Sidang Kedua Mantan Kepala Sekolah Pemerkosa 20 Siswa Digelar Rahasia di PN Sukoharjo, Mengapa?

Sidang Kedua Terdakwa Pelecehan Seksual terhadap Anak di Bawah Umur
Sidang kedua terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 20 anak di bawah umur digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo. Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi, yang dilakukan secara tertutup. Sidang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dan dipimpin oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Pembukaan sidang dilakukan karena salah satu saksi yang dihadirkan merupakan anak di bawah umur. Hal ini dilakukan untuk melindungi identitas dan psikologis korban sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Kuasa hukum korban, Lanang Kujang Pananjung, menjelaskan bahwa pada sidang kedua ini, terdapat empat orang saksi yang memberikan keterangan. Diantaranya adalah dua anak korban dan kedua orang tua korban.
Sebelumnya, Dendi Irwandi didakwa melanggar Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan tiga ayat pemberatan, yaitu ayat (1), ayat (2), dan ayat (4). Pasal 82 ayat 1 menyebutkan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Namun, terdakwa terkena pemberatan karena ia adalah seorang guru sekaligus kepala sekolah, yang seharusnya menjadi panutan.
Selain itu, jumlah korban lebih dari satu anak, sehingga ancaman hukuman ditambah sepertiga dari pidana pokok. Jika pidana pokoknya maksimal 15 tahun, maka dengan penambahan sepertiga bisa jadi total 20 tahun. Selain itu, Pasal 82 ayat 4 menyebutkan kemungkinan sanksi tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan kebiri kimia.
20 Anak Jadi Korban
Sebanyak 20 anak di bawah umur menjadi korban pelecehan seksual di lingkungan lembaga pendidikan formal berbasis islam di Kabupaten Sukoharjo. Korban dilecehkan oleh oknum gurunya sendiri. Pelaku merupakan seorang pengajar sekaligus kepala sekolah di tempat tersebut. Diketahui, puluhan anak korban ini merupakan laki-laki.
Kasus ini diketahui sejak tiga tahun lalu. Awalnya hanya satu orang tua yang menemui kuasa hukum korban dan menyampaikan pelecehan tersebut. Namun, berkembang banyak dari mereka yang datang dan menyampaikan hal serupa. Dari data yang dimiliki, ada sekitar 20 an anak yang menjadi korban.
Peristiwa itu sudah terjadi sejak tiga tahun silam. Lokasi pelecehan tidak hanya terjadi di lingkup sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Ada yang saat ekstrakurikuler renang di daerah Janti Klaten, salah satu anak itu saat ganti baju diseret masuk ke kamar mandi lalu pintunya dikunci dari dalam dan dilecehkan. Dari sekian banyak anak yang jadi korban itu, ada anak yang mendengar nama pelaku ini sudah ketakutan.
Sekolah Tak Berizin Sejak 2019
Sekolah Dasar (SD) berbasis Islam di Kecamatan Grogol, yang diduga menjadi lokasi kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, ternyata tidak memiliki izin. Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Sukoharjo, Muh Mualim, mengatakan sekolah dasar tersebut tidak ada izin baik dari dinas pendidikan maupun Kemenag. Ia menjelaskan, kasus yang saat ini tengah menjadi sorotan publik terkait dengan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur sudah dirapatkan dengan Bupati Sukoharjo.
Meski begitu, pihaknya mengaku tak punya wewenang terkait dengan kasus tersebut. Sebab, kasus tersebut saat ini sudah ditangani oleh Kepolisian Sukoharjo. Mualim mengaku, kurangnya pengawasan sehingga membuat sekolah dasar tersebut berdiri tanpa izin sejak tahun 2019 silam.
Pernyataan Bupati Sukoharjo
Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, menegaskan tidak akan memberikan toleransi terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak, terlebih jika terjadi di lingkungan lembaga pendidikan. Pernyataan tegas ini disampaikan Etik menyusul mencuatnya dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan sebuah sekolah dasar (SD) di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.
Etik menyatakan bahwa pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang. Ia menekankan kasus seperti ini harus diproses sesuai hukum yang berlaku dan tidak boleh ada pembiaran. Ia juga menyatakan bahwa sekolah-sekolah yang belum mengantongi izin operasional akan ditertibkan guna memastikan seluruh lembaga pendidikan di Sukoharjo memenuhi standar legalitas dan perlindungan anak.
Saat ini, kasus dugaan pelecehan tersebut sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Pemerintah daerah berkomitmen untuk mendukung penuh proses hukum agar para pelaku mendapatkan hukuman setimpal.