Kronologi Kasus Hasto dan Perkara Sekjen PDIP Terlibat Korupsi

Kronologi Kasus Hasto dan Perkara Sekjen PDIP Terlibat Korupsi

Kronologi Kasus Hasto Kristiyanto

Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), kini telah memasuki tahap akhir persidangan terkait dugaan kasus korupsi. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat resmi menjatuhkan vonis tiga tahun dan enam bulan penjara terhadapnya. Vonis ini dijatuhkan setelah proses persidangan yang cukup panjang.

Kasus ini berawal dari dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait perkara Harun Masiku. Dalam sidang putusan yang digelar di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (25/7/2025), hakim Rios Rahmanto menyatakan bahwa Hasto Kristiyanto dihukum selama tiga tahun enam bulan penjara. Sidang ini dilakukan di Jalan Bungur Besar Raya Nomor 24, 26, 28, Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara atas dua dakwaan, yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan. Dugaan suap terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui skema pergantian antarwaktu (PAW). Hasto diduga memberi uang sebesar Rp600 juta kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk membantu proses PAW tersebut.

Selain itu, Hasto juga diduga menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK dalam kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut bahwa Hasto memperoleh informasi bahwa KPK akan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan. Saat itu, Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya dan kabur agar tidak bisa dilacak oleh petugas KPK.

Proses Persidangan dan Dakwaan

Hasto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024. Sidang perdana sebagai terdakwa digelar pada 14 Maret 2025. Dalam sidang tersebut, Hasto didakwa melakukan dua tindak pidana, yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan.

Dalam dugaan suap, Hasto disebut bekerja sama dengan beberapa orang lain seperti advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Mereka dituduh memberikan uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut dimaksudkan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto juga diduga mempercepat proses pengurusan PAW dengan bantuan Agustiani Tio Fridelina, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memiliki kedekatan dengan Wahyu Setiawan. Proses pemberian uang dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan permohonan PAW.

Sementara itu, dalam dakwaan perintangan penyidikan, Hasto dinyatakan mengetahui bahwa KPK akan melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan. Ia kemudian memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya dan bersembunyi di kantor DPP PDI Perjuangan. Pihak KPK gagal menemukan Harun Masiku karena ponselnya tidak bisa dilacak.

Putusan dan Pertimbangan Hakim

Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dalam putusan hukumannya, hakim mempertimbangkan beberapa hal. Hal yang memberatkan adalah Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta tidak mengakui perbuatannya.

Di sisi lain, ada beberapa hal yang meringankan, seperti sikap sopan Hasto selama persidangan, tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Jaksa menilai bahwa Hasto telah memenuhi unsur pasal-pasal yang diterapkan dalam kasus ini.

Putusan ini menandai akhir dari proses hukum yang cukup panjang terhadap Hasto Kristiyanto. Meskipun divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, vonis ini tetap menjadi langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.