Hanya Malang, Boyolali Juga Pernah Gunakan Sound Horeg Saat Sambut Jokowi Purna Tugas

Perbincangan Mengenai Sound Horeg di Desa Donowarih
Sound horeg kini menjadi topik yang sedang ramai dibicarakan, terutama setelah adanya Surat Edaran (SE) dari Kepala Desa (Kades) Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Surat ini dikeluarkan terkait acara yang menghadirkan sound horeg di desa tersebut.
Dalam SE tersebut, warga yang sakit, anak kecil, bayi, dan lansia diminta untuk mengungsi saat acara digelar. Acara ini merupakan bagian dari Karnaval Pesta Rakyat Karangjuwet Vol. 5 yang rencananya akan berlangsung pada Kamis (24/7/2025). Ada total 11 sound system atau sound horeg yang akan hadir dalam acara tersebut.
Perlu diketahui bahwa penggunaan sound horeg bukanlah hal baru. Di Boyolali, pernah ada penggunaan sound horeg saat menyambut kepulangan Presiden Joko Widodo. Penyambutan ini dilakukan pada Minggu, 20 Oktober 2024. Berbagai hiburan disiapkan, termasuk sound horeg yang berdiri di pinggir jalan yang akan dilalui rombongan Jokowi. Suara musik DJ yang menggelegar dapat terdengar dari jarak 100 meter. Tak hanya bass yang menggelegar, suara tribel juga memecah suasana jalan raya.
Imbauan untuk Mengungsi
Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur kini menjadi sorotan karena adanya SE dari Kepala Desa. Isi surat edaran tersebut adalah imbauan agar warga yang memiliki bayi, anak kecil, lansia, dan orang yang sedang sakit untuk mengungsi saat acara digelar. Hal ini dilakukan demi kenyamanan bersama.
“Agar dapat menjaga jarak atau mengamankan sementara dari lokasi kegiatan demi kenyamanan bersama,” bunyi kalimat dari potongan surat edaran tersebut. “Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat sound system yang akan digunakan cukup keras (sound horeg),” jelas SE tersebut.
Sekretaris Desa Donowarih, Ary Widya Hartono, membenarkan adanya SE ini. Menurutnya, surat edaran tersebut adalah langkah antisipasi dari Pemerintah Desa. Acara karnaval ini sudah menjadi tradisi rutin yang digelar dua tahun sekali dalam rangka bersih desa.
Acara Dibiayai Swadaya Masyarakat
Ary menjelaskan bahwa pembiayaan acara ini bukan berasal dari dana pemerintah, melainkan dari swadaya masyarakat. “Pembiayaan kegiatan ini sepenuhnya dibiayai secara swadaya oleh masyarakat, bukan dari dana pemerintah,” katanya.
Ia juga memastikan bahwa surat edaran ini dikeluarkan bukan karena ada konflik, melainkan sebagai tindakan preventif. “Saat kami presentasi ke kepolisian, kami tegaskan bahwa surat edaran ini bentuk antisipasi dari desa,” ujarnya. Warga pun mendukung penuh kegiatan ini. Bahkan, di RT 28 ada yang mengeluarkan kontingen pakai mobil hias sebagai bukti bahwa panitia tidak memaksa warga harus menggunakan sound horeg.
Warga yang dilewati sound horeg rela mengungsi untuk mendukung kelancaran acara. “Dari warga yang riskan, sudah mengungsi ke tempat saudara atau ke tetangga yang rumahnya tidak di tepi jalan,” kata Ary.
Sejarah Sound Horeg
Sound horeg adalah kegiatan yang menggunakan sound sistem dengan suara menggelegar. Ini menjadi ciri khas hiburan masyarakat di berbagai wilayah Jawa, khususnya di Jawa Timur dan sekitarnya. Istilah "horeg" berasal dari bahasa Jawa yang berarti bergetar. Suara yang dikeluarkan sound horeg biasanya berupa dentuman bass yang kuat hingga membuat kaca rumah sampai bergetar.
Sejarah sound horeg berawal dari tradisi rakyat, terutama pada hajatan seperti pernikahan, khitanan, hingga acara keagamaan di desa-desa Jawa Timur. Pada awal 2000-an, masyarakat mulai menggunakan pengeras suara sederhana untuk keperluan hiburan dan pengumuman. Namun, sejak tahun 2014 di Malang, penggunaan pengeras suara semakin populer. Setelah era pandemi Covid-19, penggunaan pengeras suara ini bertransformasi menjadi tren budaya masyarakat desa, khususnya di wilayah Malang, Blitar, Kediri, Banyuwangi, dan kota-kota lain di Jawa Timur, DIY, serta Jawa Tengah.