Perkara Persetubuhan Sesama Anak di Landak Masuk Pengadilan, Ancaman Putus Sekolah Menghantui
Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur Memasuki Tahap Persidangan
Di Kabupaten Landak, sebuah kasus dugaan persetubuhan antar sesama anak di bawah umur memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Ngabang. Sidang perdana sebelumnya dilakukan pada Selasa, 22 Juli 2025, namun ditunda dan kembali dilanjutkan pada Rabu, 23 Juli 2025.
Kasus ini melibatkan seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan telah ditahan karena dianggap sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Sementara itu, korban masih duduk di bangku SMP di Kecamatan Ngabang.
Orangtua dari anak yang berkonflik dengan hukum, yang dikenal dengan inisial (M), mengungkapkan bahwa kasus ini bermula pada 27 April 2025. Saat ini, anaknya sudah dalam penahanan oleh Kejaksaan Negeri Landak sejak 14 Juli 2025, untuk menjalani proses hukum yang sedang berjalan.
Pihak keluarga berharap agar penegak hukum dapat mempertimbangkan bahwa anaknya masih berstatus sebagai anak di bawah umur yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA atau sederajat. Mereka berpandangan bahwa anaknya tidak seharusnya menjalani proses hukum hingga ke pengadilan dan bahkan harus menjalani penahanan.
“Anak saya sudah lulus di salah satu sekolah, begitu mau daftar ulang lalu kena panggil dan kena tahan,” ujar orangtua tersebut pada Rabu, 23 Juli 2025. Ia menyampaikan bahwa anaknya tidak sempat mendaftar ulang sekolah karena proses belajar mengajar di sekolah telah dimulai. “Tidak sempat daftar ulang, kemaren daftar ulang hanya dua hari tanggal 14 kemaren. Yang saya syok itu kenapa anak saya waktu ditahan masih pakai baju seragam sekolah,” tambahnya.
Orangtua tersebut juga berharap agar penahanan terhadap anaknya tidak dilakukan dan segera dikembalikan kepadanya. “Saya maunya anak saya kembali ke saya, karena anak saya masih sekolah. Karena kasus ini anak saya ditahan, jadi anak saya tidak sekolah. Mau daftar ulang sudah tidak bisa, sedangkan saat ini sudah masuk sekolah,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mempertimbangkan masa depan anaknya yang masih usia pelajar dan memiliki masa depan panjang. Termasuk kondisi psikologisnya. Pihak keluarga juga menyatakan akan terus mengawal kasus ini.
Dalam hal ini, Kepala Sub Seksi Intelijen Kejari Landak, yang juga bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum, Erwin Agus Widiyanto, menjelaskan bahwa sejak awal penyidikan di tingkat Kepolisian, berkas perkara dinyatakan lengkap. Oleh karena itu, penanganan perkara dilanjutkan dan saat ini sudah sampai di Pengadilan Negeri Ngabang.
Proses persidangan dilakukan sesuai sistem peradilan anak yang berlaku. “Sebagaimana dalam penanganan proses perkara tindak pidana terhadap anak, ini dilakukan berdasarkan sistem peradilan pidana anak. Seperti tadi sudah dihadirkan dari Bapas (Balai Pemasyarakatan), dari Peksos (Pekerja Sosial) semua hadir turut dalam persidangan,” jelasnya.
Terkait penanganan kasus yang melibatkan anak di bawah umur, baik sebagai korban maupun pelaku, Erwin menyebut bahwa tidak dilakukan proses Diversi atau pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hal ini disebabkan ancaman pidana di atas tujuh tahun.
“Berdasarkan Undang-undang sistem peradilan pidana anak, ketentuan dimana diversi terhadap tindak perkara yang ancaman pidana di atas tujuh tahun ini tidak dilakukan diversi. Tetapi dengan ancaman tindak pidana yang dibawah 7 tahun itu wajib (diversi) dari tahap penyidikan, tahap penuntutan ataupun tahap pemeriksaan di persidangan wajib mengupayakan upaya diversi,” jelasnya.
Ketentuan Diversi tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan pasal sangkaan yang ditetapkan dalam perkara ini, yakni Pasal 81 ayat 1 dan Pasal 81 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Anak.