200 Siswa SMPN 8 Kupang Keracunan Usai Makan Gratis, Rendang Berbusa

200 Siswa SMPN 8 Kupang Keracunan Usai Makan Gratis, Rendang Berbusa

Kebutuhan Aksi Cepat dan Transparansi dalam Kasus Keracunan MBG

Kasus keracunan yang menimpa ratusan siswa SMPN 8 Kota Kupang, NTT, akibat makanan bergizi gratis (MBG) telah memicu kekhawatiran besar di kalangan siswa, orang tua, dan pihak sekolah. Dari total 200 siswa yang terkena dampak, sebanyak 140 di antaranya dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Kejadian ini tidak hanya menimbulkan trauma pada para pelajar, tetapi juga mengundang pertanyaan tentang kualitas dan pengelolaan program MBG.

Kronologi Kejadian dan Penyebab Diduga

Menurut informasi yang diberikan oleh kepala SMPN 8 Kota Kupang, Maria Th. Roslin L, siswa-siswi makan MBG pada hari Senin (21/7). Menu yang disajikan terdiri dari nasi, daging sapi, tahu, buncis, bunga pepaya, dan buah pisang. Makanan tersebut disiapkan oleh penyedia program MBG. Namun, setelah dimakan, banyak siswa mulai merasakan gejala seperti muntah, mules, dan pusing.

Beberapa siswa bahkan menyampaikan bahwa makanan tersebut berbau asam dan basi. Salah satu korban, Jordan Doko, mengatakan bahwa aroma makanan tidak sedap dan terasa basi. Sementara itu, Julius Emanuel Boimau dan Anita Mbasa juga melaporkan bahwa daging rendang yang mereka konsumsi berbusa dan berbau tidak enak. Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa makanan yang disajikan tidak layak dikonsumsi.

Respons Pihak Berwenang dan Investigasi

Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa kasus ini termasuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB). Pihaknya sedang melakukan pengujian sampel makanan untuk mengetahui penyebab pasti keracunan. Selain itu, laboratorium di Balai Besar POM Kupang juga sedang melakukan penyidikan terhadap makanan yang dikonsumsi siswa. Pihak BPOM juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Trauma Siswa dan Penolakan MBG di Sekolah Lain

Berdasarkan laporan, penolakan MBG terjadi di beberapa sekolah lain, termasuk SMPN 5 Kota Kupang. Ratusan siswa secara kompak menolak makanan yang disediakan pemerintah. Mereka takut mengalami hal serupa seperti teman-teman mereka di SMPN 8. Penolakan ini dilakukan saat apel pagi, dengan siswa menyatakan penolakan dengan mengangkat tangan dan menyuarakan ketakutan.

Kepala SMPN 5, Ferderik Mira Tade S.Pd, mengakui adanya penolakan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pihak sekolah sudah berusaha menenangkan siswa dan orang tua, namun kekhawatiran tetap tinggi. Akibat penolakan ini, pihak sekolah memutuskan untuk menghentikan sementara distribusi makanan dan berkoordinasi dengan pelaksana program.

Permintaan Orang Tua dan Kritik terhadap Pengelolaan Dana

Para orang tua juga mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap program MBG. Masdiana Wara, ibu dari salah satu korban, mengatakan bahwa anaknya dua kali masuk rumah sakit karena makanan dari program ini. Ia memilih membawa bekal sendiri untuk anaknya. Maria Nahak, orang tua lainnya, bahkan menyarankan agar dana MBG dikelola langsung oleh orang tua, sehingga mereka bisa memastikan makanan yang sehat dan aman untuk anak-anak.

Kesimpulan dan Tindakan Lanjutan

Kasus keracunan MBG di Kupang menunjukkan pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan program makanan gratis. Pihak sekolah, pemerintah, dan lembaga terkait harus segera bertindak untuk memastikan keselamatan siswa. Hasil investigasi dari Dinas Kesehatan dan BPOM akan menjadi kunci untuk mengetahui penyebab pasti dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Selain itu, partisipasi orang tua dalam pengelolaan dana MBG juga perlu dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang.