Beras Oplosan Meningkat, Ahli: Akibat Harga Beras Premium Tidak Naik

Featured Image

Penyelidikan Terhadap Beras Oplosan di Indonesia

Di tengah meningkatnya harga beras, muncul berbagai kekhawatiran terkait praktik pengoplosan beras premium. Pengamat Pertanian dari Core Indonesia, Eliza Mardian, menilai bahwa tindakan ini dilakukan oleh produsen sebagai strategi untuk memaksimalkan keuntungan di tengah kenaikan harga gabah. Menurutnya, meskipun harga gabah meningkat, harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium tidak mengalami penyesuaian yang seimbang.

“Oplosan ini menjadi strategi produsen untuk memaksimalkan keuntungan di tengah kenaikan harga gabah, sementara dari sisi HET penjualan premium tidak ada penyesuaian yang sepadan,” ujarnya.

Kenaikan harga beras juga disebabkan oleh naiknya harga gabah sebagai bahan baku utama. Untuk menurunkan harga beras, diperlukan efisiensi di sisi produksi dan pemangkasan rantai distribusi. Eliza menyarankan agar pemerintah lebih gencar melakukan operasi pasar guna menstabilkan harga beras.

“Jika ingin menurunkan harga beras maka rantai distribusinya harus dipangkas, efisiensi biaya produksi di sisi hulunya,” katanya.

Selain itu, Eliza menyatakan bahwa realisasi dari penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) serta bantuan pangan masih rendah. Sampai 21 Juli 2025, penyaluran beras SPHP baru mencapai 182.214 ton dari target 1,5 juta ton. Sementara itu, realisasi bantuan pangan berupa beras hanya mencapai 76.000 ton dari pagu alokasi 365.000 ton.

Stok beras di gudang Perum Bulog mencapai 4,2 juta ton, dengan 2,7 juta ton beras dari penyerapan dalam negeri saat panen raya. Namun, jika penyaluran terus lambat, stok beras dapat menumpuk dan berpotensi menurunkan kualitasnya.

Menurut Eliza, Indonesia akan memasuki panen raya kedua. Jika gudang Bulog masih penuh akibat lambatnya penyaluran, maka Bulog berpotensi tidak bisa menyerap gabah petani ke depan.

Tindakan Satgas Pangan

Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri telah melakukan penyelidikan terkait dugaan pengoplosan beras premium. Tim melakukan pengecekan ke lapangan, baik pasar tradisional maupun modern, untuk pengambilan sampel beras premium maupun medium.

Kepala Satgas Pangan Polri Helfi Assegaf menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan atas sampel ke laboratorium penguji Balai Besar Pengujian Standar Instrumen (BBPSI). Hingga saat ini, hanya 9 merek yang diperiksa, dengan 5 merek yang hasilnya menunjukkan beras premium tidak memenuhi standar mutu.

“Namun sampai dengan hari ini, kami baru mendapatkan 9 merek, dan 5 merek yang sudah ada hasilnya, yaitu beras premium yang tidak memenuhi standar mutu,” kata Helfi.

Selanjutnya, Satgas Pangan membuat laporan polisi dan melakukan proses penegakan hukum terhadap produsen maupun hasil dari temuan yang telah disampaikan oleh ahli dari laboratorium. Selain itu, tim juga melakukan pemeriksaan kepada para saksi, termasuk ahli untuk menjelaskan hasil laboratorium dan ahli perlindungan konsumen.

Berdasarkan hasil penyelidikan, Helfi mengungkap adanya dugaan peristiwa pidana. Akibatnya, status penyelidikan dinaikkan menjadi penyidikan. Dari hasil penyidikan, Satgas Pangan menyita barang bukti sebanyak 201 ton beras. Perinciannya, kemasan 5 kilogram berbagai merek beras premium sebanyak 39.036 pcs dan kemasan 2,5 kilogram berbagai merek beras premium sebanyak 2.304 pcs.

Beberapa merek yang terlibat antara lain Sania, Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, Jelita, dan Anak Kembar. Pasal yang dikenakan terhadap perkara tersebut adalah tindak pidana perlindungan konsumen dan atau pencucian uang dengan cara memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada label kemasan.