Akhir Kehidupan Arya Daru di Kamar 105

Featured Image

Kematian Arya Daru Pangayungan: Misteri yang Masih Membayangi

Dua minggu lebih dari kematian Arya Daru Pangayungan, seorang diplomat muda, masih menjadi misteri. Penyebab kematian belum jelas dan berbagai spekulasi liar bermunculan. Bagaimana kebenarannya? Apa yang bisa dipercaya?

Pekerja rantau di sekitar kos Daru, Gondia International Guesthouse, Menteng, Jakarta Pusat, kaget saat melihat pemberitaan di kantornya. Ia syok mendengar seorang diplomat bernama Arya Daru Pangayunan ditemukan tewas di Gondia, Selasa (8/7) pagi. Ia tidak hanya kaget karena kematian Daru penuh misteri sampai jadi pemberitaan nasional, tapi juga karena pernah berpapasan dengan Daru dan saling menyapa.

Robi, pekerja yang minta namanya disamarkan, mengatakan ia tidak kenal Daru secara pribadi. Ia juga tidak tahu nama dan profesi Daru sebelum berita kematiannya menyebar. Ia hanya mengenal wajah Daru karena pernah beberapa kali saling sapa ketika Daru mencuci mobil di depan kosannya pada akhir pekan. Walau interaksi mereka terbatas, Robi mendapat kesan Daru seorang yang ramah.

Lho, ini kan Mas yang suka cuci mobil di depan kos. Masak sih? Gua langsung merinding. Astagfirullah,” kata Robi.

Daru dikenal telaten soal mobil. Hobi detailing. Sedapat mungkin mobilnya kelihatan kinclong dan rapi. Hobi ini dibenarkan istri Daru kepada salah satu petugas yang sempat datang ke Yogyakarta, tempat tinggal istri Daru. Hobi detailing mobil ini juga paling sering diceritakan Daru kepada keluarga, terutama istrinya. Daru malah disebut jarang menceritakan mengenai pekerjaannya secara mendalam.

Kegemaran Daru dengan otomotif nampak dari akun Instagramnya ddaru_chee yang beberapa kali mengunggah gambar mobil. Bahkan unggahan terakhirnya adalah soal mobil putih miliknya yang telah terjual. Foto itu diambil di depan kos Gondia.

Tak cuma otomotif, Daru pun gemar traveling ke berbagai tempat di Indonesia maupun dunia. Ini tak lepas dari profesinya sebagai diplomat. Perjalanan terakhir Daru yang terekam di akun Instagramnya adalah ketika ia bertugas ke Taipei, Taiwan, pada akhir April.

Di samping itu, Daru juga hobi scubadiving. Ia merekam hobi itu secara khusus di akun YouTubenya. Mayoritas kegemaran Daru scubadiving dilakukan ketika bertugas di Timor Leste pada 2018-2020.

Kakak ipar Daru, Meta Bagus, menyebut Daru pernah bertugas di berbagai negara mulai dari Timor Leste, Myanmar, Argentina, hingga terakhir rencananya ditugaskan ke Finlandia. Bagi Bagus, Daru merupakan sosok yang ceria dan tak pernah mengeluh dengan tugasnya.

“Kadang kalau pas [Daru] lagi penempatan kita telepon, kita ketemu…dan senang-senang semua," ucap Bagus di rumah duka di Kabupaten Bantul, Rabu (9/7).

Dari semua hobi Daru yang nampak di akun medsosnya, Bagus menyebut ada satu kegemaran yang tak banyak diketahui banyak orang. Bagus mengenang Daru sebagai sosok yang gemar menulis.

“Dia pernah nulis buku tapi saya lupa judulnya apa. Saya senang. Alur ceritanya enak menceritakan dari sudut pandang, bukan sudut pandang kaku… Memperkenalkan pekerjaannya dengan sudut pandang yang menyenangkan, jadi orang interest untuk membaca," ujar Bagus.

Sosok Daru yang suka menulis itu terlihat dari dua artikelnya yang pernah ditulis di Zona Kreasi. Artikel pertama yang ditulis pada Juli 2023 itu menceritakan pengalaman Daru memimpin tim pemulangan 7 anak Pekerja Migran Indonesia Overstayer (PMIO) berusia 3-7 tahun dari Taiwan ke Indonesia. Sementara artikel kedua pada Juni 2024 memuat pendapat Daru yang menyayangkan sedikitnya Orang Asli Papua (OAP) yang menjadi instruktur selam di perairan Papua.

Pengalaman Daru ikut terlibat misi kemanusiaan di Taiwan hanyalah satu dari sekian banyak kerja-kerja senyapnya yang tak dipublikasikan. Sejak bertugas di Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri dari 2022, Daru terlibat di sejumlah misi kemanusiaan lainnya.

Direktur Pelindungan WNI Kemlu Judha Nugraha menyatakan Daru telah membantu banyak WNI yang mengalami masalah di luar negeri. Seperti saat gempa besar di Turki pada Februari 2023 hingga evakuasi WNI dari Iran pada Juni 2025.

