Rekor Harga Beras di Sulawesi Selatan Meledak, Pemerintah Kecolongan Sejak April

Kenaikan Harga Beras di Sulawesi Selatan
Sejak April 2025, harga beras di Sulawesi Selatan (Sulsel) mulai mengalami kenaikan signifikan. Saat ini, harga beras mencapai Rp17 ribu per kilogram, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah provinsi tersebut. Padahal, produksi beras di wilayah ini tercatat surplus besar-besaran. Pengamat menyebutkan bahwa hal ini menunjukkan kelemahan dalam deteksi dini dan pengelolaan pasar yang tidak optimal.
Di beberapa pasar tradisional, harga beras telah melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Contohnya di Luwu, harga beras mencapai Rp16.000 per kilogram, sedangkan di Enrekang mencapai Rp17.000 per kilogram. HET untuk beras medium adalah Rp12.500 per kilogram, sementara untuk beras premium adalah Rp14.900 per kilogram. Meski ada klaim bahwa produksi beras mencapai 932 ribu ton, kenaikan harga tetap terjadi.
Pemerintah Provinsi Sulsel telah memastikan distribusi beras melalui program stabilisasi pasokan harga pangan (SPHP). Plt Kadis Ketapang Sulsel Muh Ilyas menyatakan bahwa penyaluran dilakukan melalui skema bantuan pangan dan gerakan pangan murah. Namun, meskipun beras sudah didistribusikan, belum ada evaluasi berbasis data komprehensif mengenai dampaknya terhadap harga di pasar.
Asisten II Pemprov Sulsel, Ichsan Mustari, menyatakan bahwa pihaknya belum menilai secara menyeluruh dampak SPHP terhadap harga beras di pasar. “Yang penting saat ini masyarakat sudah mendapatkan beras dengan harga sesuai standar,” katanya.
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kenaikan Harga Beras
Pengamat Ekonomi Unhas Prof Anas Iswanto Anwar menyoroti langkah pemerintah dalam menyalurkan beras program SPHP. Menurutnya, kebijakan ini hanya efektif jika benar-benar meningkatkan pasokan di pasar, bukan sekadar formalitas. Ia menilai bahwa masalah utama bukan pada stok, tetapi pada pihak-pihak yang memainkan harga. Para pelaku tersebut harus diberi efek jera.
Anwar juga menyoroti isu beras oplosan yang menjadi celah bagi pedagang untuk menaikkan harga secara sepihak. Kondisi ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan dua hal mendasar dalam swasembada pangan, yakni ketersediaan dan harga. “Persoalan koordinasi antara ketersediaan dan harga beras selalu menjadi masalah klasik dalam rantai pasok,” ujarnya.
Ia mengkritik lemahnya deteksi awal pemerintah atas tren kenaikan harga beras yang telah terjadi sejak April 2025. Hal itu seharusnya bisa dicegah jika Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bertindak cepat berdasarkan hasil survei harga mingguan yang rutin dilaporkan. “Kalau dari April sampai sekarang harga naik, itu kecolongan pemerintah dalam memantau harga. Kalau sejak awal ditangani, bisa lebih mudah diatasi,” katanya.
Penyebab Kenaikan Harga Beras
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Luwu, Ruslang, keterlambatan penyaluran beras subsidi dari Bulog menjadi salah satu penyebab lonjakan harga di pasar. “Kalau mau kita selesaikan masalah beras, kita harus genjot Bulog untuk segera menyalurkan yang mereka tampung,” katanya.
Pedagang di Pasar Tradisional Modern Larompong, Harmawan, mengaku kenaikan harga beras sudah berlangsung sekitar sepekan terakhir. Dampaknya, daya beli masyarakat ikut menurun. “Sudah satu minggu mi naik. Jumlah kilo yang dibeli pembeli juga berkurang. Biasa beli 5 kilo, sekarang cuma 2 kilo mami,” katanya.
Kepala Cabang Bulog Palopo, Hadir Alamsyah, mengatakan pihaknya menyalurkan bantuan beras berdasarkan permintaan daerah, termasuk dalam program gerakan pangan murah. “Bulog menyalurkan berdasarkan permintaan. Sudah ada permintaan dari Luwu, Insya Allah, besok mulai penyaluran ke pasar,” ujarnya.
Produksi Pertanian yang Positif
Produksi pertanian Sulsel menunjukkan tren positif. Awal Juni 2025, produksi padi tembus jutaan ton. “Capaian produksi kita sekarang itu padi 2,5 juta ton, dalam bentuk gabah kering giling,” kata Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sulsel, Abdul Gaffar, Minggu (15/6) lalu.
Adapun produksi beras di Sulsel mencapai angka 1,4 juta ton awal 2025. Dari jumlah tersebut, Sulsel masih dalam keadaan surplus beras. “Surplusnya sekarang itu 932 ribu ton beras,” ujarnya.
Program Swasembada Pangan
Demi mencapai swasembada pangan, Pemprov Sulsel akan membagi-bagi benih mandiri padi. Dinas TPH-Bun menyiapkan 5 ribu ton benih mandiri yang siap disebar ke petani. “Rencananya sebelum masuk musim tanam 2, sekitar bulan 9 (September). Kita siapkan 5 ribu ton untuk 200 ribu hektar,” jelas Gaffar.
Program ini akan menyasar petani di 24 kabupaten/kota. Pemda diminta mencatat petani yang berhak mendapatkan penyaluran mandiri benih. “Penerima itu kelompok tani yang terdaftar secara simultan, punya sawah,” jelasnya.
Serapan Gabah oleh Bulog
Serapan gabah dan setara beras oleh Bulog Kantor Wilayah Sulselbar melimpah. Khusus Sulsel, terdapat sembilan kantor cabang Bulog yang menyerap gabah dan setara beras dari para petani. Total serapan gabah gabungan dari sembilan kancab tersebut mencapai 715.602 ton, jauh melampaui target awal yang hanya 124.181 ton.
Serapan setara beras, dari target 525.084 ton, realisasinya kini sudah mencapai 403.854 ton. Plt TPH-Bun Sulsel Abdul Gaffar mengakui tingginya serapan oleh Bulog mencapai 576 persen. Kondisi ini didukung tingginya panen awal tahun serta kenaikan harga gabah yang membuat petani lebih memilih menjual ke Bulog.