Cak Imin Usulkan Pemilihan Kepala DPRD, Ketua Komisi II Sebut Masih dalam Batas Konstitusi

Cak Imin Usulkan Pemilihan Kepala DPRD, Ketua Komisi II Sebut Masih dalam Batas Konstitusi

Perdebatan Pilkada Tidak Langsung dalam Koridor Konstitusi

Pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia selama ini dilakukan secara langsung, di mana rakyat memiliki hak untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati melalui pemungutan suara di TPS. Namun, beberapa waktu terakhir muncul wacana yang menyarankan agar pilkada dilakukan tidak langsung, yaitu dengan dipilih oleh DPRD. Pendapat ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk tokoh politik seperti Rifqinizamy Karsayuda, Ketua Komisi II DPR RI.

Rifqinizamy menilai bahwa wacana pilkada tidak langsung masih berada dalam koridor konstitusi. Ia menjelaskan bahwa konstruksi hukum terkait pemilihan umum (pemilu) telah diatur secara eksplisit dalam UUD 1945, sedangkan untuk pilkada tidak ada ketentuan yang sama. Hal ini membuat penafsiran terhadap proses pemilihan kepala daerah lebih fleksibel.

Menurut Rifqinizamy, Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Namun, tidak ada klausula khusus yang mengatur pemilihan kepala daerah. Sementara itu, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. Kata "demokratis" ini menjadi dasar bagi berbagai interpretasi, termasuk pilihan antara direct democracy (demokrasi langsung) atau indirect democracy (demokrasi tidak langsung).

Karena itu, usulan agar pilkada dilakukan secara tidak langsung bukanlah pelanggaran konstitusi. Rifqinizamy menegaskan bahwa setiap gagasan yang ingin mengubah mekanisme pilkada harus dilihat dalam konteks konstitusi yang ada.

Sejarah Pilkada Langsung dan Munculnya Wacana Tidak Langsung

Sejak pertama kali digelar pada tahun 2005, pilkada di Indonesia dilakukan secara langsung. Rakyat memiliki kesempatan untuk menggunakan hak pilih mereka di TPS. Sebelum tahun tersebut, kepala daerah dipilih oleh DPRD, sebuah sistem yang kembali mencuat sebagai wacana pada tahun 2025 ini.

Wacana ini tidak muncul tiba-tiba, tetapi telah lama menjadi topik pembicaraan dalam dunia politik. Salah satu tokoh yang mendukung wacana ini adalah Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia menyampaikan pendapatnya dalam acara Hari Lahir ke-27 PKB, di mana ia berbicara di hadapan Presiden Prabowo Subianto.

Cak Imin menilai bahwa beberapa kepala daerah cenderung melakukan konsolidasi politik yang lamban. Ia mengatakan bahwa proses politik yang terlalu panjang dapat menghambat efektivitas pemerintahan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pilkada dilakukan melalui DPRD, sehingga prosesnya lebih cepat dan efisien.

Namun, Cak Imin juga mengakui bahwa usulan ini menantang karena banyak pihak menolak. Meski begitu, PKB tetap berkomitmen untuk mengejar efektivitas dan percepatan pembangunan tanpa adanya hambatan dalam tahapan demokrasi. Selain itu, ia menyebutkan bahwa ada isu tentang pemisahan pilkada dan pemilu, yang saat ini masih dalam proses evaluasi.

Tujuan Demokrasi yang Efektif

Cak Imin berharap di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, akan tercipta konsolidasi demokrasi yang lebih efektif. Tujuannya adalah untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia menekankan bahwa demokrasi tidak hanya tentang pemilihan, tetapi juga tentang bagaimana proses itu bisa memberikan hasil yang optimal.

Dengan adanya wacana pilkada tidak langsung, semakin banyak diskusi yang muncul tentang bagaimana sistem demokrasi di Indonesia bisa disempurnakan. Dari sudut pandang hukum, Rifqinizamy menegaskan bahwa langkah tersebut masih dalam koridor konstitusi. Namun, dari sudut pandang praktis, masalah utamanya adalah bagaimana memastikan bahwa proses pilkada tetap efektif dan berjalan lancar.