Tiga Tersangka PIP di SMAN 7 Cirebon Dinonaktifkan Dinas Pendidikan

Tiga Tersangka PIP di SMAN 7 Cirebon Dinonaktifkan Dinas Pendidikan

Skandal Pemotongan Dana Bantuan PIP di SMAN 7 Cirebon Mengguncang Dunia Pendidikan

Kasus pemotongan dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Cirebon telah menjadi perhatian masyarakat dan dunia pendidikan. Tiga pegawai sekolah, termasuk kepala sekolah, resmi dinonaktifkan dari tugasnya setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon. Penonaktifan ini dilakukan oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.

Proses Penonaktifan Pegawai Sekolah

Kasubag KCD Pendidikan Wilayah X Jabar, Abdul Fatah, menjelaskan bahwa tiga pegawai yang dimaksud adalah T selaku wakil kepala sekolah, RI sebagai guru sekaligus staf kesiswaan, dan I yang menjabat sebagai kepala sekolah. Mereka sementara waktu tidak lagi menjalankan tugas-tugas praktis di sekolah. Meski secara administratif masih memiliki hak dan kewajiban kepegawaian, mereka dinyatakan nonaktif untuk menjaga kelancaran proses belajar mengajar.

Fatah menambahkan bahwa pihak sekolah telah menunjuk pegawai lain untuk mengisi kekosongan tugas harian. Namun, hingga saat ini belum ada penunjukan pelaksana tugas (Plt) secara resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Jabar. Jika nanti ada arahan dari dinas provinsi, maka akan segera dilakukan penunjukan Plt agar posisi tersebut bisa diisi secara formal.

Modus Korupsi yang Sistematis

Kejari Kota Cirebon sebelumnya telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain tiga dari internal sekolah, satu tersangka lain berasal dari pihak eksternal bernama RN. Modus yang digunakan para tersangka tergolong sistematis. Dari total anggaran PIP sebesar Rp 955,8 juta untuk sekitar 500 siswa, hampir separuhnya atau sekitar Rp 467,9 juta diselewengkan.

Dana yang semestinya menjadi hak siswa kurang mampu justru dipangkas rata-rata sebesar Rp 200 ribu per siswa. Pemotongan dilakukan langsung, lalu hasilnya ditransfer RN ke R. Dari situ, RN memperoleh keuntungan sekitar Rp 52 juta, sementara pihak sekolah menerima sekitar Rp 48 juta lalu dibagi-bagikan. Sebagian dana hasil pemotongan bahkan digunakan untuk kegiatan lain di lingkungan sekolah tanpa seizin para siswa penerima manfaat.

Penyidikan dan Ancaman Hukuman

Kejari berhasil menyita dana sebesar Rp 368 juta lebih dari pihak sekolah. Penyidik Kejari, Gema, menegaskan bahwa para tersangka dikenakan pasal-pasal pidana korupsi. Pasal sementara yang disangkakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara. Penyidikan masih berlangsung, dan kemungkinan berkembang.

Dalam konferensi pers tersebut, hanya RN yang dihadirkan ke publik dengan mengenakan rompi tahanan merah. Tiga tersangka dari pihak sekolah tidak ditampilkan, namun proses hukum terhadap mereka dipastikan tetap berjalan.

Pengawasan KCD Pendidikan

Abdul Fatah menambahkan bahwa kasus ini merupakan satu-satunya yang ditemukan di wilayah kerjanya setelah dilakukan pemantauan ke sekolah lain. Ia menyatakan bahwa KCD bukan sebagai pelaksana teknis penyaluran, melainkan pengawas agar program PIP tepat sasaran. Peran KCD hanya mendampingi dan melakukan pengawasan, bukan campur tangan dalam ranah teknis penyaluran.