Orangtua Murid SMAN 7 Kecewa Penetapan Tersangka Dana PIP, Tahanan Kota dan Tak Ada Oknum Partai

Featured Image

Kritik dari Orang Tua Murid terhadap Penetapan Tersangka dalam Kasus Dana PIP SMAN 7 Cirebon

Sejumlah orang tua murid SMAN 7 Kota Cirebon, Jawa Barat, menyampaikan kritik terkait penetapan tersangka dalam kasus pemotongan dana PIP Aspirasi. Mereka mengkhawatirkan dampak yang muncul dari penahanan atau status tahanan kota terhadap para tersangka, khususnya karena keberadaan mereka di lingkungan sekolah.

Meylani Indria Sari, salah satu orang tua murid yang sebelumnya merupakan siswi kelas XII dan juga menjadi korban pemotongan dana PIP, memberikan apresiasi atas langkah APH (Aparat Penegak Hukum) yang telah menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, ia juga menyampaikan kekecewaan karena penanganan kasus dinilai tidak maksimal. Mey menilai bahwa hanya satu tersangka yang ditahan, sementara tiga tersangka lainnya dari internal sekolah hanya berstatus tahanan kota.

Menurut Mey, kondisi ini dapat memengaruhi psikologi para siswa dan proses belajar mengajar di sekolah. Ia khawatir jika ketiga tersangka tetap berada di lingkungan sekolah, maka akan ada dampak buruk terhadap lembaga pendidikan secara keseluruhan.

Haris, orang tua murid lainnya yang juga merupakan siswi kelas XII dan korban pemotongan dana PIP, menegaskan bahwa APH harus menindak tegas terhadap para tersangka. Baginya, kasus ini bukan sekadar pemotongan, melainkan perampasan hak-hak siswa. Anaknya sama sekali tidak mendapatkan apa yang seharusnya didapat. Haris menilai bahwa APH tidak hanya harus menahan satu orang saja, tetapi juga menindak semua pihak yang terlibat.

Selain itu, Haris mengkritik tidak adanya penetapan tersangka dari unsur partai atau oknum partai. Menurutnya, tersangka RN tidak mungkin melakukan pemotongan tanpa adanya arahan dari pihak tertentu. Oleh karena itu, ia meminta Kejaksaan Negeri Kota Cirebon untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Penjelasan dari Pihak Kepolisian

Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi, menjelaskan bahwa ketiga tersangka, yaitu kepala sekolah berinisial I, wakil kepala sekolah berinisial T, dan guru berinisial R, merupakan tahanan kota. Ketiganya tidak dihadirkan dalam konferensi pers karena status tahanan kota dan tidak dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.

Adapun tersangka berinisial RN adalah pihak eksternal yang sudah dilakukan penahanan selama 20 hari untuk pendalaman serta pemeriksaan lanjutan. Slamet menyatakan bahwa ketiga tersangka tahanan kota akan diperpanjang jika dibutuhkan.

Slamet menjelaskan bahwa Kejari Kota Cirebon mempertimbangkan status ketiga tersangka sebagai pengajar di instansi pendidikan. Selain itu, ketiganya menunjukkan iktikad baik dengan mengembalikan keuangan negara yang sudah diselewengkan. Dia meyakini bahwa ketiganya tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti hingga mengganggu proses penanganan kasus.

Ketiganya wajib lapor sebagai tindak lanjut proses penanganan pasca penetapan tersangka. Pertimbangan utama adalah asas karena mereka ini pengajar di sekolah. Selain itu, alasan subjektif adalah mereka tidak dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan hal lainnya. Meski demikian, mereka masih bisa mengajar, tetapi tetap wajib lapor.

Slamet juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan tembusan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat pasca-penetapan tersangka. Ia menilai pemerintah provinsi yang berwenang melakukan penanganan tindak lanjut atas masalah ini.