Kisah Alif, Alumni ITB yang Berjuang Sejak Kuliah, Kini Bisa Umrohkan dan Belikan Rumah Ibu

Kisah Alif, Alumni ITB yang Berjuang Sejak Kuliah, Kini Bisa Umrohkan dan Belikan Rumah Ibu

Kisah Inspiratif Alif Hijriah: Perjuangan dan Kesuksesan di Tengah Keterbatasan

Kisah hidup Alif Hijriah, seorang alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), menjadi contoh nyata betapa perjuangan bisa mengubah nasib seseorang. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ia tak pernah menyerah dan terus berusaha untuk meraih kesuksesan.

Alif lahir dari keluarga biasa yang tidak memiliki kekayaan materi yang besar. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan ibunya menjalani pekerjaan rumah tangga. Pada 2014, saat baru saja memasuki semester pertama jurusan Matematika di ITB, Alif harus menerima kenyataan pahit. Ayahnya meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung saat sedang mencari nafkah. Kepergian ayahnya itu meninggalkan duka mendalam bagi Alif, ibu, dan dua adiknya.

Dengan kehilangan sosok kepala keluarga, Alif sadar bahwa tanggung jawab keluarga kini ada di pundaknya. Ia merasa cemas dengan masa depan keluarganya, termasuk biaya hidup dan kebutuhan sehari-hari. Namun, ia tidak ingin terjebak dalam kesedihan. Baginya, pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengubah hidupnya.

Ia berkomitmen untuk kuliah dengan sungguh-sungguh. Selain fokus pada studi, Alif juga aktif mencari peluang penghasilan tambahan. Ia menjadi asisten dosen, asisten laboratorium, dan bahkan mengajar part time. Dari pekerjaan tersebut, ia mampu membantu biaya hidup keluarganya. "Semenjak itu saya jadi tulang punggung keluarga," ujarnya.

Selain itu, Alif juga mendapatkan bantuan dari program beasiswa seperti Bidikmisi dan Beasiswa Salman ITB. Setiap bulan, ia menerima sekitar Rp 3 juta. Namun, ia sangat hemat dalam penggunaannya. Misalnya, ia hanya mengambil Rp 11 ribu per hari, Rp 10 ribu untuk bensin perjalanan antara Baleendah dan ITB yang berjarak sekitar 16 KM, serta Rp 1 ribu untuk parkir di Masjid Salman.

Alif juga jarang menghabiskan uang untuk jajan atau mengikuti acara kampus yang membutuhkan biaya. Ia lebih memilih membawa bekal sendiri setiap hari. Meski begitu, ia tetap bersemangat dan percaya bahwa semua perjuangan akan terbayar.

Di semester 8, Alif mulai merasakan perubahan positif dalam hidupnya. Ia bertemu dengan sahabatnya, Adit, yang kemudian membantu membangun bimbingan belajar bernama Cerebrum. Setelah lulus S1, Alif langsung melanjutkan pendidikan S2 melalui program fast track.

Setelah sukses dalam usaha bimbelnya, Alif tidak lupa pada orang tua. Ia membelikan rumah untuk ibunya yang selama 40 tahun hidup mengontrak. Ia juga mengumrahkan ibunya dan menikah, kini memiliki dua anak, tempat tinggal yang layak, serta kendaraan yang memadai.

Alif sering menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia yang diberikan. Ia juga berpesan kepada teman-temannya untuk tidak mudah menyerah. "Semangat dan nikmati perjuangannya. Konsisten dan menjadi terbaik di bidang masing-masing," katanya.

Kisah Alif Hijriah mengajarkan kita bahwa dengan tekad, kerja keras, dan ketekunan, segala tantangan bisa diatasi. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berjuang dan meraih impian.