“Kami sendiri yang melihat bagaimana Mas Daru membopong anak-anak telantar kita kembali ke Indonesia. Mas Daru turun mengevakuasi WNI pada saat gempa Turki. Terakhir, Mas Daru juga membantu mengevakuasi WNI dari Iran,” ucap Judha.

Di tengah keluarga, Daru dikenal dekat dengan anak-anaknya. Sebelum tidur di malam hari, Daru selalu menyempatkan waktu di tengah kesibukan untuk menelepon istri dan anak-anaknya lewat panggilan video. Komunikasi dengan keluarganya memang bagus.

Kini tidak ada lagi video call dari Daru untuk keluarga. Bahkan di malam sebelum kepergiannya, sebelum ia ditemukan tak bernyawa. Daru sebenarnya sempat berkomunikasi dengan istrinya Senin (7/7) petang. Ia mengabari istrinya tengah berbelanja di mal Grand Indonesia, Jakarta. Komunikasi keduanya terjadi beberapa jam sebelum kematian Daru.

Komunikasi terakhir via HP itu disebut sangat renyah. Mereka selayaknya pasangan yang saling memberitahu posisi dan aktivitas masing-masing. “Kebiasaan mereka itu pasti ngabari satu sama lain mengenai keberadaan mereka, mau tidur, bangun tidur, dan sebagainya,” kata ipar Daru, Meta Bagus.

Setelah di GI, sekitar pukul 21.00 WIB, Daru sempat memberi tahu istrinya sedang menunggu taksi untuk pulang ke kosnya. Pesan WhatsApp yang baik-baik saja itu membuat keluarga tak pernah terpikirkan dengan peristiwa mematikan yang bakal dialami Daru. Hingga pada Selasa (8/7) pagi, keluarga terpukul menerima kabar dari penjaga kos bahwa Daru ditemukan tak bernyawa di kamarnya yang bernomor 105.

Malam harinya, istri Daru, Meta Ayu Puspitantri alias Pita, sempat menelepon Daru berkali-kali, tapi nomornya tidak aktif. Ia kemudian meminta tolong penjaga kos mengecek kamar Daru. Kekhawatiran istrinya benar. Hal buruk menimpa Daru. Ia ditemukan tak bernyawa dengan kondisi kepala terlilit lakban kuning.

Kematian Daru menggemparkan. Cara matinya tak wajar. Pertanyaan bermunculan. Spekulasi tewasnya sang diplomat pun menguak di mana-mana dengan analisa beragam. Inti pertanyaannya satu: Daru dibunuh atau mengakhiri hidupnya sendiri?

Hipotesis Kematian Daru: Dibunuh atau Bunuh Diri?

Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Reni Kusumowardhani menyebut setiap peristiwa kematian selalu disertai tiga kemungkinan: dibunuh, bunuh diri, atau kecelakaan. Ketiga kemungkinan tersebut hanya bisa disimpulkan lewat pemeriksaan dan kesesuaian bukti yang ditemukan polisi. Kepolisian yang memiliki kewenangan untuk mendalami, mengungkap, dan menyimpulkan sebuah peristiwa.

Kesimpulan harus didukung alat bukti empiris. Dibunuh, bunuh diri, maupun kecelakaan semuanya harus memenuhi karakteristik dan alat bukti. Untuk bisa dikatakan sebagai pembunuhan, peristiwa itu harus memenuhi karakteristik dari pembunuhan. Salah satunya membuktikan siapa pelakunya. Perlu menganalisis bagaimana cara pembunuhannya sampai apa motif pembunuhannya. Analisis tentunya meliputi TKP hingga cerita sebelum kematian Daru.

“Perlu dianalisis semua, termasuk rekam jejak dari kehidupannya terutama di akhir-akhir sebelum kematiannya,” kata Reni kepada Zona Kreasi, Kamis (24/7).

Muncul sejumlah analisis di media sosial yang meyakini Daru tewas dibunuh. Kubu yang percaya teori ini mengait-ngaitkan dengan pekerjaan Daru sebagai diplomat. Daru disebut pernah menangani kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Tetapi Kemlu menegaskan Daru tak pernah menangani kasus TPPO di Kamboja. Daru menangani kasus TPPO di Jepang.

“Almarhum pernah menjadi saksi untuk kasus TPPO yang ada di Jepang. Sudah lama kasusnya, kasusnya sudah selesai setahu saya. Tapi itu jangan dikait-kaitkan, kita lihat hasil penyelidikan polisi, kita jangan berspekulasi,” kata Judha Nugraha.

Menurut Guru Besar Kriminologi FISIP UI Adrianus Eliasta Meliala, hipotesis bahwa Daru tewas dibunuh sangat lemah. Sebab tidak ditemukan bukti seseorang masuk ke kamar Daru. Selain itu, menurut polisi, pintu dan jendela di kamar Daru terkunci dari dalam.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang terlibat mendalami kematian Daru juga membeberkan bahwa tidak terdapat tanda orang masuk ke kamar Daru. Kamar terkunci dari dalam. Plafon kamar pun tak ada bekas bobolan, masih utuh dan rapi.

