AS dan Israel Menolak Pengakuan Prancis terhadap Palestina

Prancis Umumkan Pengakuan Kedaulatan Palestina di PBB
Prancis mengambil langkah penting dalam diplomasi internasional dengan mengumumkan rencana untuk secara resmi mengakui kedaulatan negara Palestina pada bulan September mendatang. Keputusan ini menempatkan Prancis dalam posisi yang berpotensi bertentangan dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat, serta Israel yang selama ini menolak pengakuan sepihak terhadap Palestina.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyampaikan pengumuman tersebut pada hari Kamis, 24 Juli 2025. Ia menegaskan bahwa pengakuan akan dilakukan dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai panggung dunia untuk menunjukkan komitmen Prancis terhadap perdamaian yang adil dan langgeng di Timur Tengah.
"Sejalan dengan komitmen historis kami terhadap perdamaian yang adil dan langgeng di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Palestina," tulis Macron di akun X pribadinya, @EmmanuelMacron.
Keputusan ini menjadikan Prancis sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Uni Eropa yang bergerak menuju pengakuan Palestina. Langkah ini diikuti oleh beberapa negara Eropa lainnya, seperti Norwegia, Irlandia, dan Spanyol, yang menandai pergeseran sikap di kawasan tersebut.
Meskipun lebih dari 142 dari 193 negara anggota PBB telah atau berencana mengakui Palestina, negara-negara Barat yang memiliki pengaruh kuat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman hingga kini masih menolak untuk mengambil sikap yang sama.
Kritik terhadap Perang di Gaza
Keputusan Prancis ini hadir di tengah meningkatnya kritik di Eropa terhadap perang yang dilancarkan Israel di Gaza. Konflik tersebut tidak hanya menyebabkan puluhan ribu warga Palestina tewas, tetapi juga memicu krisis kelaparan akibat pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan yang ketat.
Sebelumnya, Prancis bahkan bergabung dengan Inggris, Kanada, Australia, dan 21 negara sekutu Israel lainnya dalam sebuah pernyataan bersama yang mengecam pembatasan bantuan ke Gaza dan jatuhnya korban jiwa di antara warga Palestina yang berusaha mendapatkan makanan. Pernyataan tersebut dengan tegas menyerukan agar perang harus berakhir sekarang.
Reaksi dari Israel
Tidak butuh waktu lama, keputusan Prancis tersebut langsung menuai kecaman keras dari Israel. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh langkah sepihak itu sama saja dengan "memberi penghargaan pada teror dan berisiko menciptakan proksi Iran yang baru".
Menurut dia, pengakuan terhadap negara Palestina dalam kondisi saat ini justru akan membahayakan eksistensi Israel. "Sebuah negara Palestina dalam kondisi ini akan menjadi landasan untuk memusnahkan Israel, bukan untuk hidup damai di sampingnya," ujar Netanyahu melalui sebuah unggahannya di X.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut langkah tersebut sebagai "aib dan sebuah penyerahan diri pada terorisme". Ia menegaskan Israel tidak akan pernah mengizinkan berdirinya "entitas Palestina yang akan membahayakan keamanan dan mengancam keberadaan kami".
Sikap Amerika Serikat
Sementara itu, sikap Amerika Serikat terlihat lebih kompleks, namun pada akhirnya menunjukkan penolakan. Meskipun solusi dua negara secara historis merupakan kebijakan resmi Washington, Presiden Donald Trump telah berulang kali menyuarakan keraguannya.
Sejak kembali menjabat, Trump bahkan pernah menyarankan agar AS dapat "mengambil alih" Gaza, memindahkan lebih dari dua juta penduduknya, dan mengubah wilayah itu menjadi Riviera Timur Tengah. Rencana tersebut menuai kecaman luas dari kelompok hak asasi manusia, negara-negara Arab, Palestina, dan PBB, yang menganggapnya setara dengan pembersihan etnis.
Puncak dari sikap Washington ditunjukkan dengan keputusan untuk tidak menghadiri konferensi solusi dua negara yang akan diselenggarakan di PBB. Konferensi yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi itu bertujuan merancang peta jalan untuk mengakhiri konflik dan mengakui negara Palestina. Ketika ditanya wartawan, wakil juru bicara Departemen Luar Negeri, Tommy Pigott, hanya menyatakan Washington tidak akan hadir.