Sekolah Rakyat Beri Harapan bagi Keluarga Kurang Mampu di Kalsel, Bentuk Pendidikan Karakter yang Berkelanjutan

Program Pendidikan Gratis Sekolah Rakyat Dimulai di Kalimantan Selatan
Program pendidikan gratis yang dikenal dengan nama Sekolah Rakyat resmi dimulai pada pertengahan Juli 2025. Dalam pelaksanaannya, dua lokasi utama berada di Kota Banjarbaru, yaitu Sentra Budi Luhur dan Balai Besar Pendidikan Kesejahteraan Sosial (BBPKS). Kedua tempat ini menjadi pusat pelaksanaan Sekolah Rakyat di Kalimantan Selatan.
Sentra Budi Luhur menjadi lokasi untuk jenjang Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 20 Banjarbaru. Di sini, terdapat empat rombongan belajar (rombel) yang masing-masing terdiri dari sekitar 25 siswa. Sementara itu, BBPKS memiliki jumlah siswa yang lebih besar, yaitu 125 siswa yang terbagi dalam lima rombel. Dari jumlah tersebut, dua rombel berada di jenjang SMP dan tiga rombel di jenjang SMA.
Komposisi Siswa dan Asrama
Di Sentra Budi Luhur, jumlah siswa SRMP 20 Banjarbaru mencapai 100 orang, terdiri dari 53 laki-laki dan 47 perempuan. Mereka berasal dari lima kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, yaitu Kota Banjarbaru, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanahlaut, dan Baritokuala.
Sebagai program pendidikan berbasis asrama, para siswa akan tinggal di gedung khusus yang terpisah antara putra dan putri. Setiap bangunan memiliki kapasitas maksimal 26 siswa, sedangkan setiap kamar diisi oleh 6 hingga 10 siswa. Awalnya, siswa tidak langsung mengikuti kegiatan belajar-mengajar, melainkan menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) selama sekitar dua minggu.
Tujuan dan Keistimewaan Sekolah Rakyat
Kepala Sentra Budi Luhur, Bambang Tri Hartono, menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat merupakan program pendidikan gratis yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Pemerintah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Berbeda dengan sekolah formal biasanya, Sekolah Rakyat menerapkan sistem boarding school. Para siswa tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga tinggal di asrama. Semua kebutuhan seperti perlengkapan sekolah, pakaian, dan kebersihan diri ditanggung pemerintah. Hal ini memungkinkan siswa fokus pada proses belajar tanpa khawatir tentang biaya hidup.
Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum pembelajaran di Sekolah Rakyat disiapkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Kementerian Agama (Kemenag), dengan dukungan penuh dari Kementerian Sosial (Kemensos). Kurikulum ini mengikuti standar nasional, namun juga dilengkapi dengan pendidikan karakter untuk membentuk siswa yang lebih baik.
Pengenalan Lingkungan dan Disiplin
Selama MPLS, siswa dikenalkan dengan bangunan dan fasilitas di lingkungan sekolah. Mereka juga diajarkan tata tertib dan cara hidup berasrama. Selain itu, siswa diberikan makan tiga kali sehari, termasuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Mereka juga diberikan nutrisi tambahan untuk memastikan kesehatan dan keseimbangan gizi.
Setelah dua minggu, siswa mulai beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka sudah terbiasa bangun pagi pada pukul 04.30 Wita, membersihkan diri, dan melaksanakan salat subuh pada pukul 05.00 Wita. Proses adaptasi ini membutuhkan waktu, namun secara bertahap, siswa mulai merasa memiliki ikatan dengan teman-temannya.
Harapan Orang Tua
Salah satu siswa, Adinda (12 tahun), berasal dari Kota Banjarbaru dan memilih Sekolah Rakyat karena keterbatasan biaya. Ayahnya, Amrullah, menyampaikan bahwa ia ingin anaknya sukses dan tidak mengalami kegagalan seperti dirinya. Ia berharap pendidikan yang diperoleh anaknya bisa lebih baik dari orangtuanya.
Pandangan Pengamat Pendidikan
Pengamat Pendidikan ULM, Moh Yamin, menilai bahwa program Sekolah Rakyat sangat bagus jika benar-benar menjangkau anak-anak yang tidak tersentuh oleh pendidikan umum. Namun, ia mempertanyakan bagaimana mengukur Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam program ini.
Yamin menegaskan bahwa tujuan utama semua lembaga pendidikan adalah sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, penting untuk memastikan tidak ada tumpang tindih data peserta didik dan tidak saling berebut peserta didik antar lembaga.