Bank Mulai Rilis Laporan Keuangan Semester I-2025, Cek Rekomendasi Analis

Kinerja Keuangan Perbankan Semester I-2025
Musim pemaparan laporan keuangan perbankan pada semester pertama tahun 2025 telah tiba. Meski investor tetap memperhatikan, analis menilai hasil kinerja keuangan bank tidak akan banyak menggerakkan harga saham perbankan. Di tengah situasi yang masih dinamis, sejumlah bank besar mulai membuka wawasan tentang kondisi finansial mereka.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menjadi salah satu yang pertama menyampaikan laporan keuangannya. Laba bersih BNI mencapai Rp 10 triliun, turun sebesar 5,6% secara tahunan (YoY). Peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 2,3% YoY menjadi Rp 19,5 triliun memberi kontribusi signifikan terhadap laba tersebut. Namun, pendapatan non bunga dari BNI justru mengalami penurunan, dari Rp 10,9 triliun menjadi Rp 10,6 triliun.
Selain itu, beban provisi BNI juga meningkat 7,9% YoY menjadi Rp 3,78 triliun, yang berdampak pada penurunan laba bersih. Sementara itu, PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,4 triliun, naik tipis sekitar 4,33% YoY dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 1,36 triliun. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pendapatan operasional lainnya atau fee based income, terutama dari penjualan surat berharga yang naik 38,4% menjadi Rp 134,28 miliar.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila melihat bahwa kinerja perbankan dari sisi profitabilitas belum akan pulih karena pertumbuhan kredit masih melemah. Hal ini berdampak pada tekanan terhadap saham perbankan dalam waktu dekat. "Investor lebih selektif dalam membeli saham bank," ujarnya.
Meski demikian, ia tetap menyarankan investor untuk memantau laporan keuangan semester I-2025. Dampaknya bisa berupa akumulasi dan pemantauan outlook suku bunga acuan. "Sepertinya akan bergerak cukup sideways dulu jika kinerja masih agak tertekan, memantau dari sisi margin profitabilitas dulu," tambahnya.
Indy menyarankan investor untuk memantau saham seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) atau PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Alasannya, dua saham ini memiliki historis dividen yang masih cukup besar dan secara valuasi masih rendah sehingga bisa diakumulasi untuk jangka panjang. Harga BMRI telah tercatat turun 17,72% YoY menjadi Rp 4.690 per saham, sedangkan harga BBRI turun 4,9% menjadi Rp 3.880 per saham.
Head of Research RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya menilai PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai unggulan dari sisi kinerja. Meskipun belum mengumumkan kinerja terbarunya, laba BCA tumbuh maksimal mencapai 16,3% YoY di periode Januari-Mei 2025. "Bank ini telah mencapai 44% dari perkiraan kami untuk laba BCA sampai akhir tahun," ujarnya.
Andrey juga menyoroti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang stabil dengan pertumbuhan laba hingga Mei 2025 tumbuh 5% YoY. Pencapaian laba BRIS di periode tersebut sudah setara dengan 36% dari perkiraan target RHB Sekuritas. Ia menilai BRIS perlu momentum yang lebih kuat dalam beberapa bulan mendatang agar dapat mencapai target di sepanjang 2025 ini.
Terkait saham perbankan sendiri, ia menilai investor terlihat berhati-hati masuk ke sektor ini. Hingga akhir tahun 2025, sektor perbankan Indonesia diperdagangkan pada rata-rata PBV sebesar 2,5x. "BBCA terus memimpin dalam valuasi pada 3,8x P/BV, didukung oleh profitabilitasnya yang unggul," tambahnya.
Tak jauh berbeda, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus juga merekomendasikan BBCA dan BRIS untuk saham perbankan. Ia menambahkan bahwa saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga menarik. "Tahun ini rasanya agak menjadi tahun yang cukup sulit untuk industri perbankan, terutama bank BUMN," ujarnya.
Untuk BBCA, Nico melihat bahwa saham perbankan ini selalu menjadi rekomendasi di sektor ini. Kemampuan BBCA dalam menjaga profitabilitas menjadi alasan utamanya. Ia pun menargetkan BBCA mencapai level Rp 11.200 per saham. Selanjutnya, ia juga berpandangan bahwa BRIS menarik. Alasannya, bisnis pembiayaan emas milik bank syariah ini mampu tumbuh 52%, treasury tumbuh 47%, dan e-channel tumbuh +34%. "Di tengah situasi dan kondisi yang ada saat ini, harga emas yang terus mengalami kenaikan juga menjadi magnet bagi masyarakat untuk ikut ambil bagian. Target harganya di Rp 3.480," jelas Nico.
Terakhir, ada BNGA yang jadi salah satu rekomendasi unggulan dengan target harga Rp 2.110 per saham. Ia melihat BNGA ini selalu melakukan langkah untuk terus berusaha mengembangkan dari sisi teknologi yang dimiliki.