Kisah Pengasuh Panti Asuhan yang Selamatkan Anak Korban Kekerasan

Featured Image

Kehidupan di Panti Asuhan Mutiara Insan, Banyuwangi

Pada malam hari yang gelap, Zona Kreasi mengunjungi Panti Asuhan Mutiara Insan yang berada di Kelurahan Taman Baru, Kecamatan Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi panti asuhan ini berada di sebuah rumah bekas kos-kosan yang telah diwakafkan untuk kebutuhan pendidikan dan perlindungan anak-anak.

Di dalam bangunan tersebut, beberapa anak usia sekolah sedang belajar bersama pengasuh mereka, Reni Suwarsih. Sementara itu, anak-anak yang lebih muda tengah bermain dengan riang. Reni memegang seorang bayi berusia 2,5 bulan yang juga menjadi salah satu anak asuhnya. Senyumnya yang tenang dan teduh terlihat jelas, sembari mengenakan hijab panjang.

Reni menceritakan bahwa panti asuhan ini awalnya didirikan pada tahun 2019. Awalnya, yayasan menempati sebuah bangunan sewa di Dadapan, Kecamatan Kabat. Sebelum panti asuhan berdiri, Yayasan Asa Insan Karomah yang ia naungi fokus pada pelayanan kepada anak yatim dan dhuafa yang masih tinggal bersama keluarga masing-masing.

Yayasan tersebut bekerja sama dengan guru-guru yang menyediakan layanan gratis di daerah-daerah yang banyak dihuni oleh keluarga anak yatim atau dhuafa. Dengan begitu, donasi dari para donatur bisa digunakan secara efektif untuk membantu kebutuhan dasar anak-anak tersebut.

Namun, selama perjalanan, Reni melihat langsung kondisi yang tidak ideal. Ada anak-anak yang sering melihat orangtua bertengkar hingga mengalami depresi. Hal ini memicu hasrat Reni untuk mendirikan panti asuhan yang dapat menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak korban kekerasan.

Dengan adanya panti asuhan, Reni berharap semua anak dapat mendapatkan gizi yang cukup, perhatian yang memadai, serta pendidikan yang terstruktur. Meskipun niatnya sudah bulat, Reni sempat merasa ragu untuk membuat keputusan besar.

Keputusan tersebut akhirnya diambil setelah seorang bayi pertama dari pasangan muda datang ke panti asuhan. Bayi tersebut awalnya dianggap sebagai kesalahan, namun bagi Reni, ia dianggap sebagai amanah yang harus dijaga.

Awalnya, panti asuhan berada di sebuah rumah tipe 21 di Kecamatan Kabat. Namun, segala hal yang dihadapi tidak mudah. Perizinan yang harus lengkap, serta masalah tempat tinggal yang kompleks, membuat prosesnya sangat rumit.

Setelah empat tahun menyewa, pemilik rumah ingin agar yayasan membeli rumah tersebut. Meski rencana pembelian dibuat, uang belum terkumpul dan penjual terus mendesak. Keputusan sulit harus diambil: membeli dengan biaya tinggi atau memutuskan tidak membeli dan mencari tempat lain.

Akhirnya, Allah memberikan jalan. Pemilik rumah menghubungi Reni dan menawarkan rumah tersebut secara gratis untuk digunakan sebagai panti asuhan. Keputusan ini membuat Reni lega dan segera membawa semua anak asuhnya ke lokasi baru tersebut.

Dengan dana yang ada, beberapa renovasi dilakukan, mulai dari pintu yang rusak hingga tembok yang berjamur. Semua perbaikan dilakukan agar anak-anak dapat tinggal dengan nyaman dan sehat.

Kini, jumlah anak asuh di Panti Asuhan Mutiara Insan mencapai 13 anak. Mereka terdiri dari tiga anak SMA, satu anak SMP, dan sisanya SD, balita, serta yang terkecil berusia 2,5 bulan. Anak-anak tersebut mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah dekat panti asuhan, dan sebagian besar mendapat potongan biaya sekolah.

Reni mengakui bahwa masa pendaftaran sekolah merupakan masa yang paling "ngoyo" karena harus mengatur kembali keuangan. Selain itu, latar belakang anak-anak yang berasal dari keluarga broken home, kurang perhatian, dan miskin memengaruhi kemampuan belajar mereka.

Meski tidak ada yang menonjol, anak-anak memiliki bakat yang unik. Salah satunya memiliki kemampuan dalam mengotak-atik sesuatu dan memecahkan teka-teki. Reni membiarkan anak tersebut bereksplorasi dan mengembangkan rasa ingin tahu, yang berdampak positif pada mentalnya.

Selain itu, Reni terus memotivasi anak-anak untuk mengejar pendidikan hingga tingkat SMA. Ia bahkan meminta mahasiswa yang melakukan bakti sosial untuk menyampaikan pesan penting tentang pentingnya pendidikan.

Sebagai hasilnya, anak-anak yang awalnya hanya ingin lulus SMA dan bekerja untuk mendapatkan uang, kini memiliki wawasan yang lebih luas. Reni berharap, dengan pendidikan yang baik, anak-anak ini bisa sukses di masa depan, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk keluarganya.