Perjuangan Petani Sawah Tadah Hujan: Genset dan Gas Melon Turut Berjuang

Kekeringan Menyerang Sawah Tadah Hujan di Bireuen
Di Kecamatan Gandapura dan Makmur, Kabupaten Bireuen, kekeringan telah melanda hampir seluruh lahan sawah tadah hujan dalam sebulan terakhir. Akibatnya, tanaman padi yang baru saja ditanam mulai mengalami kekeringan dan berpotensi gagal panen. Petani di kawasan ini kini harus berjuang keras untuk mendapatkan air, dengan berbagai cara yang mereka lakukan.
Beberapa petani memanfaatkan sumur bor yang digerakkan oleh genset berbahan bakar gas melon. Ada juga yang mengandalkan listrik, bahkan menarik air dari embung menggunakan selang panjang. Yasir, seorang petani dari Desa Geurugok, mengatakan bahwa ia sudah 10 kali memompa air menggunakan tabung gas ukuran 3 kg ke sawah seluas 1.000 meter persegi. Ia menyebutkan bahwa meskipun setiap pagi ia memompa air, esok harinya sawah kembali kering.
Meski belum ada tanda-tanda pertumbuhan yang menjanjikan, Yasir tetap berusaha menyuplai air dengan berbagai alat. Mulai dari genset berbahan bakar gas melon hingga mesin berbahan bakar minyak. Di Desa Ujong Bayu, Jauhari, seorang petani lain, memanfaatkan sumur bor desa yang dioperasikan dengan listrik. Menurutnya, biaya listrik lebih murah dibandingkan penggunaan genset berbahan bakar minyak.
Namun, kondisi sumur bor yang ada masih belum mampu memenuhi kebutuhan air secara maksimal. Hal serupa dialami oleh petani di beberapa desa lain seperti Cot Puuk, Cot Tufah, Geurugok, Tanjong Mesjid, Paya Baro, dan wilayah lainnya. Tanaman padi yang sudah ditanam sekitar 20 hari kini mulai mengering dan terancam gagal total. Petani yang tidak memiliki sumur bor tampak pasrah menghadapi musim kering yang panjang.
Ciri-Ciri Sawah Tadah Hujan
Sawah tadah hujan adalah jenis lahan pertanian yang bergantung sepenuhnya pada air hujan sebagai sumber irigasi. Berbeda dengan sawah irigasi yang memiliki saluran air permanen, sawah tadah hujan sangat bergantung pada musim dan curah hujan yang turun secara alami. Karakteristik utama dari sawah tadah hujan antara lain:
- Sumber air utama: Hanya berasal dari hujan, tanpa sistem irigasi buatan.
- Musim tanam terbatas: Umumnya hanya bisa ditanami saat musim hujan.
- Risiko tinggi: Rentan terhadap kekeringan dan gagal panen jika hujan tidak turun sesuai harapan.
- Produktivitas rendah: Hasil panen cenderung lebih sedikit dibandingkan sawah irigasi.
Meski begitu, sawah tadah hujan memiliki sejumlah keunggulan. Salah satunya adalah biaya operasional yang lebih rendah karena tidak perlu membangun atau memelihara saluran irigasi. Selain itu, sawah ini juga lebih ramah lingkungan karena cenderung menggunakan input pertanian yang lebih alami dan minim bahan kimia.
Tantangan dan Solusi dalam Menggarap Sawah Tadah Hujan
Tantangan terbesar dalam menggarap sawah tadah hujan adalah ketidakpastian iklim. Perubahan cuaca ekstrem sangat memengaruhi hasil panen. Selain itu, kapasitas air terbatas, sehingga jika hujan tidak cukup, tanaman bisa mengalami kekeringan atau puso. Pengelolaan air juga sulit, sehingga petani harus kreatif dalam mencari solusi, seperti menggunakan sumur bor, genset, atau embung untuk menyuplai air saat musim kering.
Untuk mengatasi kesulitan ini, terdapat beberapa solusi dan inovasi yang dapat diterapkan. Di antaranya yaitu penerapan teknologi adaptif dan penggunaan varietas padi tahan kekeringan. Selain itu, pembuatan embung kecil dan penyusunan kalender tanam berbasis iklim juga bisa menjadi strategi efektif. Penggunaan pupuk berimbang dan organik juga dapat meningkatkan kesuburan tanah yang biasanya rendah.
Integrasi tanaman dan ternak juga bisa menjadi strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dengan kombinasi metode ini, petani dapat meningkatkan ketahanan terhadap kondisi cuaca yang tidak menentu dan memastikan hasil panen yang lebih baik.