Ironi Konsumsi Warga Garut Saat Pesta Rakyat Anak Dedi Mulyadi

Fenomena Kericuhan dan Kenaikan Pengeluaran Makanan di Garut
Di tengah peningkatan pengeluaran makanan yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut, sebuah insiden kericuhan dalam pesta rakyat pernikahan anak dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wakil Bupati Garut menimbulkan pertanyaan serius. Tiga orang meninggal dunia akibat kejadian tersebut, sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini menjadi sorotan masyarakat setelah ribuan warga berebut makanan gratis di acara tersebut.
Peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan masyarakat Garut pada 2025 mencatat angka sebesar Rp1,08 juta, naik dari Rp1,03 juta pada tahun sebelumnya. Meskipun data ini menunjukkan tren positif, realitas sosial yang terjadi justru berbeda. Warga masih memilih untuk berdesak-desakan demi mendapatkan makanan gratis, meski harga bahan pokok terus meningkat.
Dalam laporan resmi BPS, pengeluaran makanan meningkat signifikan dari Rp588.794 menjadi Rp647.995 per kapita per bulan, atau naik sekitar 10 persen. Sementara itu, pengeluaran non-makanan justru turun, dari Rp450.794 menjadi Rp436.001. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih fokus pada kebutuhan dasar, yaitu makanan, dibandingkan barang atau jasa sekunder.
Kepala BPS Garut, Nevi Hendri, menjelaskan bahwa kenaikan pengeluaran makanan tidak selalu berarti peningkatan daya beli yang merata. “Peningkatan pengeluaran makanan bisa disebabkan oleh inflasi harga pangan atau keterpaksaan konsumsi,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa sebagian besar kenaikan terjadi pada komoditas seperti beras, yang melonjak dari Rp83.365 menjadi Rp103.679 per bulan. Konsumsi makanan jadi juga meningkat dari Rp189.208 ke Rp210.223.
Nevi menyoroti adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat, terutama dalam hal makanan jadi dan rokok. “Ini menunjukkan kecenderungan masyarakat bergantung pada konsumsi cepat saji dan kebutuhan sekunder, bukan karena daya beli tinggi, tapi karena efisiensi atau keterbatasan waktu dan alat masak,” tambahnya.
Harga sejumlah bahan pangan pokok juga mengalami kenaikan signifikan. Beras yang sebelumnya dijual seharga Rp83.365 kini melonjak menjadi Rp103.679. Komoditas buah-buahan juga turut mengalami kenaikan, dari Rp22.626 menjadi Rp28.296. Harga sayuran naik dari Rp49.620 menjadi Rp53.124, sementara telur dan susu meningkat dari Rp29.993 menjadi Rp31.517. Kenaikan ini memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang sangat bergantung pada bahan pangan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, beberapa kelompok non-makanan justru turun, seperti pengeluaran untuk barang tahan lama dari Rp38.541 menjadi Rp28.862. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa juga turun dari Rp108.604 ke Rp103.332. Ini menandakan masyarakat mengurangi konsumsi sekunder dan fokus pada kebutuhan dasar.
“Ada pola adaptasi yang terjadi. Ketika harga pangan naik, masyarakat cenderung mengalihkan anggaran dari kebutuhan lain agar bisa tetap makan. Namun, ini menggerus kualitas hidup dalam jangka panjang,” kata Nevi.
Insiden kericuhan dalam pesta rakyat pernikahan anak Gubernur Jawa Barat dan Wakil Bupati Garut yang digelar di kawasan Alun-alun Otista, Garut Kota, pada Jumat (18/7/2025), menjadi bukti nyata dari ketimpangan ekonomi. Peristiwa terjadi akibat lonjakan massa yang tidak terkendali setelah salat Jumat. Ribuan warga memadati lokasi pembagian makanan gratis, tanpa adanya pengaturan jalur masuk. Desakan yang terjadi menyebabkan beberapa warga jatuh dan terinjak-injak.
Korban jiwa dalam kejadian tersebut adalah Vania Aprilia, anak perempuan berusia delapan tahun asal Kelurahan Sukamentri, Garut Kota. Korban kedua adalah Dewi Jubaedah, seorang perempuan lanjut usia berumur 61 tahun. Korban ketiga merupakan anggota Polri, Bripka Cecep Saeful Bahri yang berusia 39 tahun. Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat tentang pentingnya pengaturan acara yang besar dan pengelolaan antrean yang baik.