Hutan Gunung Salak Rusak Akibat Penebangan Liar, Warga Cidahu Terancam Bencana

Featured Image

Kerusakan Hutan di Blok Cangkuang Mengancam Kehidupan Warga

Warga Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi kini hidup dalam ketakutan akibat kerusakan hutan yang terjadi di Blok Cangkuang. Kawasan ini berada di lereng Gunung Salak dan mengalami kerusakan parah akibat aktivitas penebangan liar yang berlangsung selama lebih dari dua tahun.

Salah satu tokoh masyarakat setempat, Rohadi (75), menyebutkan bahwa kejadian ini diduga melibatkan seorang tokoh berpengaruh berinisial HB. Pria yang dikenal sebagai jawara di wilayah tersebut disebut memiliki peran dalam penebangan ilegal. Banyak jenis pohon bernilai tinggi seperti Mangong, Damar, Jengjeng, Pasah, Saninten, dan Puspa telah ditebang secara masif. Bahkan, pohon Pinus dan Damar yang awalnya ditanam untuk program penghijauan juga turut menjadi sasaran.

Menurut Rohadi, diperkirakan lebih dari 15.000 batang pohon telah ditebang. Dari total luas hutan sekitar 70 hektare, hampir separuhnya kini dalam kondisi gundul. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena dampaknya terasa langsung pada warga di tiga desa yang bergantung pada aliran air dari Blok Cangkuang, yaitu Desa Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso.

Debit air bersih menurun drastis dan kualitas air memburuk. Air yang dulu jernih kini cepat keruh meski hanya terkena hujan ringan. Kolam-kolam penampungan yang biasanya penuh kini hanya terisi setengah. Banjir bandang pertama tercatat dua tahun lalu, tepatnya pada Oktober 2022, di kawasan Pondokaso akibat meluapnya sungai Cibojong yang membawa lumpur dan ranting-ranting yang merusak permukiman.

Sungai Cibojong merupakan tempat bertemunya dua aliran air dari sungai Cibogo Cidahu dan aliran sungai Cirasamala Cicurug yang keduanya berasal dari arah Gunung Salak melewati Blok Cangkuang. Kekhawatiran warga semakin besar karena akar-akar pohon yang dulu menahan air kini telah membusuk dan tidak lagi berfungsi.

Ironisnya, sebelum pembabatan liar berlangsung, kawasan ini dikelola melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) dengan ketat. Gerbang hutan selalu tertutup dan pembalakan ilegal ditindak tegas. Kini, kawasan tersebut dibiarkan terbuka tanpa pengawasan, dan vegetasi alami digantikan dengan lahan kosong yang diduga disiapkan untuk komersialisasi.

Warga Cidahu yang berada di bawah kaki Gunung Salak RW.02 meminta pihak pemerintah daerah dan pusat untuk segera turun tangan. Mereka berharap Gubernur Jabar bisa melihat kondisi ini dan segera mengambil langkah untuk mengatasi ancaman bencana.

Upaya konfirmasi ke Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Wilayah III Sukabumi mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas ilegal tersebut. Baru-baru ini dikonfirmasi Bupati Sukabumi Asep Japar, ia mengaku belum mengetahuinya. Ia mengklaim sedang mendalaminya.

Sebelumnya, pemerhati Ekologi sempat melakukan aksi unjuk rasa pada 2 Juli 2025 di depan Kantor Bupati yang tergabung dalam organisasi Masyarakat Pemerhati Ekologi (Mahalogi). Menurut mereka, hilangnya pohon-pohon penyangga akibat aktivitas ilegal ini berpotensi besar memicu bencana ekologis di wilayah Sukabumi.

Mahalogi menduga akar permasalahan ini berasal dari klaim penguasaan lahan oleh seorang oknum yang mengaku memiliki surat pengelolaan atas lahan tersebut. Lebih lanjut, Mahalogi menuding adanya keterlibatan oknum pejabat Pemerintah Kabupaten Sukabumi dalam dugaan pemberian surat kuasa kepada pengacara oknum tersebut.

Mereka menuntut Pemerintah Kabupaten Sukabumi, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian, untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap seluruh pelaku perusakan lingkungan, baik individu, aparat, maupun korporasi. Mahalogi juga menyerukan dilakukannya kajian kebencanaan menyeluruh, serta peluncuran program penghijauan yang masif dengan melibatkan pemuda dan petani lokal. Mereka juga mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk segera turun tangan menangani persoalan ekologis di Sukabumi.