Iran Gelar Pembicaraan Nuklir dengan Prancis, Jerman, dan Inggris di Istanbul

Iran Gelar Pembicaraan Nuklir dengan Prancis, Jerman, dan Inggris di Istanbul

Pertemuan Iran dan E3 di Istanbul

Iran menggelar pertemuan nuklir terbuka dengan tiga negara Eropa, yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris (E3), di Istanbul, Turki, pada Jumat (25/7/2025). Pertemuan ini menjadi momen penting dalam konteks diplomasi internasional, khususnya terkait perjanjian nuklir Iran yang dikenal sebagai JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action).

E3 sering digunakan sebagai istilah untuk merujuk pada tiga negara Eropa utama yang terlibat dalam pembicaraan nuklir dengan Iran. Dalam beberapa kesempatan, E3 bergabung dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat, sehingga disebut sebagai E3+EU atau P5+1 jika ditambahkan Rusia dan Tiongkok. Namun, jika hanya disebut E3, maka maksudnya adalah tiga negara Eropa tersebut.

Pertemuan ini berlangsung di tengah tekanan internasional dan ancaman pemberlakuan kembali sanksi PBB. Ini merupakan pertemuan pertama sejak serangan Israel terhadap fasilitas militer Iran pada pertengahan Juni 2025, yang memicu konflik selama 12 hari dan memicu respons dari Amerika Serikat.

Konflik Israel-Iran dan Pengaruhnya

Perang 12 Hari antara Israel dan Iran (13–24 Juni 2025) melibatkan serangan udara, rudal, dan drone antara dua negara yang memiliki hubungan tegang di Timur Tengah. Israel menyebut operasi ini sebagai "Operasi Rising Lion", sedangkan Iran menamainya "True Promise III". Konflik ini turut mengganggu pembicaraan antara Teheran dan Washington tentang nuklir yang dimulai pada April lalu.

Negara-negara Eropa kini mempertimbangkan penggunaan "mekanisme snapback" berdasarkan JCPOA, yang memungkinkan sanksi PBB diberlakukan kembali jika Iran melanggar ketentuan perjanjian. Mekanisme ini akan berakhir pada Oktober 2025.

Perjanjian JCPOA dan Status Saat Ini

JCPOA adalah perjanjian tahun 2015 antara Iran dan enam negara besar, termasuk AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok, dan Jerman. Tujuan perjanjian ini adalah membatasi program nuklir Iran agar tidak berkembang menjadi senjata. Sebagai imbalan, Iran mendapat pelonggaran sanksi ekonomi dan akses ke pasar internasional.

Namun, setelah AS keluar dari kesepakatan pada 2018, Iran mulai melanggar aturan, dan masa depan perjanjian ini pun menjadi tidak pasti. Kini, Iran, bersama China dan Rusia, masih berada dalam kesepakatan JCPOA, meskipun AS secara sepihak meninggalkannya.

Diskusi Serius antara Iran dan E3

Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Kazem Gharibabadi, menyatakan bahwa diskusi dengan E3 berlangsung secara "serius, jujur, dan terperinci". Ia menegaskan bahwa Iran mengkritik sikap negara-negara Eropa terhadap konflik baru-baru ini dan menyampaikan posisi prinsipil Iran, termasuk penolakan terhadap mekanisme snapback.

Disepakati bahwa konsultasi akan terus berlanjut. Iran tetap terbuka untuk membahas tingkat pengayaan uranium, namun menegaskan haknya untuk memperkaya uranium untuk tujuan damai adalah "tidak bisa dinegosiasikan".

Desakan untuk Menghentikan Pengayaan Uranium

Reuters melaporkan bahwa G7 mendesak Iran menghentikan pengayaan uranium yang dianggap tidak dapat dibenarkan. G7 terdiri dari tujuh negara dengan ekonomi paling maju di dunia: Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Kanada. Meskipun Uni Eropa bukan anggota resmi, mereka hadir sebagai peserta tetap.

Menurut IAEA, Iran saat ini memperkaya uranium hingga kemurnian 60 persen, jauh melampaui batas 3,67 persen yang disepakati dalam JCPOA, meski masih di bawah ambang 90 persen untuk pembuatan senjata. Uranium adalah unsur radioaktif yang digunakan dalam reaktor dan senjata nuklir karena bisa menjalankan reaksi fisi.

Perspektif Iran dan IAEA

Iran menyatakan bahwa mereka tetap terbuka untuk membahas tingkat pengayaan, namun menegaskan bahwa hak mereka untuk memperkaya uranium untuk tujuan damai adalah "tidak bisa dinegosiasikan". Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, menyebut pembahasan mengenai perpanjangan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 sebagai "tidak berdasar".

Resolusi 2231 menetapkan mekanisme bertahap untuk pelaksanaan JCPOA, termasuk penghapusan sanksi nuklir secara bertahap jika Iran mematuhi komitmennya. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) diberi mandat untuk melakukan verifikasi ketat terhadap program nuklir Iran.

Kepala IAEA Rafael Grossi menyatakan bahwa Iran telah memberi sinyal kesediaan memulai kembali diskusi teknis terkait program nuklir. Namun, hubungan Iran dan IAEA menegang sejak akhir Juni, ketika Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menolak permintaan Grossi untuk menginspeksi situs nuklir yang rusak akibat serangan.

Jika sanksi PBB kembali diberlakukan, hal ini dikhawatirkan akan semakin mengisolasi Iran dan memperburuk kondisi ekonominya yang telah tertekan. Iran sebelumnya memperingatkan bahwa mereka dapat keluar dari perjanjian nonproliferasi nuklir global sebagai respons atas tekanan tersebut.