Ancaman Produk Alkes AS, Kalbe Farma Perkuat Produksi Lokal

Kesepakatan Dagang AS dan Indonesia Buka Peluang Alkes Impor
Kesepakatan tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia memberi dampak signifikan terhadap pasar alat kesehatan (alkes) di Tanah Air. Salah satu poin dalam kesepakatan tersebut menyebutkan bahwa Indonesia akan membebaskan pelabelan dan sertifikasi produk alkes asal AS ketika masuk ke pasar lokal. Hal ini mencakup penerimaan sertifikat dari Food and Drug Administration (FDA), izin edar awal untuk alat medis dan produk farmasi, serta penghapusan beberapa kewajiban pelabelan.
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kemudahan bagi produk alkes asing untuk masuk ke pasar Indonesia. Namun, hal ini juga membawa tantangan tersendiri bagi perusahaan lokal seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang berkomitmen untuk membangun kapabilitas produksi dalam negeri melalui kolaborasi dengan perusahaan multinasional.
Kolaborasi dengan GE Healthcare
Salah satu kolaborasi penting yang dilakukan oleh KLBF adalah bersama GE Healthcare, anak perusahaan General Electric (GE) yang bergerak di bidang teknologi dan layanan kesehatan. Kerja sama ini melibatkan pembangunan pabrik CT-Scan pertama di Indonesia dengan target produksi sebanyak 306 unit hingga tahun 2027.
Menurut Hari Nugroho, Head of Corporate External Communication PT Kalbe Farma Tbk, kerja sama ini bertujuan untuk menghasilkan kualitas alkes yang mampu bersaing dengan produk impor yang sudah ada di pasar. Selain itu, produk-produk yang dihasilkan akan tetap melayani kebutuhan dalam negeri, baik untuk konsumen swasta maupun BPJS Kesehatan.
Kinerja Keuangan KLBF pada Kuartal I 2025
Dalam laporan keuangan kuartal I 2025, KLBF mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,11 triliun, naik 12,5% secara tahunan dibandingkan laba periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 987,57 miliar. Penjualan bersih KLBF mencapai Rp 8,84 triliun, meningkat 5,8% YoY dari Rp 8,36 triliun.
Penjualan produk kesehatan secara domestik KLBF meningkat 6,06% YoY menjadi Rp 1,15 triliun dari Rp 1,08 triliun. Sementara, ekspor produk kesehatannya melesat 29,19% YoY dari sebelumnya Rp 162,31 miliar menjadi Rp 209,68 miliar.
Di segmen distribusi dan logistik, KLBF mencatat pertumbuhan 3,20% YoY sebesar Rp 2,86 triliun dari posisi Rp 2,77 triliun di kuartal I 2024. Sementara itu, distribusi dan logistik ekspornya meroket 761,30% YoY mencapai Rp 16,33 miliar dari posisi Rp 1,89 miliar di kuartal I tahun 2024.
Persyaratan TKDN dan Strategi KLBF
Ke depan, KLBF akan tetap memperhitungkan syarat minimum tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang ditetapkan pemerintah dalam registrasi produk ke e-catalog. E-catalog merupakan jalur belanja utama rumah sakit pemerintah dan fasilitas BPJS. Jika TKDN rendah, produk bisa ditolak masuk ke Tanah Air.
Hari menegaskan bahwa KLBF tetap mempertahankan outlook pertumbuhan penjualan dan laba bersih di kisaran 8-10%. Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, KLBF memiliki peluang bertahan di tengah ancaman alkes impor karena kerja samanya dengan GE Healthcare yang strategis. Selain itu, KLBF fokus pada alat diagnostik besar yang memiliki margin keuntungan tinggi dan masa pakai tahan lama.
Dengan TKDN lebih dari 40%, KLBF layak masuk e-katalog dan bersaing dalam tender rumah sakit pemerintah. Dengan strategi yang tepat, perusahaan ini dapat mempertahankan posisinya di tengah persaingan yang semakin ketat.