Perdebatan Larangan Kunjungan Belajar

Featured Image

Peran Study Tour dalam Pendidikan dan Protes terhadap Larangan

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Ledia Hanifa, menekankan bahwa kegiatan study tour harus memiliki hubungan langsung dengan proses pembelajaran di sekolah. Menurutnya, sebelum pemerintah mengambil kebijakan larangan, perlu dipertimbangkan bagaimana study tour dapat berkontribusi pada pendidikan siswa serta dampaknya terhadap keluarga. "Bukan hanya soal beban finansial bagi orang tua, tetapi juga bagaimana study tour bisa terkait erat dengan materi pelajaran," ujarnya.

Study tour yang dilarang di Jawa Barat memicu reaksi dari berbagai pihak. Salah satu yang menarik perhatian adalah demonstrasi yang dilakukan oleh para pengusaha bus, sopir, hingga agen perjalanan di Gedung Sate, Bandung. Mereka memblokade jalan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan mereka.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjelaskan bahwa larangan study tour dimaksudkan untuk mencegah kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. "Saya melarang kegiatan piknik, bukan study tour yang bermanfaat," katanya melalui media sosial. Ia menilai unjuk rasa tersebut menunjukkan bahwa study tour telah menyimpang dari fungsinya sebagai bagian dari proses belajar-mengajar. "Yang berdemo adalah pelaku jasa kepariwisataan, bukan siswa atau guru," tambahnya.

Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 43/PK.03.04/Kesra tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya, yang ditandatangani Dedi Mulyadi pada 2 Mei 2025. Dalam surat edaran tersebut, beberapa poin penting disampaikan, antara lain:

  • Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk toilet dalam kelas.
  • Peningkatan kualitas guru yang adaptif dan memahami arah pendidikan.
  • Larangan kegiatan study tour atau piknik yang membebani orang tua. Kegiatan bisa diganti dengan aktivitas edukatif seperti pengelolaan sampah, pertanian organik, atau pengenalan dunia usaha.
  • Larangan wisuda di semua jenjang pendidikan, karena dinilai hanya seremoni tanpa makna akademik.
  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan bisa membantu keluarga.
  • Larangan penggunaan kendaraan bermotor bagi siswa di bawah umur, dengan imbauan menggunakan angkutan umum.
  • Penguatan wawasan kebangsaan melalui pramuka, paskibra, dan kegiatan karakter lainnya.
  • Pembinaan siswa bermasalah melalui kerja sama dengan TNI dan Polri setelah persetujuan orang tua.
  • Pendidikan moral dan spiritual berbasis keagamaan sesuai keyakinan masing-masing.

Demonstrasi yang Melibatkan Pelaku Wisata

Ratusan anggota Asosiasi Jip Wisata Lereng Gunung Merapi asal Kabupaten Sleman, Yogyakarta, turut serta dalam aksi demonstrasi di Kota Bandung, Jawa Barat. Para pengemudi jip wisata Lava Tour bergabung dalam aksi yang diikuti oleh pekerja sektor pariwisata, mulai dari sopir bus hingga pelaku UMKM. Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi, Dardiri, mengatakan bahwa mereka datang untuk mendukung para pelaku wisata yang terdampak kebijakan larangan study tour.

Dedi Mulyadi mengakui bahwa kebijakannya akan ditolak oleh pelaku pariwisata. Namun, ia yakin sektor pariwisata tetap bisa berkembang tanpa bergantung pada siswa. "Biarkan yang datang berwisata adalah orang-orang yang mampu, bukan keluarga pas-pasan yang terpaksa piknik karena alasan study tour," ujarnya.

Studi Tour Tidak Boleh Menjadi Beban Orang Tua

Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menegaskan bahwa kegiatan study tour tidak boleh menjadi beban bagi orang tua siswa. Ia menyoroti bahwa kewenangan pendidikan tingkat SD dan SMP berada di bawah naungan Pemerintah Kota Bandung, sementara SMA sederajat diatur oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Kota Bandung hanya mengatur SD dan SMP. Maka dari itu, kebijakan study tour juga diatur agar tidak menjadi beban. Tidak ada kewajiban study tour. Ini harus jadi perhatian," ujarnya. Erwin juga menekankan bahwa study tour tidak masuk dalam nilai akademik siswa. "Jangan sampai ada sekolah yang memaksakan, apalagi sampai ada surat edaran yang bersifat paksaan. Kita tahu tidak semua orang tua mampu. Kita harus bijaksana," tambahnya.

Anwar Siswadi dan Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.