Misteri Kematian Diplomat Arya Daru, Medis dan Tas Tersimpan di Atap Kemlu

Fakta Baru Terkait Kematian Diplomat Arya Daru Pangayunan
Beberapa fakta baru mulai terungkap mengenai kematian diplomat Arya Daru Pangayunan. Salah satunya adalah isi dari rekam medis yang ditinggalkan oleh korban di Rooftop kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebelum ia meninggal dunia.
Rekam medis tersebut ditemukan dalam tas milik Arya Daru Pangayunan, yang ditinggalkannya di Gedung Kemenlu Jalan Pejambon, Jakarta Pusat pada Senin (7/7/2025). Dari dokumen tersebut diketahui bahwa korban sedang menjalani rawat jalan. Rekam medis ini berisi informasi tentang kondisi kesehatan korban sebelum ia meninggal.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Arya Daru Pangayunan pergi dari Grand Indonesia di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat menuju Gedung Kemenlu. Ia tiba di lokasi pukul 21.43 WIB dengan memakai kemeja lengan pendek dan celana panjang, serta membawa dua tas: satu tas gendong dan satu tas belanja.
Dari rekaman CCTV, terlihat bahwa Arya Daru naik ke rooftop di lantai 12. Namun, saat turun, ia tidak lagi membawa kedua tas tersebut. "Awalnya korban naik dengan membawa tas gendong dan tas belanja, namun saat turun, tas itu sudah tidak ada," ujar Ade Ary.
Arya Daru Pangayunan akhirnya ditemukan tak bernyawa di kamar kos Gondia International Guesthost, Jalan Gondadia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (8/7/2025). Satu hari setelah penemuan jasadnya, polisi menemukan tas yang ditinggalkan oleh korban. Tas tersebut ditemukan di samping tangga darurat lantai 12 Gedung Kemenlu.
Tas yang ditemukan berjenis ransel warna hitam seperti berbahan kulit. Dari foto yang ditunjukkan, tampak beberapa kertas atau buku yang keluar dari tas tersebut. Menurut AKBP Reonald Truly Sohumuntal Simanjuntak, isi dari tas tersebut telah dianalisa dan akan disampaikan saat rilis fakta lengkap.
Posisi tas tetap di tempat yang sama tanpa ada yang memindahkan. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa Arya Daru sengaja meninggalkan tas dan kantung belanja karena akan diambil oleh seseorang. "Tas itu tetap di situ sesuai dengan CCTV yang dianalisa penyelidik," katanya.
Lift di gedung hanya bisa sampai ke lantai 12, sedangkan untuk mencapai rooftop harus menggunakan tangga darurat. Tas milik korban langsung ditemukan oleh tim penyelidik di lantai 12 di samping tangga darurat.
Sebelumnya, sudah terungkap bahwa Arya Daru memberi baju, dasi, dan pakaian dalam di Grand Indonesia. Barang-barang tersebut merupakan isi dari tas belanja yang dibawanya. Sedangkan dalam tas lainnya terdapat parfum, kacamata, dan pakaian. Selain itu, terdapat juga rekam medis dalam tas tersebut.
Rekam medis yang ditemukan tertanggal 9 Juni 2025, tepat satu bulan sebelum korban ditemukan meninggal dunia. Isi dari rekam medis tersebut menyebutkan bahwa korban sedang menjalani rawat jalan. Sayangnya, belum diketahui secara detail penyakit apa yang dialami oleh Arya Daru. Namun, menurut istri korban, Pita, suaminya memiliki riwayat penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (Gerd) dan kolesterol.
Penyelidikan Lebih Lanjut Menggunakan Metode Ilmiah
Kasus kematian Arya Daru Pangayunan masih dalam proses penyelidikan kepolisan. Selain melihat jejak-jejak terakhir korban melalui CCTV, polisi juga melakukan pemeriksaan terhadap kondisi tubuh korban untuk mengetahui penyebab kematiannya yang tidak wajar.
Polda Metro Jaya menggunakan metode ilmiah dalam penyelidikan ini, termasuk analisis toksikologi dan histopatologi terhadap jenazah korban. Autopsi terhadap Arya Daru dilakukan oleh Tim Kedokteran Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk memastikan apakah ada zat kimia atau racun yang menyebabkan kematian korban. Selain itu, tim forensik juga melakukan pemeriksaan histopatologi, yakni analisis mikroskopis terhadap jaringan tubuh korban untuk mendeteksi kemungkinan penyakit dalam yang mungkin berkontribusi pada kematian ADP.
Di lokasi kejadian, Tim Inafis Bareskrim Polri mengambil sejumlah sampel sidik jari dan DNA dari barang-barang yang ditemukan di kamar korban. Tujuannya adalah untuk mencari jejak siapa saja yang berinteraksi dengan lingkungan tempat korban ditemukan.
Analisis Psikologis dan Kolaborasi dengan Lembaga Independen
Selain itu, Polda Metro Jaya juga melibatkan tim ahli psikologi forensik guna menelusuri latar belakang pribadi dan kondisi psikologis korban menjelang kematian. Langkah ini diambil untuk memberikan pemahaman menyeluruh terkait kemungkinan motivasi atau tekanan yang dialami ADP.
Untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi, penyelidik juga melakukan audiensi dengan lembaga-lembaga pengawas, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Meski hasil akhir dari otopsi dan penyelidikan masih ditunggu, Polda Metro Jaya menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara terbuka dan berbasis sains. "Kami tetap berkomitmen akan mengungkap kasus ini secara terang benderang dan transparan, sebagai wujud pelaksanaan tugas yang profesional dan proporsional," pungkas Ade Ary.