Malaysia Jembatan Damai Thailand-Kamboja

Perundingan Gencatan Senjata antara Thailand dan Kamboja
Empat hari setelah pertemuan pertama yang berujung pada bentrokan, Thailand dan Kamboja akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam perundingan gencatan senjata. Pertemuan ini akan digelar di Malaysia dan melibatkan para pemimpin negara masing-masing.
Menurut laporan terbaru, Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menyampaikan bahwa kedua negara telah menunjuk Malaysia sebagai mediator dalam konflik perbatasan mereka. Perwakilan dari Thailand dan Kamboja dijadwalkan tiba di Malaysia pada malam Senin (28/7). Pemimpin kedua negara, yaitu Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Perdana Menteri Sementara Thailand Phumtham Wechayachai, juga direncanakan hadir dalam pertemuan tersebut.
Mohamad Hasan menyebut bahwa ia telah berbicara dengan rekan-rekannya dari Kamboja dan Thailand, dan keduanya sepakat bahwa tidak ada negara ketiga yang boleh terlibat dalam masalah ini. Mereka sangat percaya pada Malaysia dan meminta pihak Malaysia untuk menjadi mediator dalam perundingan ini.
Perundingan ini disepakati setelah usulan dari Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang juga menjabat sebagai ketua ASEAN, mengusulkan gencatan senjata. Usulan ini kemudian didukung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang menyatakan bahwa kedua pemimpin telah sepakat untuk segera bertemu guna merundingkan gencatan senjata.
Pada hari Sabtu, Trump mengklaim bahwa dirinya telah berbicara dengan perdana menteri Thailand dan Kamboja terkait konflik yang sedang berlangsung. Kedua pemimpin itu kemudian sepakat untuk segera bertemu guna merundingkan gencatan senjata. Trump juga menyampaikan bahwa negosiasi tarif dengan kedua negara ditangguhkan hingga pertempuran berakhir.
Kesepakatan Gencatan Senjata
Hun Manet, Perdana Menteri Kamboja, menyatakan bahwa pihaknya setuju untuk melakukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat. Keputusan ini diambil setelah Trump menyampaikan bahwa Thailand juga setuju untuk menghentikan serangan. Kejelasan ini diperoleh Trump setelah berbicara dengan Pejabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai.
“Saya telah menjelaskan kepada Presiden Donald Trump bahwa Kamboja menyetujui usulan gencatan senjata segera dan tanpa syarat antara kedua angkatan bersenjata,” tulis Hun Manet di Facebook. Ia juga menyatakan bahwa ia sudah setuju dengan usulan gencatan senjata Malaysia sebelumnya.
Thailand sendiri menyikapi situasi ini dengan hati-hati. Meskipun mereka menghargai perhatian Presiden AS, mereka menegaskan jika belum bisa memulai pembicaraan selama Kamboja masih menyerang warga sipil. “Posisi kami adalah tidak ingin melibatkan negara ketiga, namun kami menghargai kepedulian beliau,” ujar Phumtham Wechayachai kepada wartawan sebelum berangkat meninjau wilayah perbatasan.
Tindakan Militer dan Serangan Lanjutan
Meski sudah sepakat untuk duduk bersama membahas gencatan senjata, kedua negara masih saling menyerang. Pada hari Minggu, Kamboja menyatakan bahwa Thailand kembali memulai aksi permusuhan. Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan bahwa Thailand telah melakukan penembakan artileri dan serangan darat di sejumlah titik sepanjang perbatasan pada pagi hari. Juru bicara kementerian menyebut bahwa tembakan artileri berat diarahkan ke kompleks candi bersejarah.
Di sisi lain, Thailand menegaskan bahwa pihaknya hanya merespons serangan yang dilakukan oleh Kamboja. Militer Thailand menyebut pasukan Kamboja telah menembakkan peluru ke sejumlah wilayah, termasuk dekat permukiman warga, seperti di wilayah Surin. Sebagai respons, pasukan militer Thailand telah disiagakan penuh.
Dampak Konflik dan Perspektif Warga
Konflik antara Thailand dan Kamboja telah menewaskan lebih dari 30 orang, termasuk 13 warga sipil di Thailand dan 8 di Kamboja. Selain itu, lebih dari 200.000 orang telah dievakuasi dari wilayah perbatasan kedua negara.
Warga lokal di kedua negara juga memberikan tanggapan mereka. Thavorn Toosawan, warga Sisaket, Thailand, mengatakan bahwa situasi akan lebih baik jika gencatan senjata segera diterapkan. Sementara itu, Sreung Nita, seorang mahasiswa di Phnom Penh, berharap agar kedua negara segera melaksanakan gencatan senjata agar bisa hidup damai.
Peran Indonesia dalam Situasi Ini
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha memastikan bahwa pihaknya bersama KBRI Phnom Penh dan KBRI Bangkok terus memantau konflik yang terjadi. Pemerintah juga menjalin komunikasi dengan para WNI yang berada di kedua negara untuk memastikan kondisi mereka.
“Berdasarkan pemantauan dan komunikasi dengan berbagai pihak, tidak terdapat informasi adanya WNI yang menjadi korban konflik bersenjata tersebut,” ujarnya. KBRI Phnom Penh dan KBRI Bangkok juga telah mengeluarkan imbauan agar para WNI meningkatkan kewaspadaan, menghindari perjalanan ke wilayah konflik, serta terus memonitor situasi keamanan dari media dan otoritas setempat.
WNI di Kamboja dapat menghubungi hotline KBRI Phnom Penh di nomor +855 12 813 282, sementara WNI di Thailand dapat menghubungi KBRI Bangkok melalui nomor +66 92 903 1103. Dari keterangan KBRI Bangkok, terdapat 15 WNI yang tersebar di sekitar perbatasan Thailand-Kamboja, yaitu di Trat, Sa Kaeo, dan Ubon Ratchathani.