Hakim Pertimbangkan Pendapat Ahli Romo Magnis, Mantan Jaksa Agung dalam Vonis Hasto

Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Hasto Kristiyanto
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menghukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dengan hukuman penjara selama 3,5 tahun. Putusan ini diambil setelah Majelis Hakim menyatakan bahwa Hasto terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan.
Namun, untuk dakwaan merintangi penyidikan terkait perkara Harun Masiku, Majelis Hakim menilai tidak terbukti. Dalam proses persidangan, putusan tersebut juga mempertimbangkan masukan dari para ahli hukum dan tokoh masyarakat yang disampaikan melalui amicus curiae atau sahabat pengadilan.
Peran Amicus Curiae dalam Persidangan
Majelis Hakim mengungkapkan bahwa mereka telah menerima masukan penting melalui amicus curiae yang dikirim oleh sejumlah tokoh terkenal. Di antaranya adalah filsuf Franz Magnis Suseno, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, serta 22 akademisi dan praktisi hukum lainnya. Menurut Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, masukan tersebut memberikan perspektif mendalam tentang aspek yuridis, filosofis, dan konstitusional dalam kasus Hasto.
"Menimbang bahwa dalam persidangan ini majelis telah menerima masukan substantif melalui amicus curiae dari tokoh-tokoh termuka, termasuk Romo Franz Magnis Suseno sebagai filsuf dan pemikir konstitusional, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, serta 22 akademisi dan praktisi hukum lainnya," ujar Hakim Rios saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Hakim Rios menjelaskan bahwa amicus curiae tersebut mencakup berbagai permasalahan substantif dalam perspektif sosio-legal yang memerlukan perhatian serius. Terutama terkait kekhawatiran kemungkinan adanya penuntutan yang didasarkan pada motif politik yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan.
Kepedulian Konstitusional dan Independensi Peradilan
Hakim Rios menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi semangat kepedulian konstitusional yang ditunjukkan oleh para tokoh dalam amicus curiae. Ia menegaskan bahwa independensi peradilan yang sejati bukan berarti isolasi dari keprihatinan sah masyarakat.
"Melainkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang objektif, tidak memihak, dan berdasarkan hukum tanpa terpengaruh oleh tekanan politik, kepentingan golongan, atau motivasi di luar pencarian kebenaran dan keadilan," paparnya.
Ia juga menekankan bahwa amicus curiae tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjatuhkan vonis terhadap Hasto. "Menimbang, bahwa majelis menyampaikan penghargaan mendalam atas kontribusi substansif yang telah diberikan melalui amicus curiae dan menegaskan bahwa seluruh masukan tersebut telah menjadi pertimbangan integral dalam proses pengambilan keputusan."
Tujuan dan Isi Amicus Curiae
Amicus curiae itu dikirimkan oleh 23 akademisi dan praktisi di bidang hukum yang tergabung dalam Aliansi Akademik Peduli Keadilan. Aliansi ini dipimpin oleh Guru Besar Fakultas Hukum Indonesia (FH UI), Sulistyowati Irianto. Selain itu, terdapat nama-nama seperti Franz Magnis Suseno, eks Jaksa Agung Marzuki Darusman, hingga eks Ketua KY Suparman Marzuki.
Dalam amicus curiae tersebut, para akademisi menilai bahwa penuntutan terhadap Hasto janggal dan menimbulkan kekhawatiran besar terhadap independensi peradilan dan demokrasi. Mereka menilai adanya motif politik di balik penuntutan terhadap Hasto, yang dinilai sebagai tindakan politically motivated prosecution.
"Dalam kasus Hasto Kristiyanto, penuntutan terhadap fungsionaris partai politik yang sangat kritis kepada pemerintahan Jokowi ini tampaknya didasarkan pada motif politik," demikian dikutip dalam amicus curiae tersebut.
Selain itu, para akademisi dan praktisi tersebut menyinggung proses persidangan yang janggal karena menghadirkan penyidik KPK sebagai saksi. Bahkan, kesaksian itu digagalkan oleh fakta persidangan dan keterangan ahli.
Daftar Nama yang Mengirimkan Amicus Curiae
Berikut beberapa nama yang mengirimkan amicus curiae untuk Hasto:
- Franz Magnis Suseno dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara
- Maria W Soemardiono dari Universitas Gadjah Mada (UGM)
- Ramlan Surbakti dari Universitas Airlangga (Unair)
- Mayling Oey-Gardiner dari UI
- Riris Sarumpaet dari UI
- Manneke Budiman dari UI
- Francisia Saveria Sika Seda dari UI
- Daldiyono dari UI
- Teddy Prasetyono dari UI
- Melani Budianta dari UI
- Marzuki Darusman, selaku Jaksa Agung 1999–2001
- P. M. Laksono dari UGM
- Masduki dari Universitas Islam Indonesia (UII)
- Asvi Warman Adam dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
- Suparman Marzuki dari UII
- Hilmar Farid selaku sejarawan
- Agustinus Prasetyantoko dari Unika Atmajaya
- Suraya Afif dari UI
- Haryatmoko dari STF Driyarkara
- Setyo Wibowo dari STF Driyarkara
- Pinky Wisnusubroto dari Unair
- Usman Hamid dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera
- Sulistyowati Irianto dari UI