Pemblokiran Rekening Tidak Aktif: Solusi yang Tepat?

Featured Image

Kebingungan Nasabah Terhadap Pemblokiran Rekening Dorman

Banyak nasabah bank di Indonesia merasa bingung dan khawatir terkait kebijakan pemblokiran rekening dorman yang dilakukan oleh lembaga terkait. Pertanyaan-pertanyaan muncul, seperti apakah pemblokiran sepihak diperbolehkan, apakah nasabah harus diberitahu terlebih dahulu, serta bagaimana proses pengambilan keputusan tersebut.

Biasanya, pemblokiran rekening dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, dalam kasus ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut serta dalam tindakan pemblokiran. PPATK melakukan hal ini karena menemukan banyak kasus rekening nasabah yang digunakan untuk transaksi ilegal, seperti penjualan rekening, peretasan, atau penggunaan tidak sah.

Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, tindakan ini dilakukan untuk melindungi pemegang rekening dari potensi penyalahgunaan pihak yang tidak berwenang. Tujuan utamanya adalah mencegah kejahatan keuangan yang bisa merugikan nasabah dan sistem perbankan secara keseluruhan.

Kriteria Pemblokiran Rekening Dorman

Setiap bank memiliki kriteria sendiri dalam menentukan rekening dorman. Umumnya, rekening yang tidak aktif selama tiga bulan akan menjadi target pemblokiran. Namun, ada juga rekening yang diblokir karena digunakan untuk aktivitas ilegal seperti judi online. Menurut Ivan, rekening yang paling sering diblokir adalah yang sudah tidak aktif selama lima tahun atau lebih, karena rentan disalahgunakan.

Selain itu, PPATK juga memblokir rekening yang digunakan untuk kejahatan pencucian uang. Dari hasil analisis mereka, ditemukan lebih dari 140.000 rekening yang tidak aktif selama lebih dari sepuluh tahun dengan nilai mencapai Rp328,6 miliar tanpa adanya pembaruan data nasabah.

Jutaan Rekening Diblokir dan Dibuka Kembali

Sejak Mei 2025, PPATK telah memblokir sekitar 31 juta rekening dorman dengan total nilai mencapai Rp6 triliun. Namun, setelah dilakukan klarifikasi, sebagian besar rekening tersebut ternyata tidak terindikasi adanya tindak pidana. Sebanyak 28 juta rekening berhasil dibuka kembali karena tidak ada indikasi penyalahgunaan.

Meski demikian, kebijakan ini masih menimbulkan pro dan kontra. Banyak nasabah merasa kecewa dan merasa diperlakukan seperti pelaku kejahatan. Beberapa anggota DPR bahkan menyampaikan kritik terhadap langkah PPATK, sementara yang lain menilai kebijakan ini tepat sebagai upaya pencegahan kejahatan keuangan.

Keluhan dan Tanggapan Nasabah

Keputusan pemblokiran rekening dorman menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju, bahkan ada yang merasa diperlakukan tidak adil. Banyak nasabah mengeluh karena rekening mereka diblokir tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Beberapa warga Jawa Timur bahkan memilih menarik dana dari bank sebelum rekening mereka diblokir. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan mulai goyah. Apabila kondisi ini dibiarkan, bisa saja terjadi "rush" atau kerumunan nasabah yang ingin menarik dana, yang dapat mengancam stabilitas bank.

Tantangan dan Solusi

Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, banyak nasabah lebih memilih menggunakan layanan dompet digital yang lebih cepat dan efisien. Bisa saja, rekening dorman yang diblokir adalah rekening yang sengaja tidak digunakan karena nasabah lebih nyaman menggunakan layanan online.

Namun, pemblokiran rekening dorman juga menimbulkan pertanyaan tentang kerahasiaan simpanan nasabah dan regulasi perbankan. Perlu ada kajian mendalam untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak melanggar aturan yang berlaku.

Mencari Solusi yang Lebih Baik

Jika tujuan pemblokiran adalah mencegah kejahatan keuangan, maka perlu dipertimbangkan alternatif lain. Misalnya, menutup situs judi online secara langsung bisa menjadi solusi yang lebih efektif. Dengan menghilangkan sumber utama kejahatan, jumlah rekening yang digunakan untuk aktivitas ilegal bisa diminimalisir.

Selain itu, penting untuk memperjelas kebijakan pemblokiran agar tidak menimbulkan kegaduhan. Jika kebijakan ini tetap diteruskan, maka harus disertai dengan transparansi dan pendekatan yang selektif. Dengan begitu, kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan bisa kembali pulih.