipun sudah menerima peringatan soal gerak-gerik Crooks sekitar 25 menit sebelum penembakan terjadi. Setelah insiden tersebut, Direktur Secret Service Kimberly Cheatle mundur dari jabatannya. Ia sebelumnya juga mendapat sorotan tajam saat menjalani pemeriksaan di hadapan Komite Pengawas DPR.
Ancaman Lain Terhadap Trump
Insiden lain yang tak kalah mengkhawatirkan terjadi pada 15 September 2024. Saat itu, seorang pria bernama Ryan Wesley Routh (58) dilaporkan menyelinap ke lapangan golf tempat Trump beraktivitas di West Palm Beach, Florida. Ia bersembunyi di sebuah titik tinggi dan menargetkan Trump menggunakan senapan. Namun, keberadaannya terdeteksi dan ia ditembaki oleh agen Dinas Rahasia.
Meski sempat lolos dari enam tembakan, Routh akhirnya ditangkap pada hari yang sama dan kini sedang menunggu persidangan atas tuduhan percobaan pembunuhan. Setelah pengunduran diri Kimberly Cheatle, jabatan Direktur Dinas Rahasia AS sempat dipegang oleh Pelaksana Tugas Direktur Ron Rowe. Namun, tak lama kemudian, posisi tersebut diisi oleh Sean Curran.
Curran adalah mantan anggota tim pengamanan pribadi Trump, dan merupakan salah satu agen yang berada di atas panggung saat Trump ditembak di Butler. Dialah yang membantu membawa sang presiden kembali ke iring-iringan mobil kepresidenan dalam kondisi terluka.