Banyak Musisi Bingung dengan Ketidakjelasan Hukum Royalti

Masalah Royalti Lagu dan Kekacauan Hukum dalam Industri Musik Indonesia
Masalah royalti lagu masih menjadi isu yang menghiasi dunia musik di Indonesia. Banyak artis, terutama para musisi ternama, masih merasa bingung dengan aturan yang berlaku dalam industri ini. Bahkan setelah sidang di Mahkamah Konstitusi, masalah kejelasan hukum tetap menjadi perhatian serius bagi para pelaku seni.
Dalam seminar 'Aspek Hukum dan Bisnis Performing Rights dalam Industri Kreatif', yang diselenggarakan di Universitas Pelita Harapan (UPH), Karawaci, Tangerang, para musisi dari Vibrasi Suara Indonesia (VISI) menyampaikan kekhawatiran mereka. Mereka menilai bahwa ketidakjelasan hukum membuat para performer sering berada dalam situasi yang tidak pasti.
Armand Maulana, ketua VISI, menjelaskan bahwa para penyanyi sering kali menghadapi tantangan hukum saat tampil di panggung. "Selama ini kami sebagai performer sering kali berada di posisi yang tidak pasti secara hukum, terutama terkait siapa yang berkewajiban membayar royalti performing rights," ujarnya.
Senada dengan Armand, Judika menekankan pentingnya membangun ekosistem industri yang sehat dan taat hukum. Ia menilai bahwa jika semua pihak memahami kewajibannya, konflik seperti yang sering terjadi soal royalti bisa diminimalisir.
Ariel NOAH juga menyatakan bahwa masih banyak perbedaan tafsir terhadap Undang-Undang Hak Cipta yang menimbulkan kebingungan dan ketakutan di kalangan musisi. Ia berharap uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan VISI bisa menjadi titik balik.
"Kami ingin ada kejelasan. Jangan sampai musisi bingung dan takut saat tampil karena masalah hukum yang tidak jelas," katanya. BCL juga menyampaikan harapannya agar industri musik Indonesia bisa sehat dan maju, dengan perlindungan dan pengaturan yang adil bagi seluruh pelaku ekosistem.
Mahasiswa magister hukum Batch 55 UPH pun berharap dapat mendorong terwujudnya tata kelola industri musik yang lebih transparan, akuntabel, dan selaras dengan nilai-nilai perlindungan hukum. Mereka juga berharap dapat menciptakan masyarakat sosial yang aware terhadap permasalahan hukum secara umum dan performing rights secara khusus.
Perbedaan Tafsir Aturan dan Dampaknya
Sebelumnya, penyanyi Sammy Simorangkir menilai sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) multitafsir. Salah satu pasal yang menyebut pencipta lagu bisa menagih royalti kepada penyanyi secara langsung dinilai sebagai bentuk nyata hilangnya jaminan rasa aman bagi para pelaku pertunjukan.
"Ini adalah bentuk nyata dari hilangnya jaminan rasa aman untuk melaksanakan profesi secara sah dan merupakan bentuk kerugian konstitusional yang nyata sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," ujarnya.
Sammy menegaskan bahwa hampir semua lagu membutuhkan kerja kolektif dan kontribusi dari berbagai pihak, termasuk musisi, penata musik, produser, backing vokal, penata suara, hingga kru. Ia menilai bahwa jika hak eksklusif atas lagu ditafsirkan sebagai kekuasaan mutlak yang dapat membatalkan kontribusi nyata para pelaku pertunjukan, maka bukan perlindungan hukum yang terjadi melainkan ketimpangan.
Sistem Pengelolaan Royalti yang Masih Menyisakan Keraguan
Terkait sistem pengelolaan royalti di Indonesia, sejatinya telah ditegaskan secara eksplisit dalam Pasal 89 ayat (1) hingga (3) UU Hak Cipta. Pasal tersebut menyatakan bahwa royalti atas lagu dan/atau musik wajib dikelola melalui manajemen kolektif nasional, yakni lembaga yang mewakili para pencipta dan pemilik hak terkait.
Namun, frasa "setiap orang" dalam pasal tersebut masih bisa ditafsirkan secara berbeda, sehingga memberi celah bagi pemegang hak cipta lagu untuk menagih langsung royalti kepada pelaku pertunjukkan.
Beberapa pasal yang diuji dalam perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 Mahkamah Konstitusi (MK) antara lain: Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2). Penafsiran yang berbeda terhadap pasal-pasal ini menjadi sumber kebingungan dan ketidakadilan bagi para pelaku industri musik.