PT FS dan Dua Produsen Beras Diduga Terlibat Penyelundupan, Kasus Naik ke Tahap Penyidikan

Featured Image

Penyelidikan Pengoplosan Beras Premium

Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri terus melakukan penyelidikan terkait dugaan pengoplosan beras premium. Dari ratusan sampel yang diambil dari pasar modern dan tradisional, hasil uji laboratorium telah keluar untuk lima merek beras premium. Kelima merek tersebut tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan langkah-langkah penyelidikan lanjutan. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kelima merek tersebut, yaitu Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, Setra Pulen, Sania, dan Jelita, tidak sesuai dengan kriteria mutu yang berlaku. Merek-merek ini berasal dari tiga produsen, yaitu PT PIM sebagai produsen Sania, PT FS sebagai produsen Setra Ramos Merah, Biru, dan Pulen, serta Toko SY sebagai produsen Jelita.

Penggeledahan juga dilakukan di empat titik lokasi, termasuk Jakarta Timur, Subang, dan Serang. Total 201 ton beras dalam berbagai kemasan disita bersama dokumen produksi, izin edar, serta hasil uji laboratorium. Menurut Brigjen Helfi, praktik memperdagangkan produk pangan yang tidak sesuai mutu dan takaran merupakan kejahatan. Polri berkomitmen untuk menindak tegas pelaku-pelaku usaha yang merugikan masyarakat.

Saat ini, kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Para pelaku disangkakan melanggar beberapa pasal undang-undang, antara lain Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukuman yang bisa diterima adalah hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Langkah lanjutan yang akan ditempuh oleh Polri mencakup pemeriksaan saksi-saksi dari korporasi, menggelar perkara untuk penetapan tersangka, penelusuran kemungkinan merek lain yang tidak sesuai mutu, serta tracking aset hasil kejahatan. Saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan karena masih ada pemeriksaan saksi ahli hasil laboratorium dengan saksi ahli perlindungan konsumen.

Dalam kasus ini, dapat diterapkan tersangka korporasi maupun perseorangan. Hal ini didasarkan pada kewenangan direksi setiap produsen yang diduga mengetahui produksi beras tidak sesuai mutunya. Produsen dengan mesin otomatis memiliki niat jahat yang terlihat dari pengaturan mesin. Mesin ini dapat diatur agar beras premium memiliki presentase pecahan maksimal 15 persen. Namun, jika diatur lebih dari 15 persen dan tetap dijual sebagai premium, maka niat jahatnya terlihat.

Untuk produsen dengan mesin manual, prosesnya lebih sederhana. Banyak produsen langsung memasukkan beras tanpa melalui pemeriksaan, sehingga mutu dalam kemasan hanya sekedar formalitas. Standar mutu beras premium meliputi presentase pecahan sebesar 15 persen dan kadar air sebesar 14 persen. Jika kadar air tinggi melebihi 14 persen, maka penyusutan beras bisa lebih banyak.

Selain itu, Satgas Pangan Polri juga menjerat kasus ini dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tujuannya adalah untuk mengejar aset hasil kejahatan yang dinikmati oleh korporasi atau perseorangan. Pihaknya juga mendalami seberapa lama produsen melakukan praktik curang ini, agar dapat diketahui besarnya uang hasil kejahatan.

Brigjen Helfi mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dalam mewujudkan ekosistem pangan yang adil dan transparan. Ia berharap upaya penegakan hukum ini memberikan efek jera dan mendorong pelaku usaha untuk berbisnis dengan jujur. Bersama-sama, mereka harus menjaga keamanan pangan demi Indonesia Emas 2045.

Kerugian Konsumen Akibat Pengoplosan Beras

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa penjualan beras kemasan yang tidak sesuai mutu maupun takaran merugikan masyarakat. Kementan menghitung kerugian konsumen mencapai Rp 99 triliun. Angka ini sangat besar, setara dengan anggaran Kejaksaan untuk 4 tahun lebih. Sebagai catatan, APBN Kejaksaan tahun ini sekitar Rp 23,3 triliun.

Tingginya nilai kerugian masyarakat membuat Amran berkomitmen untuk mengusut kasus ini. Ia menyerahkan 212 merek beras kemasan yang tidak sesuai mutu, baik dari sisi kualitas spesifikasi maupun takaran beratnya. "Kita hitung kira-kira Rp 99 triliun potensi kerugian masyarakat. Itu adalah perbuatan yang jahat," tegas Amran.

Amran menyampaikan bahwa upaya tegas untuk pemberantasan mafia pangan tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto. Amran mengungkap, Prabowo telah memberikan instruksi langsung agar tidak ada kompromi terhadap pelanggaran regulasi. "Pak Presiden minta, kalau masih tidak sesuai regulasi yang ada, harus ditindak tegas. Tidak ada lagi ruang diskusi," ujar Mentan Amran.

Ia menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam dan akan menindak tegas pengusaha ataupun produsen yang terbukti melakukan kecurangan. "Seluruh pengusaha beras seluruh Indonesia yang tidak mengikuti aturan harus ditindak," tandasnya.

Amran juga menyoroti bahwa saat ini sejumlah negara lain mengalami krisis pangan. Oleh karena itu, kondisi pangan di Indonesia harus dijaga. Tidak boleh ada oknum atau mafia pangan yang memanfaatkan peluang meraup keuntungan, di tengah stok pangan yang melimpah.

Amran memastikan bahwa pasokan beras nasional saat ini dalam kondisi aman. Selama bulan ini pemerintah akan menyalurkan 360 ribu ton bantuan pangan beras dalam rangka program perlindungan sosial. Selain itu, pemerintah membuka keran untuk 1,3 juta ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sampai akhir 2025. Beras SPHP dijual murah, dengan tujuan menurunkan harga beras premium yang sudah di atas harga eceran tertinggi (HET).

Dengan stok nasional mencapai 4,2 juta ton, Kementan optimistis harga akan segera stabil. Bagi Amran, tidak ada alasan untuk memainkan harga di tengah pasokan yang melimpah. "Pemerintah akan terus mengawal distribusi hingga ke tangan konsumen," tandasnya.