Korupsi di Kemendikbudristek: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet

Penyelidikan KPK Terkait Pengadaan Google Cloud dan Kuota Internet di Kemendikbudristek
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Penyelidikan ini berkaitan dengan pengadaan layanan Google Cloud dan kuota internet gratis yang digunakan dalam sistem pembelajaran daring selama masa pandemi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus yang ditangani KPK berbeda dengan kasus korupsi laptop Chromebook yang saat ini sedang diproses oleh Kejaksaan Agung. Meskipun keduanya terkait dengan pengadaan perangkat teknologi pendidikan, penanganannya memiliki perbedaan mendasar.
“Terkait dengan Google Cloud, apakah sama dengan Chromebook yang sekarang sedang ditangani? Berbeda jawabannya,” ujar Asep. Ia menegaskan bahwa kasus laptop Chromebook lebih berkaitan dengan perangkat keras, sementara kasus Google Cloud berfokus pada perangkat lunak.
Peran Google Cloud dalam Pembelajaran Daring
Asep mengungkapkan bahwa kasus yang sedang diselidiki KPK terjadi pada masa pandemi. Saat itu, sistem pembelajaran daring menjadi salah satu cara utama untuk melanjutkan proses belajar mengajar. Data dari tugas siswa dan hasil ujian disimpan dalam bentuk cloud, termasuk Google Cloud.
Penggunaan layanan Google Cloud tersebut memerlukan pembayaran, yang kini sedang diselidiki oleh KPK. Proses pembayaran ini diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya praktik korupsi.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan kuota internet gratis kepada peserta didik selama masa pandemi. Bantuan ini bertujuan untuk mendukung kelancaran pembelajaran jarak jauh. Besaran kuota bervariasi tergantung pada jenjang pendidikan:
- PAUD: 20 GB per bulan (5 GB kuota umum dan 15 GB kuota belajar)
- Sekolah Dasar dan Menengah: 35 GB per bulan (5 GB kuota umum dan 30 GB kuota belajar)
- Mahasiswa dan Dosen: 50 GB per bulan (5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar)
Kasus Chromebook di Kejaksaan Agung
Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek. Mereka adalah mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih.
Kejagung menduga kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun akibat kasus ini. Pengadaan laptop tersebut dilakukan pada 2020-2022 dengan total anggaran sebesar Rp 9,3 triliun. Laptop tersebut akan dibagikan kepada siswa di berbagai tingkatan pendidikan, termasuk yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Dalam proses pengadaan, keempat tersangka diduga menyalahgunakan wewenang mereka dengan membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS atau Chromebook. Padahal, dalam kajian awal, laptop berbasis Chrome OS dinilai memiliki beberapa kelemahan dan kurang efektif digunakan di Indonesia.
Komunikasi antara KPK dan Kejaksaan Agung
Meski kasus yang ditangani KPK dan Kejaksaan Agung berbeda, Asep menegaskan bahwa kedua lembaga tetap berkomunikasi dalam menangani kasus ini. Ia menyoroti pentingnya koordinasi karena ada hubungan antara perangkat keras dan perangkat lunak dalam sistem pendidikan digital.
“Walaupun ini paket yang tidak bisa dipisah antara hardware dengan software,” kata Asep. Hal ini menunjukkan bahwa KPK dan Kejaksaan Agung saling melengkapi dalam upaya mengungkap dugaan korupsi di bidang pendidikan.