Konflik Thailand-Kamboja Memburu, 9 Warga Tewas, 86 Desa Mengungsi

Konflik Thailand-Kamboja Memburu, 9 Warga Tewas, 86 Desa Mengungsi

Konflik Thailand dan Kamboja yang Memanas

Pada hari Kamis (24/7/2025), situasi di wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas, khususnya di sekitar Candi Ta Moan Thom. Wilayah ini menjadi titik panas dalam sengketa teritorial yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad. Konflik ini menewaskan sedikitnya 9 warga sipil dari Negeri Gajah Putih dan menyebabkan puluhan ribu penduduk dari 86 desa mengungsi ke lokasi yang lebih aman.

Kedua negara saling menyalahkan atas insiden tersebut. Otoritas Thailand menyatakan bahwa militer Kamboja memulai serangan dengan tembakan artileri ke pos penjagaan perbatasan. Sementara itu, Kamboja menuduh Thailand melakukan invasi dengan mengerahkan jet tempur F-16 untuk menyerang beberapa titik strategis di Provinsi Oddar Meanchey.

Kepala Distrik Kabcheing, Provinsi Surin, Sutthirot Charoenthanasak mengungkapkan bahwa peluru artileri jatuh ke permukiman warga. Ia juga mengonfirmasi adanya dua korban jiwa akibat serangan tersebut. "Kami telah mengevakuasi sekitar 40.000 warga dari 86 desa ke lokasi yang lebih aman," ujarnya.

Penarikan Duta Besar dan Blokade Ekonomi

Buntut konflik yang semakin memburuk memicu tindakan diplomatik. Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir diplomat Kamboja dari Bangkok. Sebaliknya, Kamboja juga melakukan hal yang sama. Kedua negara mulai merespons secara ekonomi dengan melarang impor produk pertanian dari Thailand dan memblokir siaran media Thailand. Di sisi lain, Thailand mengancam akan memutus pasokan listrik dan koneksi internet ke wilayah perbatasan.

Kamboja secara resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menyelesaikan sengketa. Namun, Thailand menolak yurisdiksi ICJ dan bersikeras bahwa penyelesaian harus dilakukan secara bilateral. Meskipun kedua negara merupakan anggota ASEAN yang diharapkan menyelesaikan masalah secara damai, hubungan politik dan ekonomi yang memburuk serta meningkatnya sentimen nasionalisme membuat penyelesaian cepat tampak sulit.

Sejarah Sengketa Wilayah yang Berlangsung Lebih dari Satu Abad

Konflik antara Thailand dan Kamboja bukanlah hal baru. Sengketa wilayah khususnya berkaitan dengan area sekitar Kuil Preah Vihear, yang menjadi pusat konflik teritorial sejak lama. Sengketa ini dimulai pada awal abad ke-20 terkait batas wilayah warisan kolonialisme Prancis. Pada tahun 1962, ICJ memutuskan bahwa Candi Preah Vihear adalah milik Kamboja. Namun, wilayah sekitar candi tetap menjadi sumber sengketa hingga kini.

Pada tahun 2008, ketegangan kembali meletus ketika Kamboja mengajukan status warisan dunia UNESCO untuk Candi Preah Vihear. Langkah ini memicu bentrokan senjata dan korban jiwa hingga tahun 2011. Meski sempat terjadi gencatan senjata dan penarikan pasukan melalui perjanjian bilateral dan mediasi ASEAN, isu perbatasan tidak pernah benar-benar terselesaikan.

Peristiwa Terbaru yang Memicu Ketegangan

Ketegangan terbaru dimulai pada 28 Mei 2025, ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam baku tembak di wilayah Segitiga Zamrud—titik pertemuan perbatasan Thailand, Laos, dan Kamboja. Kedua negara saling menyalahkan sebagai pihak pemicu insiden. Sebulan kemudian, Thailand mengklaim bahwa Kamboja kembali menanam ranjau darat di wilayah sengketa, menyebabkan tiga tentaranya terluka. Kamboja membantah tuduhan tersebut dan menyebut ledakan disebabkan oleh sisa-sisa ranjau era perang saudara.

Peristiwa ini memicu militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk menyerang target militer Kamboja. Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Richa Suksuwanon, menyatakan bahwa mereka menggunakan kekuatan udara untuk menyerang target sesuai rencana. Serangan ini langsung dibalas oleh Kamboja. Perdana Menteri Hun Manet menyebut aksi tersebut sebagai bentuk invasi bersenjata.

Wilayah sengketa saat ini sebagian besar berakar dari perbedaan interpretasi terhadap peta perbatasan yang dibuat Prancis saat menjajah Kamboja antara 1863–1953. Meski ICJ memberikan Preah Vihear kepada Kamboja pada 1962, Thailand tetap bersikukuh bahwa wilayah sekitar candi masih belum jelas statusnya.

Dampak pada Politik Dalam Negeri Thailand

Konflik ini juga berdampak pada politik dalam negeri Thailand. Ketegangan di perbatasan sering kali digunakan sebagai alat tekanan terhadap pemerintahan sipil oleh militer. Ayah PM Paetongtarn, Thaksin Shinawatra, dan bibinya Yingluck, keduanya digulingkan dengan dalih nasionalisme perbatasan yang dimainkan oleh kelompok konservatif.

Paetongtarn pernah menyampaikan bahwa meski keluarganya bersahabat dengan keluarga Hun Sen, ia tidak akan mengorbankan kepentingan negara. “Jika seorang teman meminta rumah Anda, tidak mungkin Anda memberikannya,” ujarnya.