Jawa Barat Khawatir Saat Panen di Gegesik, Cirebon Jadi Produsen Terbesar

Jawa Barat Khawatir Saat Panen di Gegesik, Cirebon Jadi Produsen Terbesar

Petani di Kabupaten Cirebon Menghadapi Tantangan Produksi Padi

Petani di Kabupaten Cirebon menghadapi tantangan berat dalam masa tanam pertama tahun 2025. Mereka mengkhawatirkan gagal panen yang bisa memengaruhi pendapatan dan kesejahteraan mereka. Meskipun beberapa kecamatan di kabupaten ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil beras utama Provinsi Jawa Barat, kondisi saat ini menunjukkan penurunan produksi.

Beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat menjadi andalan dalam distribusi beras. Hal ini membantu menjaga kelancaran pasokan beras meski ada daerah yang mengalami kendala. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, total luas lahan tanaman padi di Kabupaten Cirebon mencapai 84.465,74 hektare pada tahun 2024. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Kabupaten Indramayu yang memiliki lahan padi seluas 212.866,19 hektare.

Berikut lima daerah dengan luas lahan padi terbesar di Jawa Barat: * Kabupaten Sumedang: 212.866,19 hektare
Kabupaten Karawang: 183.065,46 hektare
Kabupaten Subang: 163.881,64 hektare
Kabupaten Cianjur: 105.305,7 hektare
Kabupaten Majalengka: 87.220,48 hektare

Sementara itu, produsen beras terbesar di Jawa Barat juga tidak berasal dari Kabupaten Cirebon. Kota Udang mampu memproduksi sebanyak 294.880,86 ton beras pada tahun 2024. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan Kabupaten Indramayu yang mampu memproduksi hingga 808.100,81 ton beras.

Berikut lima daerah dengan produksi beras terbesar di Jawa Barat: * Kabupaten Indramayu: 808.100,81 ton
Kabupaten Karawang: 601.465,49 ton
Kabupaten Subang: 559.546,34 ton
Kabupaten Cianjur: 364.303,30 ton
Kabupaten Cirebon: 294.880,86 ton

Dampak Cuaca dan Hama pada Petani

Musim panen padi masa tanam pertama tahun 2025 menjadi mimpi buruk bagi sejumlah petani di Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Alih-alih mendapatkan hasil yang maksimal, para petani justru mengalami kerugian hingga 70 persen akibat cuaca ekstrem, serangan hama, dan biaya produksi yang meningkat tajam.

Ketua Forum Rembug Tani Ciayumajakuning menyebutkan bahwa rata-rata petani mengalami kerugian antara 50 hingga 70 persen. Hal ini disebabkan oleh serangan hama yang parah dan harga jual gabah yang rendah. Biaya produksi yang terus naik juga memberi tekanan berat pada para petani.

"Hasil panen tidak cukup untuk menutupi biaya produksi," ujar Dedi Abas saat ditemui di sela kegiatan rembuk tani di Gegesik, Selasa (22/7/2025). Ia menambahkan bahwa banyak petani yang kesulitan melunasi kredit usaha rakyat (KUR) karena hasil panen yang gagal.

Dedi meminta pemerintah agar mempertimbangkan relaksasi atau penundaan pembayaran KUR bagi petani yang terdampak. "Kami butuh uluran tangan nyata, bukan hanya janji," katanya.

Penurunan Produksi dan Upaya Perbaikan

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Deni Nurcahya, membenarkan adanya penurunan produksi padi pada masa tanam pertama tahun ini. Produksi gabah kering giling (GKG) pada MT-1 tahun ini tercatat sebesar 271.558 ton dari luas panen 43.905 hektare. Angka ini lebih rendah dibandingkan MT-1 tahun lalu yang mencapai 285.465 ton dari 46.158 hektare.

Secara spesifik, Kecamatan Gegesik mengalami penurunan produksi dari 30.504 ton pada tahun lalu menjadi 23.985 ton tahun ini, meski dengan luasan lahan yang sama, yakni 4.763 hektare. Deni Nurcahya menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti cuaca yang tidak menentu, serangan hama, dan gangguan lainnya menjelang masa panen.

Menurutnya, sebagian kecil petani mengalami penurunan produksi hingga 50 persen, namun secara keseluruhan hanya sekitar lima persen yang terdampak parah. Dugaan sementara adalah adanya serangan hama yang tidak terdeteksi dengan cepat, ditambah gangguan dari tikus di sejumlah area.

"Beberapa tanaman yang mestinya merunduk menjelang panen justru tegak kembali, ini indikasi ada gangguan pertumbuhan," ujarnya. Meski produksi turun, harga jual gabah justru mengalami kenaikan signifikan dari Rp 5 ribu menjadi Rp 8 ribu per kilogram.

Deni Nurcahya menyatakan bahwa kondisi ini tetap menjadi perhatian pihaknya. Mereka akan memperkuat pelatihan bagi petani serta meningkatkan deteksi dini terhadap serangan hama di musim tanam selanjutnya.