Jantung Bayi yang Dihidupkan Kembali Ditransplantasikan ke Anak 3 Tahun

Jantung Bayi yang Dihidupkan Kembali Ditransplantasikan ke Anak 3 Tahun

Zona Kreasi

Ketika jantung seorang bayi donor berhenti berdetak selama lebih dari lima menit di ruang operasi, harapan seolah pupus. Namun, tim dokter dari Universitas Duke, Amerika Serikat, menolak menyerah. Dengan izin keluarga, mereka melakukan langkah tak lazim menghidupkan kembali jantung mungil itu menggunakan alat khusus yang dirancang untuk ukuran tubuh bayi. Jantung tersebut kemudian berhasil ditransplantasikan ke tubuh bayi lain berusia tiga bulan, yang kini menunjukkan fungsi jantung normal tanpa tanda penolakan.

Kisah ini bukan sekadar pencapaian medis, tetapi juga secercah harapan di tengah keterbatasan donor jantung bayi yang menyebabkan satu dari lima bayi di AS meninggal saat menunggu transplantasi. Meskipun menimbulkan perdebatan etik, para pendukung meyakini prosedur ini tetap bermoral karena dilakukan setelah organ dipisahkan dari tubuh donor. Terobosan ini tak hanya menyelamatkan satu nyawa, tapi juga membuka jalan bagi peningkatan jumlah donor jantung bayi hingga 30 persen di masa depan.

Mengapa Donor Jantung Bayi Masih Menjadi Masalah Besar?

Di Amerika Serikat, regulasi yang sangat ketat serta keterbatasan donor organ membuat peluang bayi untuk mendapatkan jantung pengganti sangat kecil. Data dari jurnal New England Journal of Medicine (NEJM) tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 20 persen bayi meninggal dunia saat menunggu donor jantung. Kondisi ini menuntut para dokter dan peneliti untuk menemukan solusi inovatif. Salah satunya adalah dengan mengembangkan teknologi transplantasi yang memungkinkan jantung yang sempat berhenti bisa digunakan kembali.

Bagaimana Jantung yang Telah Mati Bisa Dihidupkan Kembali?

Prosedur "Reanimasi di Atas Meja" menjadi solusi yang ditemukan oleh tim dokter bedah di Universitas Duke. Mereka mendapatkan donor jantung bayi yang telah berhenti berdetak lebih dari lima menit di meja operasi. Biasanya, jantung dalam kondisi ini dianggap tak lagi layak pakai. Namun dengan izin dari keluarga, tim memutuskan untuk mencoba pendekatan baru. Mereka menggunakan kombinasi alat yang dirancang khusus untuk bayi: oksigenator, pompa sentrifugal, dan reservoir gantung untuk mengalirkan kembali darah yang mengandung oksigen ke jantung.

"Konsep 'reanimasi di atas meja' ini menunjukkan bahwa kita bisa mempertahankan fungsi jantung untuk transplantasi, setidaknya pada bayi," tulis tim dokter dalam laporan yang dikutip oleh Science Alert. Setelah jantung berhasil dipulihkan, organ tersebut ditransplantasikan ke tubuh bayi berusia tiga bulan. Hasilnya sangat menggembirakan hingga usia enam bulan, fungsi jantung bayi penerima tetap normal tanpa tanda penolakan organ.

Apakah Ada Pendekatan Lain yang Sama Efektifnya?

Selain tim dari Universitas Duke, tim dokter dari Universitas Vanderbilt juga mengembangkan teknik berbeda. Mereka tidak mencoba menghidupkan kembali jantung, melainkan memilih mengawetkan jantung dengan penjepitan aorta dan pembilasan larutan pengawet dingin. "Teknik kami hanya mengalirkan larutan pengawet beroksigen ke jantung donor, tanpa reanimasi jantung dan tanpa perfusi sistemik atau otak," jelas tim Vanderbilt. Dengan metode ini, mereka berhasil mentransplantasikan tiga jantung bayi dengan hasil pascaoperasi yang dinilai sangat baik.

Apakah Prosedur Ini Menimbulkan Dilema Etika?

Keberhasilan yang luar biasa ini ternyata tidak lepas dari perdebatan etis. Para kritikus mempertanyakan apakah prosedur “reanimasi” melanggar definisi kematian secara medis, terutama jika jantung dihidupkan kembali saat masih dalam tubuh pendonor. "Mencabut alat bantu hidup pasien terminal, menghidupkan kembali jantung mereka, lalu mengambilnya untuk transplantasi adalah tindakan yang tidak benar secara moral," ujar para pengkritik seperti dikutip dari Science Alert. Mereka juga khawatir bahwa tindakan ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap proses donasi organ.

Bagaimana Tim Medis Menanggapi Kritik Ini?

Untuk meredam kritik, tim pendukung prosedur menegaskan bahwa proses reanimasi dilakukan setelah jantung diangkat dari tubuh donor, bukan saat masih berada di dalam tubuh. Dengan begitu, prosedur ini dinilai lebih dapat diterima secara etis karena tidak mengubah status kematian si donor. Pendekatan ini menjadi penting, tidak hanya karena menyelamatkan satu nyawa, tapi juga karena potensi besarnya untuk meningkatkan jumlah donor jantung bayi hingga 30 persen.

Apa Harapan ke Depan dari Terobosan Ini?

Prosedur yang dilakukan oleh Universitas Duke dan Vanderbilt ini memberikan harapan baru bagi ribuan keluarga yang menunggu keajaiban untuk anak mereka. Meski masih dalam tahap awal dan belum menjadi standar praktik, hasil yang menjanjikan ini membuka pintu untuk penelitian lanjutan dan pengembangan teknologi transplantasi yang lebih ramah bagi bayi. “Teknik ini bisa menjadi titik balik dalam dunia transplantasi bayi,” ujar salah satu dokter peneliti. Dengan pendekatan yang lebih aman secara etika dan efektif secara klinis, masa depan transplantasi jantung bayi tampaknya akan memasuki babak baru yang lebih manusiawi dan penuh harapan.