Guru MTs Minta Maaf Usai Tahan Rapor Siswa Karena LKS Belum Dibayar

Guru MTs Minta Maaf Usai Tahan Rapor Siswa Karena LKS Belum Dibayar

Persoalan Pendidikan yang Mengundang Perhatian

Sebuah kasus yang menarik perhatian publik terjadi di salah satu madrasah di Kubu Raya. Seorang guru, Yanti, menjadi sorotan setelah viralnya video yang menunjukkan tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan etika pendidikan. Kejadian ini berawal dari permintaan maaf yang disampaikan oleh Yanti setelah adanya mediasi yang melibatkan Bupati Kubu Raya, Sujiwo.

Dalam mediasi tersebut, Yanti mengakui bahwa ia hanya bermaksud memberitahu orang tua siswa tentang pengambilan rapor. Ia menyatakan bahwa hal itu merupakan kekhilafannya dan tidak ada niat untuk mempermalukan siswa atau orang tua. "Saya mohon maaf, itu hanya kekhilafan saya. Saya ingin memberitahukan kepada orang tua murid untuk pengambilan rapor, selebihnya tidak ada apapun," ujar Yanti seusai mediasi.

Kasus ini dimulai ketika seorang siswa tidak bisa mengambil rapornya karena alasan ekonomi. Orang tua siswa mengungkapkan bahwa mereka tidak datang saat pembagian rapor karena tidak mampu membayar LKS sebesar Rp350 ribu. Mereka juga takut jika rapornya tidak diberikan. Beberapa hari kemudian, orang tua menerima pesan WhatsApp dari seorang guru yang berisi video anaknya menangis di kelas. Dalam pesan tersebut juga disebutkan bahwa anaknya akan diturunkan ke kelas 8 akibat belum mengambil rapor.

Peristiwa ini membuat orang tua merasa dipermalukan dan memutuskan untuk meminta surat pindah dari sekolah tempat anaknya bersekolah. Meski begitu, pihak sekolah membantah telah menahan rapor maupun mengancam menurunkan siswa ke kelas sebelumnya. Kepala Sekolah menyatakan bahwa rapor sudah diambil oleh orang tua siswa pada 18 Juli 2025, meskipun isu ini baru mencuat di media sosial setelahnya.

Bupati Kubu Raya, Sujiwo, turut mengecam tindakan penahanan rapor siswa jika benar terjadi. Ia menegaskan bahwa tindakan seperti ini sangat memalukan dan tidak pantas dilakukan oleh seorang guru. "Kalau memang benar, itu sangat memalukan. Saya minta Kemenag bertindak tegas," tegas Sujiwo.

Selain itu, Kepala MTs Al-Raudhatul Islamiyah, Rohana, juga menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini. Ia mengakui adanya kekhilafan dalam kepemimpinannya dan menyesalkan peristiwa yang terjadi. "Atas nama Bu Yanti dan seluruh dewan guru, kami menyesal dan memohon maaf," ujar Rohana.

Orang tua siswa, Penikasih, menyampaikan harapan agar kejadian serupa tidak terulang, terutama di lingkungan pendidikan. Ia menilai perlakuan tersebut tidak hanya menjatuhkan mental anak, tetapi juga orang tuanya. "Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu. Apa yang terjadi saat ini adalah bentuk protes saya sebagai orang tua, agar tidak ada lagi kejadian seperti ini," tegas Penikasih.

Penikasih juga menyampaikan permintaan maaf kepada Bupati dan semua pihak yang telah ikut terlibat dalam penyelesaian persoalan ini. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada guru-guru yang telah mendidik anaknya selama dua tahun. "Alhamdulillah, hari ini bersama Bapak Bupati dan pihak terkait lainnya, saya sudah berbesar hati untuk memaafkan, demi kelangsungan kita ke depan agar lebih tenang," ujarnya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh madrasah dan sekolah lain. Rohana berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran, tidak hanya bagi sekolahnya, tetapi juga bagi seluruh pendidik di Indonesia. Ia mengakui kesalahan dalam penyampaian maksud baik karena kurangnya pemahaman terhadap etika dan aturan di era teknologi.