“Tidak ada orang yang break-in (mendobrak masuk), tidak ada kunci rusak, tidak ada juga akses yang dirusak, dan seterusnya. Sehingga hipotesa tentang pembunuhan gagal. Teori pembunuhan gugur,” ujar Adrianus.

Bagaimana dengan hipotesis bunuh diri? Tak adanya bukti seseorang yang masuk paksa ke kamar Daru memunculkan dugaan bahwa Daru bunuh diri. Namun Reni menekankan, kesimpulan kematian bunuh diri harus dibuktikan secara teoritis dan empiris.

Reni mengatakan perlu menarik jauh kejadian sebelum peristiwa kematian guna melihat motif. Apakah dorongan bunuh diri karena kondisi jiwa atau penyebab di luar diri Daru. Polisi bertanggung jawab mengungkap motif di balik dugaan bunuh diri. Fakta seperti itu dapat dianalisis melalui temuan fakta di TKP, kondisi korban, sampai jejak digital.

Bunuh diri merupakan proses pergumulan batin. Selalu ada cerita dan motif di belakangnya. “Enggak ada yang ujug-ujug orang bunuh diri,” ujar Reni.

Teori bunuh diri menguat sebab ternyata sebelum pulang ke kosnya, Daru sempat berbelok ke kantor Kementerian Luar Negeri. Ia naik ke rooftop dan lalu lalang di sana selama sekitar 1,5 jam. Timeline di rooftop itu ditengarai sebagai rangkaian proses dan niat Daru mengakhiri hidup. Kendati begitu, lanjut Reni, polisi harus membongkar penyebabnya: apakah ada gangguan mental atau tekanan.

“Tapi kalau [dorongan bunuh diri] dari eksternal, pada umumnya orang akan bercerita pada orang dekatnya jika memang ada sesuatu, kecuali ada motif untuk menyembunyikan,” kata Reni.

Adrianus menyatakan dugaan bunuh diri mengemuka karena ada lilitan lakban di seputar kepala Daru. “Itu pada dasarnya dia hendak menghentikan jalan nafas. Jalan nafas dihentikan adalah suatu modus pembunuhan, asfiksia,” ucapnya.

Meski ciri-cirinya sesuai dengan karakter bunuh diri, Adrianus tak 100% menyimpulkan bahwa penyebab kematian Daru adalah bunuh diri, sebab mengakhiri hidup dengan cara asfiksia sangat menyakitkan. Menurutnya, teori bunuh diri asfiksia baru diyakini benar jika ditemukan semisal obat tidur atau obat yang mengandung obat tidur di sekitar korban.

Adrianus menilai teori bunuh diri masih kurang kuat. Sebab biasanya korban bunuh diri menunjukkan gejala dari perilaku, verbal, sampai tulisan. Sedangkan menurut keluarga, komunikasi Daru dengan istrinya baik-baik saja. Kelemahan ini harus ditambal polisi untuk membuktikan melalui temuan fakta.

Kecelakaan dengan Asfiksia

Bukan cuma dua hipotesa itu. Spekulasi lain yang mencuat di balik tewasnya Arya Daru adalah kecelakaan. Kecelakaan yang menghilangkan nyawa adalah tindakan tanpa intensi. Tidak ada motivasi mengakhiri hidup. Ini yang membedakan dengan teori bunuh diri.

“Ini yang disebut accidental death. Dia enggak punya intensi untuk menghilangkan nyawa, tapi jadi kecelakaan,” kata Reni.

Adrianus menyebut teori kecelakaan ini erat kaitan dengan tujuan erotika. Tapi hipotesis ini diragukan Adrianus. Sebab di TKP tak memperlihatkan fakta yang berhubungan dengan sexual disorder. Korban ditemukan tidak dalam keadaan tak berbusana. Polisi pun belum merilis bukti yang terkait dugaan penyimpangan seksual.

Adrianus berpandangan, munculnya beragam spekulasi di balik tewasnya Daru disebabkan sikap kepolisian yang tidak memberikan informasi sama sekali. Padahal jika informasi diberikan, isu liar tentang penyebab kematian Daru bakal terisolir. Ia menduga keputusan tersebut diambil karena terkait psikologi polisi. Walau Adrianus yakin polisi sudah mengantongi 90% data-data penyebab dan motif kematian Daru dari hasil autopsi, pemeriksaan digital forensik, hingga wawancara sejumlah saksi.

Data-data itu didapat dari penanganan perkara menggunakan metode scientific crime investigation (SCI). Adrianus pun berharap penerapan SCI juga dilakukan terhadap kasus-kasus lainnya yang lebih rumit dan tidak tebang pilih.

“Saya melihat ini sebagai bagian dari psikologi polisi yang gampang goyah, takut salah. Takut salahnya itu kemudian diyakini akan mengancam institusi. Mereka (polisi) enggak berani salah. Kenapa? Karena ketika mereka salah, ‘gorengannya’ kemudian luar biasa,” tutup Adrianus.