Malaysia Deportasi 12 Warga Aceh, Empat dari Aceh Tenggara

Malaysia Deportasi 12 Warga Aceh, Empat dari Aceh Tenggara

Pemulangan 232 WNI/PMI dari Malaysia: Proses dan Tanggung Jawab Bersama

Sebanyak 232 warga negara Indonesia (WNI) atau pekerja migran Indonesia (PMI) kembali dipulangkan ke tanah air setelah menjalani proses detensi di Malaysia. Pemulangan ini dilakukan melalui fasilitasi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru. Proses pemulangan ini mencerminkan kolaborasi yang baik antara pihak otoritas keimigrasian Malaysia dan perwakilan RI.

Proses pemulangan ini dilakukan melalui Terminal Internasional Pasir Gudang, Johor. Para WNI/PMI diberangkatkan menggunakan dua kapal feri berbeda menuju Pelabuhan Batam Centre, Kepulauan Riau. Sebelumnya, mereka menjalani proses detensi di dua lokasi berbeda, yaitu Depot Tahanan Imigresen Kemayan, Pahang, dan Jabatan Imigresen Putrajaya.

Rombongan pertama terdiri dari 83 orang, dengan rincian 65 laki-laki, 18 perempuan, dan enam anak-anak. Sementara itu, rombongan kedua terdiri dari 149 orang, dengan 127 laki-laki, 22 perempuan, dan empat anak-anak. Seluruhnya mendapat pendampingan dari tim Satgas Pelayanan dan Pelindungan KBRI Kuala Lumpur serta Satgas Pelayanan dan Pelindungan KJRI Johor Bahru.

Setibanya di Pelabuhan Batam Centre, para WNI/PMI disambut oleh Tim P4MI Batam, Imigrasi, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Batam Centre. Mereka kemudian diarahkan ke Tempat Singgah Sementara P4MI Batam untuk pendataan lebih lanjut dan proses akhir sebelum kembali ke daerah asal masing-masing.

Daerah asal para WNI/PMI yang dideportasi cukup beragam, termasuk Aceh, Bengkulu, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara.

Program M: Kolaborasi dalam Pemulangan Deportasi

Pelaksana Fungsi Konsuler 2 KJRI Johor Bahru Leny Marliani menyampaikan bahwa pemulangan kali ini merupakan bagian dari Program M. Program ini merupakan kerja sama antara pihak Imigrasi Malaysia dan Perwakilan RI di Semenanjung Malaysia. Tujuan utamanya adalah memfasilitasi pemulangan sebanyak 7.200 WNI/PMI dalam waktu dua tahun.

Hingga saat ini, sebanyak 1.000 WNI/PMI telah dideportasi melalui Program M yang diinisiasi oleh Jabatan Imigresen Malaysia Putrajaya. Secara keseluruhan, hingga 21 Juli 2025, KJRI Johor Bahru telah membantu proses deportasi dan repatriasi sebanyak 3.456 WNI/PMI.

Leny mengimbau seluruh WNI/PMI di Malaysia untuk senantiasa mematuhi aturan keimigrasian yang berlaku. Ia menekankan pentingnya memiliki kesadaran hukum dan dokumen yang lengkap agar keberadaan WNI di luar negeri dapat berlangsung secara legal, aman, dan produktif.

Dukungan dari Berbagai Pihak

KJRI Johor Bahru menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah bekerja sama dalam proses pemulangan ini. Termasuk di dalamnya adalah Kementerian P2MI, Pemerintah Daerah, BP3MI/P4MI, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Imigrasi, dan Bea Cukai Pelabuhan Batam Centre. Kerja sama yang baik antar lembaga ini sangat penting untuk memastikan proses pemulangan berjalan lancar dan bermartabat.

Pemulangan ini juga menjadi pengingat bagi para PMI untuk lebih waspada dalam menjalani kehidupan di luar negeri. Menghindari status sebagai pendatang tanpa izin sangat penting untuk menghindari risiko hukum dan perlakuan tidak manusiawi di negara tujuan.

Harapan dan Langkah Ke Depan

Selain itu, Anggota DPD RI H Sudirman Haji Uma turut berperan dalam memfasilitasi kepulangan warga Aceh ke kampung halaman. Beberapa di antaranya pulang melalui kerja sama dengan keluarga hingga ke Bandara Internasional Kualanamu, Sumatra Utara. Sementara tiga orang lainnya memilih pulang secara mandiri.

Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh juga memberikan bantuan dalam proses kepulangan. Haji Uma menyampaikan rasa syukur atas keberhasilan kolaborasi ini dan berharap momen ini menjadi awal baru bagi para PMI untuk membangun kehidupan yang lebih baik di kampung halaman.

Ia menegaskan pentingnya menggunakan jalur legal melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang diakui pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menghindari masalah hukum dan perlakuan tidak manusiawi di negara tujuan. “Semoga ini menjadi pengalaman pertama dan terakhir,” ujarnya.