Komentar Wali Kota Tangsel Terkait Dugaan Pungli Seragam di SDN Ciledug Barat

Komentar Wali Kota Tangsel Terkait Dugaan Pungli Seragam di SDN Ciledug Barat

Wali Kota Tangsel Angkat Bicara Terkait Dugaan Pungli di SDN Ciledug Barat

Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Benyamin Davnie, memberikan pernyataan terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang dilaporkan terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciledug Barat. Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Sekolah SDN Ciledug Barat.

“Saat ini, kepala sekolah sudah kita periksa oleh inspektorat. Nanti kita lihat ke depannya,” ujarnya saat berbicara kepada wartawan. Meski demikian, Benyamin belum bisa memastikan sanksi yang akan diberikan terhadap kepala sekolah tersebut.

Ia menjelaskan bahwa sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan rekomendasi dari tim pemeriksa. “Sanksi nanti tergantung hasil dari pemeriksaan. Saya tidak bisa berdasarkan asumsi,” katanya.

“Nanti apa rekomendasi dari diriksusnya, itu yang akan kita laksanakan. Sekarang masih berproses, masih dilakukan pemeriksaan,” tambahnya.

Kepala Sekolah Tampakkan Rekening Pribadi dalam Tagihan Seragam

Sebelumnya, Nur Febri Susanti, seorang ibu rumah tangga di Kota Tangerang Selatan, mengaku diminta uang pembayaran seragam sekolah anaknya sebesar Rp1,1 juta. Febri mengatakan bahwa ia tidak memiliki uang untuk membayar tagihan tersebut, sehingga anaknya terancam tidak bisa bersekolah di SDN Ciledug Barat meskipun telah diterima.

Menurut Febri, kepala sekolah memintanya mencari sekolah lain jika tidak mampu melunasi biaya seragam. “Kepala sekolah bilang, kalau saya tidak sanggup, lebih baik cari sekolah lain saja,” katanya.

Biaya seragam senilai Rp1,1 juta mencakup pakaian muslim, baju batik, rompi, topi, atribut, serta buku paket pelajaran. Febri merasa biaya tersebut sangat besar, terlebih karena anaknya diterima di sekolah negeri. Ia juga curiga dengan rekening pribadi kepala sekolah yang dicantumkan dalam tagihan seragam.

“Anak saya sudah diterima, tapi saat daftar ulang disodori daftar biaya seragam Rp1,1 juta. Itu harus lunas dan ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah,” ujarnya.

Febri mengatakan bahwa penghasilannya hanya dari berjualan pempek secara online, sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang parkir. “Penghasilan suami saya pas-pasan. Saya juga jualan seadanya. Kalau bisa dicicil, mungkin kami masih bisa usahakan. Tapi ini diminta langsung, tanpa opsi,” jelasnya.

Polemik SPMB di Tangsel

Selain di tingkat SD, Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di tingkat SMA juga menjadi sorotan. Gubernur Banten, Andra Soni, mendapat laporan tentang sistem jalur domisili di SMA Negeri Tangerang Selatan. Banyak wali murid kecewa karena anaknya tidak diterima di sekolah negeri.

Andra Soni menegaskan bahwa Pemprov Banten hanya menjalankan regulasi resmi SPMB. Ke depan, akan diadakan program sekolah swasta gratis untuk siswa yang tidak lolos seleksi.

“Sampai hari ini masih ada beberapa sekolah yang banyak menerima tuntutan dari para orang tua agar anaknya diterima di sekolah negeri,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa aturan jalur domisili tahun ini melanjutkan program tahun sebelumnya. “Dulu, zaman zonasi, hanya anak-anak yang tinggal dalam zona tersebut yang bisa diterima. Itu dianggap tidak adil, maka diubah menjadi SPMB.”

“Anda apapun bentuk sistem seleksinya, selama jumlah sekolah masih kurang, maka ketidakpuasan akan terus terjadi,” lanjutnya.

Kekurangan jumlah sekolah negeri akan diimbangi dengan program sekolah swasta gratis. “Dan kami punya keyakinan bahwa kami harus memberikan keadilan kepada seluruh warga Banten untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Dasar,” pungkasnya.