DPRK Aceh Jaya: Tidak Ada Laporan Dinkes Terkait Kenaikan Kasus Campak
DPRK Aceh Jaya Belum Menerima Laporan Kenaikan Kasus Suspek Campak
Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Jaya, Drs HT Irfan TB, menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi mengenai kenaikan kasus suspek penyakit campak di wilayah tersebut. Hal ini disampaikan saat dikonfirmasi dalam acara rapat pansus.
“Belum ada laporan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait adanya suspek campak di Aceh Jaya,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa selama audiensi dengan Dinkes, tidak ada informasi yang disampaikan mengenai kondisi tersebut.
Irfan TB menjelaskan bahwa hingga kini belum ada informasi yang diterima oleh ketua komisi atau pimpinan dewan tentang adanya peningkatan kasus suspek campak. “Apakah ada laporan ke pimpinan dewan atau kepada ketua komisi III, sampai saat ini belum ada,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa DPRK selalu memberikan dukungan penuh kepada Dinkes dalam menangani berbagai kasus penyakit menular, termasuk campak. Namun, ia meminta agar Dinkes segera melakukan tindakan serius jika benar-benar terjadi peningkatan signifikan pada jumlah suspek campak.
“Jika memang ada peningkatan, maka harus ada penanganan yang lebih intensif dan terstruktur dari pihak Dinkes,” tutupnya.
Sejarah Penyakit Campak
Campak adalah salah satu penyakit yang paling menular di dunia, dengan sejarah yang panjang dan menarik. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Morbillivirus, yang termasuk dalam keluarga Paramyxoviridae.
Awal Penyakit Campak
Pertama kali dicatat oleh Abu Bakar Muhammad Zakariyya Ar-Razi, seorang dokter Persia, pada abad ke-9 dalam bukunya The Book of Smallpox and Measles. Ia menyebut campak sebagai penyakit yang lebih menakutkan daripada cacar karena tingkat penularannya yang sangat tinggi.
Penemuan Penyebab
Pada tahun 1757, dokter Skotlandia Francis Home membuktikan bahwa campak disebabkan oleh patogen infeksius, meski belum mengetahui bahwa itu adalah virus. Baru pada abad ke-20, penyakit ini diidentifikasi sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus RNA yang sangat menular melalui percikan ludah penderita.
Penyebaran Global
Campak menyebar luas seiring dengan eksplorasi global pada abad ke-16. Wabah besar terjadi di wilayah yang sebelumnya belum terpapar, seperti Hawaii (1848) dan Fiji (1875), dengan dampak yang sangat mematikan.
Vaksinasi dan Pencegahan
Vaksin campak ditemukan pada tahun 1963, yang secara drastis menurunkan angka kematian dan penyebaran penyakit ini di banyak negara. Di Indonesia, vaksin campak menjadi bagian dari imunisasi dasar anak dan program BIAS di sekolah.
Masuknya Campak ke Indonesia
Campak bukanlah penyakit baru di Indonesia. Penyakit ini telah menjadi bagian dari sejarah kesehatan masyarakat sejak masa kolonial.
Awal Mula dan Masa Kolonial
Campak diperkirakan masuk ke Indonesia melalui interaksi global dan kolonialisme, terutama dari Eropa pada abad ke-19. Pada masa Hindia Belanda, wabah campak sempat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga pemerintah kolonial menyediakan imunisasi bagi masyarakat.
Perkembangan Kasus dan Penanganan
- 1982: Pemerintah Indonesia mulai mengendalikan campak melalui program imunisasi nasional, dengan vaksin diberikan pada usia 9 bulan.
- 2018: Terdapat 8.429 kasus suspek campak, dengan 85 KLB di berbagai provinsi. Provinsi dengan kasus tertinggi: Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Aceh.
- 2019–2022: Indonesia berkomitmen bersama WHO untuk mengeliminasi campak dan rubela pada 2023. Namun, pandemi COVID-19 sempat mengganggu cakupan imunisasi dan surveilans.
Strategi Eliminasi Campak
Pemerintah menerapkan tiga tahap strategi eliminasi:
- Reduksi: Meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan kematian hingga 90 persen.
- Eliminasi: Target cakupan imunisasi >95% dan minimnya KLB.
- Eradikasi: Campak tidak ditemukan lagi secara nasional.
Campak masih menjadi ancaman jika imunisasi tidak merata dan tidak dilakukan secara terus-menerus.