Mengapa Gempa Besar di Rusia Tidak Picu Tsunami?

Gempa Bumi di Semenanjung Kamchatka dan Potensi Tsunami
Pada hari Rabu (29/07), gempa bumi dengan kekuatan 8,7 SR mengguncang perairan Semenanjung Kamchatka di Rusia. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 11.25 waktu setempat dan menimbulkan kekhawatiran besar terhadap potensi tsunami yang bisa menerjang wilayah pesisir Samudra Pasifik. Jutaan penduduk di kawasan tersebut langsung merasa cemas karena ingatan akan peristiwa tsunami yang dahsyat pada 26 Desember 2004 di Aceh dan 11 Maret 2011 di Jepang masih segar.
Namun, meskipun ada kekhawatiran besar, tsunami yang terjadi akibat gempa di Rusia tidak sepenuhnya seperti yang dikhawatirkan. Meskipun beberapa kerusakan terjadi, dampaknya tidak sebesar yang diperkirakan awalnya. Pertanyaannya adalah: Mengapa gempa bumi besar seperti ini tidak selalu menghasilkan tsunami yang sangat parah?
Penyebab Gempa Bumi Besar
Bumi terdiri dari lapisan-lapisan yang bergerak secara independen, disebut lempeng tektonik. Interaksi antara lempeng-lempeng ini sering kali menyebabkan gempa bumi. Salah satu area yang paling rentan terhadap gempa adalah "Cincin Api Pasifik", tempat Semenanjung Kamchatka berada. Di sini, lempeng tektonik bertabrakan dan saling menekan, sehingga memicu gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Sebanyak 80% gempa bumi di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api Pasifik, menurut British Geological Survey. Di dekat Semenanjung Kamchatka, lempeng Pasifik bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan sekitar 8 cm per tahun. Lempeng ini kemudian bersentuhan dengan lempeng mikro Okhotsk. Karena lempeng Pasifik lebih padat, ia cenderung tenggelam di bawah lempeng Okhotsk.
Proses ini tidak selalu mulus. Kadang-kadang lempeng dapat tersangkut saat bergerak melewati satu sama lain, sehingga menimbulkan tekanan yang akhirnya dilepaskan dalam bentuk gempa bumi. Proses ini disebut gempa bumi megathrust, yang merupakan penyebab gempa bumi besar seperti yang terjadi di Chile, Alaska, dan Sumatra.
Mengapa Gempa 30 Juli Tidak Menimbulkan Tsunami Dahsyat?
Gempa bumi yang kuat bisa memindahkan air laut di atas lempeng tektonik, yang kemudian bergerak ke garis pantai membentuk gelombang tsunami. Di lautan dalam, tsunami dapat bergerak dengan kecepatan lebih dari 800 km/jam, tetapi ombaknya tidak terlalu tinggi—biasanya kurang dari satu meter. Ketika memasuki perairan dangkal, kecepatannya melambat dan ombak menjadi lebih tinggi.
Gempa di Semenanjung Kamchatka pada 30 Juli memicu gelombang tsunami setinggi empat meter di beberapa bagian Rusia timur. Namun, tingginya ombak ini jauh lebih rendah dibandingkan tsunami Aceh 2004 atau Jepang 2011 yang mencapai puluhan meter. Faktor-faktor seperti bentuk dasar laut dan daratan di dekat pantai juga memengaruhi tinggi ombak tsunami.
Sistem Peringatan Dini dan Pengembangan Teknologi
Sistem peringatan dini tsunami telah berkembang pesat, terutama di kawasan Samudra Pasifik. Banyak negara memiliki pusat-pusat peringatan untuk memberi tahu penduduk agar segera mengungsi. Hal ini sangat penting karena ilmuwan belum mampu memprediksi tepat kapan gempa bumi akan terjadi.
Lembaga Survei Geologi AS mencatat gempa berkekuatan 7,4 SR di wilayah yang sama 10 hari sebelumnya. Meski ini bisa menjadi gempa awal, hal itu bukan alat prediksi gempa bumi. Ilmuwan hanya bisa menggunakan data untuk membuat prakiraan kemungkinan terjadinya gempa bumi.
Antisipasi Gempa Susulan
Lembaga Survei Geofisika di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (GS RAS) terus memantau wilayah Kamchatka untuk mengantisipasi kemungkinan gempa susulan. Gempa besar seperti ini bisa terus berlanjut hingga satu bulan ke depan.
Peristiwa gempa bumi di Rusia menunjukkan betapa pentingnya pemahaman tentang proses geologis dan pengembangan teknologi peringatan dini. Dengan peningkatan kesadaran dan infrastruktur yang lebih baik, risiko bencana alam seperti tsunami bisa diminimalkan.