Kerja Sama Ekonomi dengan AS Dikritik, Prabowo: Jika Menghakimi, Ada Kebijakan Lain

Kebijakan Ekonomi dan Perlindungan Pekerja di Bawah Pemimpinan Prabowo Subianto
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam pidatonya pada acara perayaan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025) malam, menyampaikan beberapa poin penting terkait kebijakan ekonomi dan perlindungan pekerja. Ia menyinggung adanya kritik terhadap kebijakan kerja sama dengan Amerika Serikat di bidang ekonomi.
Prabowo menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalin kerja sama dengan mantan Presiden AS Donald Trump mengenai pajak ekspor. Meski situasi dunia saat ini tidak stabil, ia tetap berkomitmen untuk menjaga kepentingan nasional, khususnya dalam melindungi pekerja Indonesia dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Memang situasi dunia sedang tidak baik-baik saja, kita tahu itu. Perang di sini, perang di sini. Tapi Indonesia memang berusaha menjaga. Kita non-blok, kita hormati semua, kita baik,” ujar Prabowo dalam pidatonya.
Ia juga menekankan bahwa negosiasi ekonomi bukanlah hal yang mudah, namun merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai kepala negara. Dalam hal ini, pendekatan yang diambil adalah untuk melindungi kepentingan bangsa Indonesia, khususnya para pekerja.
“Dalam bidang ekonomi saya harus menjaga asal tidak ada alasan untuk PHK pekerja-pekerja kita,” tambahnya.
Kritik dan Pengawasan dalam Kebijakan Ekonomi
Prabowo menyatakan bahwa setiap langkah pemerintah pasti akan mendapat kritik. Namun, ia menegaskan bahwa kritik tersebut harus diterima dengan sikap terbuka dan pengawasan yang baik. Ia juga menyampaikan bahwa selalu ada orang yang nyinyir, namun tujuan utamanya adalah bekerja dengan baik tanpa mengharapkan kebenaran mutlak.
Pada acara tersebut, hadir pula Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, serta sejumlah tokoh penting seperti Wakil Presiden ke-13 RI Ma'ruf Amin, Ketua MPR Ahmad Muzani, Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, dan lainnya.
Transfer Data Pribadi ke Amerika Serikat
Selain isu ekonomi, terdapat pula isu transfer data pribadi ke Amerika Serikat yang mendapat kritik. Pemerintah Indonesia telah menyepakati klausul mengenai penghapusan hambatan perdagangan digital, termasuk transfer data pribadi ke AS.
Menurut pakar siber Alfons Tanujaya, transfer data pribadi ke luar negeri boleh dilakukan selama negara tujuan memiliki perlindungan data yang setara atau lebih tinggi dari UU PDP (Perlindungan Data Pribadi). Namun, data strategis seperti data pertahanan tetap harus disimpan di Indonesia.
“Data harus dienkripsi dan tidak boleh diakses tanpa persetujuan eksplisit. Dan harus ada perjanjian bilateral untuk mencegah penyalahgunaan oleh otoritas asing,” jelas Alfons.
Ia juga menyampaikan bahwa lokasi penyimpanan data tidak menentukan keamanan data. Yang lebih penting adalah metode penyimpanan dan kedisiplinan dalam pengelolaan data. Menurutnya, bahkan jika data disimpan di komputer atau server lokal, keamanannya bisa tetap terancam jika tidak dienkripsi dengan baik.
Keamanan Data dan Ancaman Ransomware
Alfons menyoroti bahwa meskipun data disimpan di luar negeri, keamanannya tetap bisa dijaga jika menggunakan enkripsi yang kuat. Ia mencontohkan kasus ransomware seperti di MGM Caesar Palace atau Colonel Pipeline, di mana pihak asing dapat membayar tebusan untuk mengakses data yang terenkripsi.
“Yang penting itu enkripsi yang kuat sehingga tidak bisa dibaca sekalipun bocor. Itu yang paling penting,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa data yang disimpan di luar negeri, seperti layanan Google atau WhatsApp, sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan adalah mekanisme pengamanan data, bukan hanya lokasi penyimpanannya.
Regulasi dan Persyaratan Transfer Data
Atas dasar PP Nomor 71 Tahun 2019 dan UU Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022, data non-strategis boleh disimpan di luar negeri asalkan memenuhi ketentuan perlindungan data. Jika pemerintah RI benar-benar mengizinkan data masyarakat dikelola atau disimpan di AS, maka syarat minimum harus dipenuhi, antara lain:
- Perusahaan AS harus tunduk pada UU PDP Indonesia.
- Ada audit dari Komisi PDP.
- Data harus dienkripsi dan tidak boleh diakses tanpa persetujuan eksplisit.
- Harus ada perjanjian bilateral untuk mencegah penyalahgunaan oleh otoritas asing.
Dengan demikian, kebijakan transfer data pribadi ke AS harus didasarkan pada prinsip keamanan, regulasi yang jelas, dan perlindungan hak warga negara.