Amplop Kondangan Viral, Ini Tanggapan Ditjen Pajak

Amplop Kondangan Viral, Ini Tanggapan Ditjen Pajak

Isu Amplop Kondangan Akan Dikenakan Pajak, Ini Penjelasan DJP

Baru-baru ini, isu mengenai amplop kondangan yang akan dikenakan pajak kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi setelah seorang anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyampaikan informasi bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memungut pajak dari amplop yang diterima masyarakat dalam acara hajatan atau kondangan.

Video yang menampilkan Mufti Anam saat rapat dengar pendapat dengan pihak Danantara dan Kementerian BUMN viral di media sosial. Dalam video tersebut, ia menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu melakukan pemungutan pajak secara masif sebagai upaya menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dilakukan karena penerimaan negara berkurang akibat dividen BUMN dialihkan ke BPI Danantara.

Mufti Anam mengatakan bahwa pemerintah akan meminta pajak kepada orang-orang yang mendapatkan amplop dari acara hajatan. Ia menilai hal ini sangat tidak adil dan membuat rakyat merasa terbebani. Pernyataannya itu kemudian menimbulkan reaksi beragam dari warganet di media sosial.

Beberapa netizen mempertanyakan kebenaran informasi tersebut. Salah satu komentar menulis, "Masa sih sampai amplop kondangan mau kena pajak juga?". Sementara yang lain berkomentar, "Gimana caranya amplop dipajakin? Mungkin petugas pajak bakal jagain tiap acara hajatan kali".

Tanggapan Ditjen Pajak

Menanggapi isu tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu membantah tegas kabar bahwa amplop kondangan akan dikenakan pajak. Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk memungut pajak dari amplop kondangan.

Ia menegaskan bahwa tidak ada kebijakan baru yang akan memungut pajak dari acara hajatan, baik amplop yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital. "Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Pajak maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan," ujar Rosmauli.

Menurutnya, pernyataan Mufti Anam muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku umum. Ia menjelaskan bahwa tidak semua kegiatan dapat dijadikan objek pajak. Meskipun Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) menyebutkan bahwa tambahan kemampuan ekonomis dapat menjadi objek pajak, termasuk hadiah atau pemberian uang, penerapannya tidak semerta-merta berlaku dalam semua kondisi.

Rosmauli menambahkan bahwa jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP.

Prinsip Self-Assessment dalam Sistem Perpajakan

Sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana setiap Wajib Pajak melaporkan sendiri penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Oleh karena itu, DJP Kemenkeu tidak mungkin melakukan pemungutan langsung di acara hajatan.

"Kami tidak memiliki rencana untuk itu," pungkas Rosmauli. Ia menegaskan bahwa DJP hanya akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh wajib pajak sesuai ketentuan yang berlaku.