Wamendagri: Revisi UU Pemilu Harus Netral

Featured Image

Wamendagri Menekankan Pentingnya Revisi UU Pemilu untuk Kepentingan Nasional Jangka Panjang

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyoroti pentingnya penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu agar lebih mengedepankan kepentingan nasional jangka panjang daripada kepentingan jangka pendek atau partisan. Hal ini menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Pernyataan ini disampaikan oleh Bima Arya dalam diskusi daring Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, yang digelar pada Minggu (27/7/2025). Ia menegaskan bahwa proses revisi undang-undang tidak boleh terkesan lebih berpihak pada kepentingan jangka pendek atau kelompok tertentu.

“Yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai kemudian proses revisi undang-undang ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau kepentingan partisan. Itu paling utamanya,” ujar Bima.

Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah saat ini sedang membahas berbagai opsi tindak lanjut dari putusan MK tersebut, termasuk dampaknya terhadap sistem politik dan kelembagaan daerah. Pembahasan ini dilakukan bersama parlemen maupun lintas kementerian.

“Banyak yang bertanya apakah sudah direspons? Ya, tidak mungkin tidak. Pasti sudah kami bahas, sudah kami telusuri satu-satu dampaknya,” tambahnya.

Tiga Poin Utama dalam Revisi UU Pemilu

Bima Arya menjelaskan tiga poin utama yang harus menjadi pegangan dalam menyikapi putusan MK dan rencana revisi UU Pemilu:

  1. Memperkuat pelembagaan politik
    Revisi UU Pemilu harus memperkuat pelembagaan politik, terutama dalam konteks sistem presidensial dan otonomi daerah. Bima menyoroti belum adanya UU tentang Kepresidenan, padahal Indonesia telah menerapkan sistem presidensial—seharusnya memiliki regulasi yang mengatur secara jelas kewenangan eksekutif.

“Kita menganut sistem presidensial, tetapi tidak ada undang-undang kepresidenan. Ini harus jelas,” ujarnya.

  1. Sistem pemilu selaras dengan pembangunan nasional
    Menurut Bima, penting untuk menempatkan reformasi politik dalam kerangka kepentingan nasional dan arah menuju Indonesia sebagai negara maju dalam 20-25 tahun ke depan. Sistem politik yang tidak selaras dengan target pembangunan nasional bisa menjadi penghambat.

“Kalau dulu di 1998-1999, semangat kita ya euforia membuka keran demokratisasi, gitu. Belum kita berbicara Indonesia maju, Indonesia emas. Jauh banget rasanya saat itu. Nah, sekarang ini dimensinya berbeda,” katanya.

  1. Meningkatkan fungsi partai politik dan pendanaan politik
    Bima menyambut baik wacana penguatan bantuan dana politik, namun menekankan pentingnya transparansi dan integritas. Ia menegaskan bahwa pendanaan politik sangat penting dan harus disertai sistem integritas partai politik.

“Party funding, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik,” ujarnya.

Manfaat Keserentakan Pemilu

Selain itu, Bima juga mendorong pemanfaatan teknologi dalam proses pemilu, khususnya untuk tahapan penghitungan dan pemungutan suara. Ia menyinggung tantangan dalam pelaksanaan pemilu serentak, termasuk potensi ketimpangan antara kepentingan lokal dan nasional.

Keserentakan pemilu yang telah dicapai saat ini dinilai telah memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran dan keselarasan program pusat-daerah, dan karenanya perlu dijaga.

“Jangan sampai semua itu diuyak-uyak, gitu ya, dipukul ratakan semua. Mari kita letakkan tadi, satu, dalam konteks kita membangun sistem partai politik seperti apa, kedua, kepentingan nasional kita, integrasi kita seperti apa,” ungkapnya.

Perlu Kehati-hatian dalam Revisi UU Pemilu

Terakhir, Bima mengingatkan bahwa tidak ada sistem politik yang sempurna. Karena itu, revisi UU Pemilu harus dilakukan dengan kehati-hatian dan dilandasi visi kebangsaan jangka panjang.

Diketahui, Komisi II DPR RI kini menargetkan pembahasan RUU Pemilu mulai dibahas pada 2026. Rapat Paripurna DPR RI menyepakati adanya kodifikasi dalam Paket Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik menjadi bagian dari Peraturan DPR RI tentang Rencana Strategis (Renstra) DPR RI 2025-2029.