Kades Tulungagung Dilema Akibat Tambang Emas, Protes Warga Picu Polemik dan Bencana

Kades Tulungagung Dilema Akibat Tambang Emas, Protes Warga Picu Polemik dan Bencana

Warga Desa Keboireng Protes Penambangan Emas di Gunung Senarang

Warga Desa Keboireng, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengalami kekhawatiran terhadap aktivitas penggalian emas yang dilakukan di atas Gunung Senarang. Mereka khawatir dampak lingkungan akan berdampak pada wilayah pegunungan yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Protes ini muncul setelah warga menilai aktivitas tersebut tidak aman dan dapat membahayakan kehidupan mereka.

Kepala Desa Keboireng, Supirin, mengakui adanya penggalian di area Gunung Senarang. Lokasi tersebut berjarak sekitar 1 kilometer dari permukiman warga. Penggalian dilakukan secara manual dengan kedalaman sekitar 1,5 meter dan lebar 0,8 meter. Supirin menjelaskan bahwa penggalian ini dilakukan sebagai bagian dari pramusyawarah antara Pemdes Keboireng, BUMDes, dan BPD. Tujuannya adalah untuk mengambil sampel kandungan emas di area pegunungan desa.

Namun, proses penggalian ini tidak bisa dilakukan oleh warga setempat karena dinilai terlalu berat. Supirin menyebutkan bahwa pekerjaan tersebut melibatkan penghancuran batu untuk mengambil sampel, sehingga tidak ada warga yang bersedia melakukan hal tersebut. Akhirnya, penggalian dilakukan oleh seorang warga asal Malang dan dua warga dari Kabupaten Banyuwangi.

Sebelum penggalian lebih dalam, muncul keluhan dari warga yang membuat Supirin memutuskan untuk menghentikan kegiatan tersebut. Ia mengaku tidak tahu pasti kandungan material yang diambil. Namun, tindakan ini diambil agar warga tidak hanya menjadi penonton, karena emas di desa mereka dieksploitasi oleh perusahaan tambang.

Supirin menjelaskan bahwa meskipun penggalian ini tidak diperbolehkan secara aturan, ia merasa harus memfasilitasi warga. Menurutnya, saat ini semua masih dalam tahap sampling, belum ada rencana penggalian di hutan. Ia juga menyatakan bahwa pihak yang protes sebenarnya adalah orang-orang yang selama ini mencari emas. Mereka menuntut agar pencarian emas di sungai tetap diperbolehkan.

Namun, usulan ini tidak bisa diterima karena jika warga tetap mencari emas di sungai, maka warga dari luar desa akan kembali berbondong-bondong ikut mencari. Supirin menjelaskan bahwa desa tidak memiliki hak untuk melarang mereka karena tanah tersebut bukan aset desa, melainkan milik Perhutani. Ia berharap warga bisa memberi contoh agar warga luar desa tidak melakukan penambangan.

Akibat ketidaksepahaman, warga yang menolak pencarian emas di sungai memilih pulang. Pertemuan akhirnya memutuskan untuk melarang semua aktivitas penambangan emas, baik di sungai maupun di gunung. Sejumlah warga juga membubuhkan tanda tangan penolakan segala bentuk pertambangan.

Emas di sungai Desa Keboireng ditemukan sekitar Mei 2025 lalu. Sejak saat itu, banyak warga mencari emas menggunakan wajan. Viralnya kejadian ini di media sosial membuat semakin banyak pemburu emas dari luar Tulungagung masuk ke daerah tersebut. Akhirnya, Perhutani, Pemkab Tulungagung, TNI, dan Polri memasang papan larangan pencarian emas.

Larangan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Meski demikian, papan larangan ini sempat diabaikan karena jumlah pencari emas semakin bertambah. Akhirnya, pencarian emas di sungai Desa Keboireng berhenti total karena warga ikut protes terhadap kedatangan pemburu emas dari luar desa.

Keberadaan mereka mulai mengkhawatirkan karena mengeruk tanah warga maupun tanggul sungai. Bahkan ada yang diduga menggunakan zat kimia untuk mengumpulkan emas berbentuk butiran lembut. Hal ini memperkuat kekhawatiran warga terhadap dampak lingkungan dan keselamatan masyarakat.